9. Amsterdam, Netherlands

177 108 231
                                    


—••—
"Terkadang semesta memberiku setumpuk beban agar terbiasa dengan hal-hal yang lebih menyakitkan dari sekedar beban"
—••—

Pukul 17:50 akhirnya Mahesa menginjakkan kakinya di Amsterdam, negara yang sama sekali tidak pernah ia impikan untuk mengunjunginya.
Bandar udara Internasional Schipol menjadi awal perjuangan mengejar cita-citanya dan melupakan pengkhianatan itu.

"Ahh akhirnya," gumam Mahesa sembari menghirup udara Amsterdam.

Sembari menunggu barang bawaannya ia menikmati secangkir kopi hangat kesukaannya. Cuaca disini terasa dingin daripada Bali. Ada dua orang sudah cukup renta duduk di kursi itu. Dan beberapa pasangan kekasih duduk saling menyandarkan tubuh. Dua orang bocah sedang bermain kejar-kejaran di area tunggu.

Terlihat sebuah kotak berwarna pink beberapa meter didepannya, ia kemudian menyimpan kopinya dan menghampiri kotak misterius tersebut.

"Kotak apa ini?" Batinnya.

Kotak itu terlihat kotor barangkali karena jatuh tetapi warna pinknya tetap terlihat manis. Mahesa melihat sekelilingnya siapa tau pemiliknya masih berada di sekitar sini.

Mahesa kembali ke tempat duduknya semula dan membuka kotak itu. Terlihat sebuah cincin berlian yang indah,didalamnya terdapat tulisan "Langit."

"Siapa langit ? Pasti dia juga orang Indonesia." Ucap Mahesa kepada dirinya sendiri. Ia kemudian menyimpan kotak itu dalam saku celana karena barangnya telah datang.

Mahesa tersenyum sambil berjalan menemui penjemputnya yang memegang kertas bertuliskan Mr. Mahesa Peter. Supir itu menyambut Mahesa dengan hangat dan mengambil barang bawaannya menuju mobil.

Supir itu memperlakukan Mahesa sangat spesial sebagaimana majikan dan bawahan. Ia membukakan pintu mobil untuk Mahesa anak majikannya. Menyetel musik jazz kesukaan Mahesa ditambah lagi dengan aroma parfum mobil yang menenangkan.

"Sorry, can we stop at the Restaurant for A bit ?" Tanya Mahesa kepada supir itu.

"Yes, of course." Jawa sopir itu menyetujui keinginan Mahesa.

"Thankyou."

Pria berbaju kaos dengan jaket hitamnya sedang menikmati perjalanan kota Amsterdam. Ia menutup matanya dan menghembuskan nafas lalu tersenyum dengan sendirinya, membuat sopir yang memperhatikannya dari kaca tertawa bingung.

"Diluar dugaan, akan merantau sejauh ini," gumamnya

Mobil pun berhenti di depan sebuah Restaurant yang bertuliskan Crystal Restaurant, salah satu restoran halal yang ada dikota Amsterdam yang terletak di Leidsestraat 89.

Mahesa memesan chicken dishes dan mineral water dan mencari tempat duduk kosong.
Tatapan Mahesa melekat pada seorang lelaki yang tertidur pulas didepannya.

"Kekenyangan kali yah jadi langsung tidur aja," batinnya sembari menggelengkan kepala.

Sedang asik menyantap makannya tiba-tiba handphone Mahesa bergetar pertanda ada seseorang yang menelepon,"halo mah,"

"Iya Mahesa udah sampai."

"Ini baru makan mah, belum sampai apartemen."

Menyaksikan Pagi dari MatamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang