Waktu telah menunjukkan pukul 03.00 dini hari, ponsel Desi tiba-tiba berdering membuat Desi dan Sabina yang sekamar terusik. Desi bangun dan mengangkat Panggilan telfon itu.
"Waalaikumsalam yah, kenapa?" Tanya Desi.
——
"Ma-mama kenapa yah?"
——
"Nggak nggak" Desi berteriak, mematikan sambungan telephone nya dan meraih hoodie nya yang tergantung. Hal itu membut Sabina menegang, ada apa ini?
"Des mau kemana?" Tanya Sabina panik, dia bangun dari tidurnya.
"Mama Sa" ucap Desi, paham akan maksudnya, Sabina buru-buru membangunkan ketiga temannya di kamar sebelah.
***
"Cepetan dikit bisa gak?!" Ucap Desi pada Sabina yang sedang menyetir.
"Desi sabar dong ini udah cepet, yang ada mobil terbang!" Sabina kesal, dia paham akan posisi Desi tapi bukan berarti Desi cari mati.
Cila yang berada dibelakang Desi mengusap bahu Desi dan menenangkannya.
"Sabar ya, berdoa semoga bu Ira gak kenapa-kenapa" ucap Cila.
Ira adalah guru seni mereka saat SMP dulu, Ira juga sempat menjadi wali kelas mereka saat kelas 1, tapi walaupun hanya menjadi wali kelas 1 Ira tetap memberikan perhatiannya pada mantan anak perwaliannya itu.
Hanya membutuhkan waktu lima menit, mereka tiba di rumah sakit tempat Ira dirawat. Desi dengan cepat masuk ke ruangan Ira dimana para tenaga medis sudah tidak ada yang menangani Ira yang terbaring lemah.
"Apa-apaan ini, ayah kenapa mereka berhenti!? Ayo obati mama saya! Kenapa malah diam ha!?" Desi histeris, dia menarik satu persatu baju tenaga medis disana.
"Desi tenang, sekarang kamu ke mama, dia nunggu kamu dari tadi" ucap Wijaya, dengan langkah pelan Desi menghampiri mamanya.
"D-de-desi Qu-queen mama" ucap Ira menggenggam tangan Desi.
"Ma" Desi menangis mencium tangan Ira.
"Queen janji ya sama mama— Qu-queen harus bisa bangkit dari keterpurukan Queen —" Ira terbata-bata karena nafasnya yang seperti tercekat.
"Titip salam mama sama calon menantu mama, mama yakin Ji- haa' " Nafas Ira berhenti, matanya terpejam, genggamannya melemah.
"MAMAAAAAAA! Dokter! Kenapa diam disitu?! Bantu mama saya! Selamatin dia!" Desi histeris, dia berteriak teriak memanggil mamanya sambil terus menangis.
Wijaya yang melihat itu, menghampiri anaknya dan memeluk keduanya, tak lama kemudian Desi pingsan.
"Ibu ira" gumam Cila, air matanya sudah menetes, "Ta ibu Ira" Cila memeluk Meta yang ada disampingnya, kemudian mereka berempat saling berpelukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Desi (completed)
RomanceAqueena Desi Wijaya hampir menginjak 18 tahun, memutuskan untuk berkuliah di luar kota kelahirannya. Gadis yang ramah namun memiliki perasaan cinta yang beku karena pernah mencintai dengat amat lalu tersakiti dengan sangat membuatnya mati rasa dalam...