Epilog

29 5 3
                                    

Jivan sedang berada taman belakang rumahnya dengan laptop di pangkuannya. 2 anak kecil menghampirinya.

Aydan Atthalla A. dan Aqueena Hifzah Khairiyah A. mereka berdua merupakan putra dan putri Jivan. Aydan sudah berusia 7 tahun, sedangkan Hifzah baru berusia 5 tahun.

"Ayah!!!" Teriak si kecil Hifzah. Ia memeluk ayahnya dari samping membuat laptop ayahnya hampir saja jatuh.

"Hifzah hati-hati!" Sentak Aydan.

"Abang gak boleh bentak adek kayak gitu" tegur Jivan.

"Wleek" ledek Hifzah.

"Ayah tapi itu laptop ayah hampir jatuh" kesal Aydan.

"Gapapa kan gak jatuh" ucap Jivan.

"Yasudah terserah. Ayah, bunda Desi dimana sih?" Tanya Aydan.

Jivan POV

Aku memanggil istriku, mengisyaratkan sesuatu padanya.

"Besok kita liburan ke kota kelahiran Ayah" ucapku  diangguki oleh istriku.

"Sekarang kamu siapin barang kamu dan anak anak" ucapku, diangguki olehnya

"Ayo sayang ikut bunda"

Aku melanjutkan kegiatanku bergulat dengan laptop. Besok kami akan ke Jogja mengunjungi rumah Bundaku dan juga bang Al dan Cila. Bunda tinggal bersama bang Al dan Cila, sedangkan rumahku dijadikan rumah kost.

Setelah kurasa cukup, aku mematikan laptopku dan masuk untuk bersih-bersih badan.

"Mas" panggil istriku.

"Iya sayang?" Tanyaku sebab raut wajah istriku sangat murung.

"Apa dia tidak akan kecewa padaku?" Tanyanya.

"Kau sudah menjadi apa yang dia inginkan, istirahatlah" aku memeluknya dengan sayang.

Keesekoan harinya kami ke bandara dan berangkat menuju Jojga, kota kelahiranku. Sampai disana kami dijemput oleh sopir bang Al karena kebetulan ia sedang meeting dan Cila sedang menjaga putranya yang sedang sakit.

"Halo bang, iya ini aku udah ketemu sama mang Agus" ucapku saat mengangkat telefon bang Al.

"Ohiya iya bang, aku kayaknya kesitu dulu" ucapku lagi.

Kami pun berangkat menuju destinasi pertamaku, rumahnya.

"Pah aku kira kita mau ketemu bunda" ucap putriku.

"Dia ada disini" ucapku menggendongnya turun dari mobil.

"Makam?" Tanya putraku.

Kami sampai di sebuah makam membuat Aydan dan Hifzah semakin bingung melihat nisan yang tertera.

"Bang bacain" ucap Hifzah menyenggol abangnya.

"Makanya belajar" ucap Aydan.

"Hifzah masih bocil banget" ucap Hifzah mencebikkan bibirnya. "Eh tapi namanya kayak nama Hifzah itu depannya" aku memperhatikan kebingungan putri ku, dan putraku yang berusaha mencerna sesuatu.

Sedangkan istriku, dia sudah berlinang air mata di pelukanku.

"Aqueena Desi Wijaya?Desi?" Tanya Aydan melihatku, aku mengangguk seolah menjawab kebingungannya.

"Dia bunda Desi?"tanya Hifzah padaku, melihat bundanya menangis dia kebingungan.

"Kenapa bunda menangis?" Tanyanya lagi pada istriku.

Belum sempat aku menjawab seseorang menegurku.

"Permisi" ucap orang itu, kami berbalik dan melihat Papa Wijaya bersama Meta.

Story of Desi (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang