Kakak

3.3K 184 6
                                    

Sintia duduk menyilangkan kakinya. Tadi ia sudah menghubungi Rafly yang ia ketahui sebagai kakak kandung Prilly. Ia tahu saat kemarin Rafly ikut bersama orang tua Prilly bahkan beradu argumen dengan Ali.

Sekarang ia akan melakukan segala cara agar Prilly bisa keluar dari kehidupannya dan Ali.

"Maaf mbak Sintia, saya terlambat"Rafly tampak tergesa gesa menghampiri. Mereka janjian jam 11 siang tapi ia baru Sampai 11.20. perjalanan lumayan panjang. Belum lagi di jalan tadi sedikit macet.
"Gak masalah. Bukan orang Indonesia kalau gak telat ya kan"Sintia kemudian mengalihkan perhatiannya ke buku menu. Mengambilnya sekilas dan membuka. "saya mau pesen salad dan lemon tea. Anda mau pesan apa pak Rafly?"
"Saya lemon tea juga"
"Gak makan?"
"Saya tadi udah makan" Rafly tampak tidak sabaran dengan Sintia.

"Saya ingin langsung saja mbak Sintia. Apa mbak Sintia yakin bisa membantu saya dan keluarga untuk membawa Prilly?"
Sintia tersenyum. Lalu mengatupkan kedua tanganya dan kemudia di taruh di bawah dagunya.
"Pak Rafly ini tidak suka berbasa basi ya"Sintia menyindir.
"Saya tidak punya cukup waktu hanya untuk sekedar berbasa basi mbak. Saya punya banyak urusan. Dan saya menyempatkan ke sini hanya karena SMS anda mengenai Prilly" terang Rafly. Ia memang jujur. Dari kemarin ia sudah coba menghubungi sahabatnya yang juga seorang pengacara ingin merundingkan masalah Prilly ini. Dan hari ini pun ia sudah janji akan bertemu setelah makan siang. Tapi ia undurkan janji itu ke setelah ashar demi menemui Sintia. Meskipun merasa tak enak hati, tapi Sintia mungkin saja memiliki informasi penting yang berguna.
"Apa yang mbak Sintia bisa bantu untuk saya dan keluarga".
Sintia diam sejenak. Kemudian menghela napas dan mengucapkan sebuah pernytaan
"Prilly tidak selingkuh"kalimat itu keluar dari bibirnya.  Rafly terperangah. "Saya yang sudah merencanakan hal itu untuk membuat Ali menerima saya kembali"
Rafly tidak menyangka. Wanita ini terlihat dri keluarga baik baik. Penampilannya pun seperti wanita baik-baik.  Tapi dibalik wajah cantiknya ia telah memfitnah adiknya. Membuat rumah tangga adiknya menjdi hancur.

"Berani-beraninya anda melakukan hal itu kepada adik saya!" Rafly mencengkeram kerah baju Sintia.
"Menyakiti saya tidak akan merubah hal apapun saat ini mas Rafly dan lagi ini tempat umum. ."

"Kalau anda bukan wanita sudah saya pastikan menonjok wajah anda saat ini"ujar Rafly sambil melepaskan kerah baju Sintia.

Keluarga itu benar-benar gila. Suaminya menikahi adiknya dibawah umur. Istrinya memfitnah adiknya. Dan bahkan satu rumah itu memperbudak adiknya. Rafly miris. Apa seperti ini hidup adiknya selama ini. Tinggal bersama orang-orang kolot dan licik ini. Rafly juga menjadi kecewa dengan Ali. Bagaimana lelaki itu bisa percaya saja. Padahal baru beberapa kali bertemu Prilly ia sudah mengenali sifatnya. Adiknya itu sangat naif dan polos. Sedari awal ia memang yakin ada yang salah dengn fakta perselingkuhan itu. Dan sekarang terbukti.
"Saya datang ke sini untuk menawarkan kerjasama pak Rafly. Bukan untuk menjalin permusuhan"Sintia berkata lagi.
"Memangnya apa. Anda akan mengakui hal ini untuk mendukung perceraian Prilly. Saya tidak yakin. Anda sendiri pasti takut kan mas Ali tahu kenyataan ini"

"Anda benar. Tapi saya bisa menawarkan satu hal. Lelaki yang saya bayar itu bisa kita ajak kerjasama lagi"
"Apa maksud anda Bu Sintia. Saya tidak paham"

"Kita bisa membuktikan bahwa Prilly tidak berselingkuh dan membuat dia mengakui penjebakan itu sebagai caranya untuk menghancurkan pernikahan Prilly. Tapi tentunya alasanya bukan karena saya yang menyuruh tapi karena dia sudah lama mencintai Prilly"

Jika fakta perselingkuhan itu ternyata tidak terbukti. Maka Ali tak akan punya senjata lagi. Perceraian bisa dilakukan. Prilly bisa dibawa pergi sekalian dengan keponakannya juga.

Rafly tampak serius berpikir. Haruskah ia ambil kesempatan ini. Atau sebaliknya menyelamatkan rumah tangga adiknya dengan mengatakan segala kebenarannya kepada Ali. Tidak. Prilly sudah sangat salah terjebak dalam pernikahan itu. Prilly bisa hidup lebih baik daripada sekedar menjadi istri lelaki itu. Prilly akan punya masa depan yang lebih baik jika bercerai. Orang tuanya pun akan bisa merawat prilly dan Digo.

"Saya setuju"Rafly berkata.
Sintia tersenyum

================================

"Ma.. " Rafly datang ke kamar ibunya. Dari saat kejadian itu sang ibu sulit sekali disuruh makan. Seharian hanya mengurung diri di kmar. Mungkin psikis ibunya sangat terguncang. Rafly memijat kaki ibunya. "Mama makan dulu ya.. nasinya nanti nangis lho kalo gak dimakan"teringat perkataan ibunya saat kecil dulu. Kini ia menggunakan nasihat yang sama untuk sang ibu

Ully merasa sangat sedih sebenarnya. Tak sedikitpun bernafsu untuk makan. Tapi ia tahu sedari tadi suaminya dan anak-anaknya bolak balik membujuknya makan. Ia tadi menolak mengatakan masih kenyang. Tapi lama-lama ia merasa kasihan. Mereka pasti juga menghawatirkannya.
Ia tak boleh egois sekedar memikirkan perasaanya sendiri.

Rafly mengambil piring di samping tempat tidur. Kemudian menyuapi ibunya.
"Ma.. Rafly janji pasti bawa Prilly kembali pada mama. Anak mama akan kembali ke pelukan mama"
Mata Ully berkaca-kaca. Kemudian mengangguk. "Sampai waktunya nanti Prilly kembali, mama harus makan yang rajin. Biar kalau dia pulang mama sehat. Mama bisa menjaganya. Jadi mama jangan malas makan lagi ya"bujuk Rafly.
Ibunya itu kemudian menangis lirih. Rafly memeluknya. Menepuk punggung ibunya menenangkan.

================================

Rafly sedang menunggu didalam mobil. Kemudian dilihatnya sebuah mobil hitam keluar dari rumah Ali.

Dia mengikuti mobil itu sampai ke tempat yang lumayan jauh dari rumah. Mobil itu kemudian berhenti.
Rafly pun ikut berhenti. Rafly melihat penumpangnya keluar.  Raflypun ikut keluar.

"Sekarang saatnya keadaan berbalik Ali Syarief."

================================

Ali turun dari mobilnya. Setengah hari ia mengawasi jalannya perkebunan hari ini. Ada beberapa tempat yang panen. Beberapa tempat lainnya sedang menanam. Ia harus datang ke beberapa tempat yang berbeda. Lahan perkebunan sayurnya ada di 10 tempat. 6 tempat ia serahkan untuk bagi hasil dengan beberapa orang kepercayaannya. 4 lainnya diurus sendiri olehnya. Dulu sewaktu ayahnya ada hampir semua kebun itu ia urus bersama sang ayah. Namun semenjak ayahnya meninggal ia memutuskan untuk menyerahkan kebun itu ke beberapa orang.

Ali teringat dengan Prilly yang masih ia kurung di kamar. Prilly ia kurung di kamarnya dulu bersama Ali. Ruangan yang tak pernah ia gunakan lagi semenjak perselingkuhan Prilly dulu. Tapi menjadi tempat yang ia gunakan untuk mengurung Prilly.

Saat memasuki rumah suasananya sangat tenang. Hanya ada beberapa pembantu dan penjaga yang hilir mudik. Ia kemudian menatap pintu ruangan tempat mengurung Prilly.

"Mbok mbok"
"Iya den"
"Siapin makanan ya buat Prilly. Nanti taruh aja Deket meja sana."Ali tak mengizinkan siapapun keluar masuk ruangan itu. Kuncinya pun sengaja ia kalungkan di leher. Ia sendiri yang mengantarkan makanan ke kamar Prilly. Ali kemudian beranjak ke kamar pribadinya dan membersihkan dirinya sendiri. Teringat Digo biasanya siang-siang begini biasanya suka menangis. Tapi sekarang tidak ada suaranya. Sedang tidur kah?. Ali segera memakai baju kaos dan mengusap sebagian rambutnya yang masih Basah dengan handuk. Ia keluar melihat makanan Prilly dekat meja. Ia kemudian mengambil piring itu. Ia ambil kunci dari lehernya dan membuka pintu itu. Tapi saat memasuki kamar itu, Prilly tidak ada. Pintu kamar mandi ia buka juga. Tapi tetap tidak ada.

Ali kemudian berlari ke kamar Digo berada. Kosong. Tak ada Digo disana. Hanya bude Ratmi yang tampak tidur pulas. Kemana Digo dan kemana Prilly.

"Bude.. bude mana Digo bude?" Ia menggoyangkan tubuh budenya. Saat kemudian bude Ratmi bangun dari tidurnya Sama kagetnya.
"Tadi di situ Li.. dia tidur tadi. Bude tadi tidur sebentar"Ali menjadi semakin panik. Mana Sintia? Mana wanita itu.
"Mung mungkin di bawa Sintia Li."

"Prilly gak ada dikamar bude. Prilly gak ada dikamar. Digo juga gak ada"
Ali mengacak rambutnya sendiri. Kemudian mondar-mondir. Ia khawatir, panik, takut, marah menjadi satu.

"Bude tuh ga becus tau gak. Disuruh jagain anak kecil aja kecolongan"Ali emosi. Kemudian bergegas keluar.

Jangan-jangan ini kerjaan keluarganya Prilly. Sialan!

JANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang