Kalau ditanya, apa aku cape? Tentu aja capek.
Capek menunggu balasan kamu disaat tulisan online mengisi last seen WhatsApp kamu. Capek harus menangis setelah membaca pesan balasan yang sangat singkat setelah banyak kata yang aku kirimkan.
Tapi mau bagaimana lagi, ini pilihan aku sendiri. Kalaupun mau ngeluh sama kamu, pasti kamu bakal bilang. 'Aku gak pernah nyuruh kamu buat ngelakuin ini semua, kalau kamu lelah, kamu bisa berhenti.' Sejauh ini, alasan itu yang membuatku tetap bungkam dan mencoba untuk tetap baik-baik saja setelah perasaan hancur ini yang tidak kunjung sembuh.
Aku peka dan aku mengerti, saat kamu bertanya apa aku gak lelah terus mengirimkan pesan pada kamu? Jawabannya, kamu pasti sudah tahu. Hanya saja, makna di dalamnya, kamu menyuruhku untuk berhenti dan menjauh dari hidup kamu, begitu bukan?
Beberapa hari kamu pasti merasa tidak nyaman karena aku, karena sikapku, karena semua pesan yang aku kirimkan juga perasaanku. Tahukah, sebenarnya kamu berhasil menyakiti aku walau tidak berkata atau bersikap kasar sama sekali.
Aku sungguh lelah saat harus menangis setelah membaca balasan pesanmu, kemudian kembali menegarkan diriku sebelum akhirnya kembali membalas pesan singkatmu dengan banyak kata hangat dan bersemangat di dalamnya. Walau pada kenyataannya, banyak air mata yang jatuh ketika mengetiknya.
Mengapa? Mengapa harus terjadi lagi? Mengapa aku harus kembali mencintai seseorang yang tidak akan pernah bisa mencintaiku juga? Aku mencintai kamu tulus, tapi lagi-lagi aku harus sadar diri, because I'm not beatiful, right?
Aku pikir jika aku cantik, mungkin aku masih mempunyai kesempatan bukan? Kesempatan untuk membuat kamu meliriku dan membalas perasaanku. Iya, setiap aku mendapat penolakan keras dari orang yang kusukai, aku selalu berpikir seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMUA RASA YANG TERCURAH
RandomDisaat kamu merasa sendiri dan tidak punya siapapun di sisimu. Kamu hanya perlu mencari aku.