25

38 5 3
                                    

Saat ini Bu Yuna, Joshua, Ica, Lita dan Dio tengah duduk di salah satu meja panjang di perpustakaan. Seperti biasa, suasana perpustakaan selalu sepi bahkan di saat jam istirahat begini.

"Lita, Ibu mau tanya sama kamu." Kata Bu Yuna membuka percakapan, membuat Lita jadi menegakkan tubuh dengan kepala menegak.

"Kenapa kamu nuduh Raya? Kamu enggak tau apa yang terjadi sebenernya kan?" Tanya Bu Yuna pada Lita.

Mereka bicara dengan suara pelan. Walaupun sedang sepi, tetap saja peraturan tidak boleh berisik di perpustakaan tetap berlaku. Dan lagi, mereka memang sengaja agar pembicaraan mereka tidak didengar orang lain.

"Waktu anak IPS 1 bawa Ica ke UKS, mereka bilang kalo mereka liat Raya keluar dari toilet dengan muka panik," kata Lita mulai bercerita. "Saya juga liat waktu dia balik ke pinggir lapangan gabung sama temen-temennya dia kaya ketakutan gitu. Pas ditanya temennya kenapa dia jawab ada orang asing yang maksa minta ID Line dia. Dari situ aja kita udah bisa tarik kesimpulan kan Bu? Dia pasti abis ngelakuin sesuatu makanya dia ketakutan." Kata Lita panjang lebar tanpa berhenti.

Dio yang tadi sedang berpikir mencoba mencerna cerita Lita jadi menganggukkan kepala, "bener juga. Berarti Raya emang ada kemungkinan ngelakuin sesuatu ke Nathisa," kata Dio menunjuk Nathisa yang duduk di posisi tengah.

Nathisa yang duduk di sisi meja yang berbeda dengan Bu Yuna ataupun teman-temannya yang lain jadi mengulum bibir ke dalam.

"Tapi cara kamu datangin Raya ke kelas itu salah, Ta." Kata Bu Yuna masih tidak membenarkan tindakan Lita membuat Lita jadi menunduk menyesal.

"Dengan kamu kaya gitu kamu malah secara sadar atau enggak akan kasih tau orang-orang tentang kondisi Nathisa. Sedangkan di sini kita harus rahasiain itu,"

"Maaf, Bu. Maaf ya, Ca." Kata Lita pada Bu Yuna dan Ica bergantian.

"Lo nggak salah kok. Malah gue yang harusnya minta maaf sama lo karena bikin lo terlibat masalah ini," kata Ica jadi menatap Lita.

"Nathisa, kamu masih ingat kejadian itu?"

Ica yang tiba-tiba ditanya jadi terkejut. Tubuhnya menegak dengan mata melebar. Ia jadi memandang orang-orang di meja ini bergantian. Bu Yuna, Joshua, Lita sampai Dio kompak memandang ke arahnya menunggu jawabannya.

"Itu.... Saya inget Bu, tapi....." Ica mencoba menjawab walaupun terbata-bata. "Saya cuma nggak mau masalah ini jadi panjang," kata Ica akhirnya mengaku.

Lita melengos sebal. "Tapi bukan berarti lo ngebiarin pelakunya gitu aja, Ca. Dia harus dikasih sanksi biar jera." Ucap gadis itu sudah membara lagi.

Dio yang ada di sebelahnya menepuk lengannya pelan. Mengisyaratkan gadis cantik itu untuk lebih memelankan suaranya. Membuat Lita jadi mengulum bibir ke dalam agak menarik diri.

"Jadi bener Raya yang jahatin kamu?" Tanya Bu Yuna lebih lembut. Mencoba membuat Ica tak merasa tertekan.

Ica mengangguk agak ragu. Membuat ketiga temannya jadi mendecak sebal. Apalagi Lita. Dia berusaha sangat keras agar tidak mengeluarkan umpatan serta kata-kata kasar saat ini.

"Dia ngapain lo?" Joshua kini akhirnya mengajukan pertanyaan. Ia sejak tadi diam. Hanya memperhatikan Ica yang nampak tidak nyaman dengan pembicaraan ini.

"Dia.. dia cuma narik.." ucap Ica tidak menceritakan secara detail. Ia memandangi keempat orang di meja itu. Jelas mereka semua menunggu cerita lebih lengkapnya.

Ica menghela napas. Akhirnya ia memutuskan untuk menceritakan semuanya. "Saya kaget waktu itu karena dia tiba-tiba narik saya. Dia juga pegang pergelangan tangan saya cukup kuat, makanya saya agak sesak napas dan abis itu semuanya gelap." Katanya kini lebih rinci.

HaphephobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang