33

9 3 1
                                    

Suasana di mobil saat itu terasa cukup canggung. Sepanjang perjalanan tak ada satupun dari kedua anak muda ini mengeluarkan suara. Bahkan Joshua yang katanya mau mengatakan sesuatu pada gadis di sampingnya hanya diam dan fokus menyetir. Walaupun sesekali ujung matanya melirik kecil ke sebelah kirinya.

Ica sendiri entah sudah berapa kali mengembuskan nafas untuk mencoba menghilangkan rasa gugup dan canggung. Terkadang ia bersandar pada sandaran jok mobil di belakangnya, kadang juga ia duduk dengan tegak. Sesekali ia memandang lewat kaca di sebelah kirinya lalu kembali menghadap depan.

"Sha-" "Jo-"

Keduanya sama-sama terkejut karena mengeluarkan suara bersamaan. Mata Joshua bergerak kecil tak tentu arah. Ia berdehem, mencoba membasahi tenggorokannya yang terasa kering.

"Lo duluan," ucap Joshua agak terbata.

"Enggak, lo yang duluan." Kata Ica mempersilahkan.

"Kan.. kan.. ladies first..." Joshua diam-diam merutuki diri sendiri. Kenapa dia jadi gugup begini. Sampai tak bisa menyusun kata-kata dengan baik.

"Um...." Ica bergumam sesaat. Pikirannya mencoba menyusun setiap kata yang ingin dia ucapkan. Entah kenapa rasanya seperti tidak ada satu kosakata pun dalam kepalanya yang bisa dia ucapkan.

"Lo mau ngomong apa sama gue?" Akhirnya Ica memutuskan untuk bertanya saja.

Joshua agak tersentak. Bola mata coklatnya melirik kecil ke arah Ica dengan tangan yang masih mengendalikan setir kemudi.

Pemuda tampan itu mencoba tenang, "gue baru inget soal kejadian di UKS," ucap Joshua memulai.

Kini gantian Ica yang tersentak. Kejadian di UKS? Yang mana? Saat pemuda itu menggenggam tangannya?

"Kayanya gue lagi mimpi waktu itu.. terus tanpa sadar gue pegang tangan lo..."

"Oohh soal itu. Enggak apa-apa kok santai aja. Gue juga nggak kenapa-kenapa," ucap Ica berusaha sesantai mungkin.

Joshua menoleh sebentar, "serius nggak apa-apa? Nggak ada reaksi?"

"Awalnya agak kaget sih, tapi abis itu biasa aja," kata Ica kini benar-benar lebih santai. "Terus kemaren juga udah konsul sama dokter. Kayanya sebentar lagi gue bisa hidup normal sih,"

Mendengar itu pemuda tampan yang tadinya fokus mengemudi jadi menolehkan pandangan sepenuhnya. Matanya merekah dengan mulut yang terbuka lebar dengan senyum cerah.

****

Mereka tiba di salah satu pusat toko buku serta bermacam-macam alat sekolah dan perkantoran. Bangunan yang terlihat cukup besar itu berada di sisi kanan jalan raya utama. Joshua memarkirkan mobilnya di area parkir depan gedung yang disediakan untuk pengunjung.

Setelah mobil terparkir sempurna, Ica lebih dulu melepas seatbealtnya dan segera keluar dari mobil. Joshua mengikuti dengan ikut keluar lewat pintu di sebelah kanannya.

"Mau nyari buku apa?" Tanya Joshua kini melangkah beriringan di sisi kanan Ica.

"Mau nyari novel aja sih, soalnya stok novel di rumah udah gue baca semua." Jawab gadis manis itu seadanya.

Joshua hanya mengangguk tak merespon banyak. Mereka memasuki area toko buku yang cukup besar. Saat ini tak terlalu banyak pengunjung, hanya ada sekitar 5 orang. Memang pada dasarnya toko buku seperti ini jarang sekali ramai pengunjung. Ada yang sedang berkeliling melihat-lihat rak-rak buku. Ada juga yang sedang memilih alat-alat tulis.

Gadis cantik yang kali ini menguncir rambutnya itu bergegas ke deretan buku-buku novel. Ia memperhatikan setiap judul novel yang tertera di cover depan. Mengambil salah satu lalu membaca sinopsis di cover belakangnya.

HaphephobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang