07

106 13 6
                                    

Ica duduk termenung di sofa ruang tamunya sambil menggigit-gigiti kuku tangannya. Ingin menunggu, tapi juga ragu. Pasalnya dia tidak benar-benar yakin kalau Arga akan datang ke rumahnya. Kalau dipikir-pikir lagi, itu hal yang tidak mungkin kan? Mana mungkin pemuda yang baru ia kenal itu benar-benar datang ke rumahnya. Tidak, yang tadi itu pasti hanya nomer iseng.

Kali ini gadis berambut panjang lurus itu memutuskan untuk masuk ke kamar. Memilih untuk tidak menunggu dan berharap. Apalagi ini sudah 30 menit sejak orang itu bilang akan datang kesini. Pasti dia tidak akan datang. Saat Ica baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba ia mendengar suara motor berhenti di depan rumahnya. Gadis itu dibuat terkejut setengah mati. Ica langsung buru-buru mengintip dari jendela. Melihat ada bayang seseorang di luar pagar kecilnya. Ica terkesiap, matanya membulat dengan mulut ternganga lebar. Itukah dia?

Ica sampai terkejut kaget saat tiba-tiba ada notifikasi chat masuk ke hpnya.

+628785253XXXX : gue udah sampe

Ica hampir saja melempar ponselnya ke sofa saking kagetnya. Ica gelagapan. Bingung harus apa. Entah kenapa jadi bolak-balik sendiri di ruang tamu. Tiba-tiba mengecek penampilannya. Dengan celana rumahan berwarna coklat tua dan kaos hitam bergambar micky mouse.

Aneh nggak, sih? Nggak apa-apa kaya gini aja? Atau harus ganti baju? Ica bingung. Ini pertama kalinya ada teman lain selain Lita yang datang ke rumah. Kalau Lita yang datang sih Ica tak perlu pusing. Bahkan Lita pernah datang saat Ica benar-benar baru bangun tidur dan Ica santai saja. Tapi yang kali ini berbeda. Ini bukan Lita.






Dan lagi, yang kali ini cowok.

+628785253XXXX : keluar sha

Ica makin gugup.

"Santai, Ca. Santai. Dia juga manusia. Kenapa lo panik bener?" Batin Ica dalam hati.

"Ca?"

Ica kaget setengah mati, hampir terperanjat saking kagetnya. Sang mama tiba-tiba muncul dari arah ruang tengah.

"Udah dateng temen kamu itu?" Tanya Sofi penasaran.

"Dia bilang sih udah di depan," jawab Ica seadanya.

"Ya udah atuh ih bukain pintu, " ucap Sofi sambil berjalan menuju pintu berniat membukanya. "Kenapa kamu malah diem aja di situ?"

"Mama, mama, tunggu dulu ih," Ica menahan tangan sang mama dengan panik membuat Sofi juga langsung menjauhkan tangannya dari daun pintu.

"Kenapa, sih? Kasian itu temennya udah nungguin di depan,"

"Iya bentar, mama." Kata Ica jadi gregetan. Kenapa malah jadi mamanya yang ngebet gini? "Udah mama masuk aja sana," Ica mendorong punggung mamanya pelan supaya mamanya kembali ke dalam.

Sofi hanya tersenyum menggoda sambil pasrah saja tubuhnya didorong putri semata wayangnya yang sudah panik salah tingkah.

Ica menghembuskan napas. Membuka ikatan rambutnya. Merapikan rambutnya sesaat dengan jari-jari tangan. Dan kembali menggerakan tangan mengikat rambut.

Ica berjalan ke arah pintu utama. Membuka pintu perlahan dan orang itu masih ada disana. Ica berjalan menuju gerbang. Membukakan gerbang dan terlihat cowok itu dengan jaket bomber biru dongkernya duduk diatas motor sambil memainkan ponselnya.

Merasa ada yang datang, Arga mendongakkan kepala. Matanya agak melebar saat melihat Ica ada di pintu gerbang memandangnya dengan kikuk.

"A-ayok masuk." Kata Ica gelagapan, kentara sekali gugupnya.

HaphephobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang