05

128 11 0
                                    

Arda terkejut memandang nama penelepon yang tertera di layar ponsel itu. Ia memandangnya lama sampai layar itu mati dengan sendirinya. Kemudian kembali menyala dan berdering. Menampilkan nama penelepon yang sama.

Mama is calling....

Arda menggeser tombol dial hijau. Tanpa kata menempelkan ponsel di telinga kanannya. Dalam hati berharap bahwa ini bukan dari sang mama.

"Ga, mama udah kirim uang yaa,"

Suara itu. Mendengar suara itu membuat dada Arda merasa sesak. Rasa marahnya tiba-tiba muncul kembali.

"Mama ngapain?" Tanya Arda dingin. Mencoba menenangkan gemuruh di dadanya yang makin terasa sesak.

"A...Arda? Ini-"

"Mama masih suka kirim uang ke Arga?" Tanya Arda dengan nada tak suka. "Mama nggak perlu ngirim uang ke Arga. Bang Ardi gajinya udah cukup banget kok buat biayain sekolah Arga dan makan kita sehari-hari. Aku juga udah mulai kerja part time. Jadi mama nggak usah repot-repot kirim uang ke Arga lagi."

"Da, mama-"

Gadis cantik itu langsung mematikan sambungan  tanpa mendengar ucapan sang mama. Ia mencoba mengatur napasnya yang terasa sesak. Dalam hati bertanya kenapa wanita itu masih mengganggu kehidupan mereka bertiga.

Arda bergegas ke kamar adik bungsunya itu. Tanpa mengetuk pintu gadis yang sedang kuliah semester akhir itu langsung masuk ke kamar adik bungsunya, membuat Arga yang tengah fokus membaca buku di meja belajar sedikit terkejut.

Arga menoleh, melihat sang kakak datang dengan ekspresi keruh seakan menahan marah. Arga mengerutkan kening. Merasa heran kenapa Arda tiba-tiba begini.

"Mama masih suka kirim uang ke kamu?" Tanya Arda tanpa basa-basi.

Mata Arga membelalak. Menatap tepat Arda yang juga menatap matanya tepat. Ia terkejut kenapa tiba-tiba kakaknya menanyakan hal ini padanya.

"Kenapa sih Ga? Emang uang yang dari Bang Ardi masih kurang?" Tanya Arda dengan intonasi marah tertahan.

"Bukan masalah kurang-"

"TERUS APA?!" bentak Arda akhirnya sudah tak tahan. "Kalo Bang Ardi tau, dia pasti bakal marah sama kamu."

"Kak, kenapa sih? Mama kan cuma mau kasih uang ke kita. Emangnya salah kalo orang tua mau kasih uang ke anaknya? Toh itu juga uang nggak cuma buat aku, tapi buat kita."

"Selama ini hidup kita kan udah cukup. Jadi buat apa masih nerima uang dari orang lain?" Tanya Arda pelan namun tegas, dan Arga masih bisa mendengarnya dengan jelas.

"Orang lain? Kak Arda, itu mama bukan orang lain."

"Pokoknya, Ga kamu cepetan balikin uang yang udah mama kirim ke kamu. Balikin semua sebelum Bang Ardi tau."








"Bang Ardi udah tau."

Arda membalikkan badan terkejut. Menatap kakak sulungnya yang berdiri berjarak beberapa meter darinya. Arga sendiri juga sama terkejutnya.

"Lo masih berhubungan sama orang itu, Ga?"

Arga agak menciut ditanya Ardi. Jujur, Ardi kalau udah marah sama adik-adiknya itu nyeremin. Arga tak berani berkutik.

"Mama masih suka nanyain kabar kak Arda sama Bang Ardi. Mama juga sering bilang kangen sama kita bertiga." Jawab Arga kini menundukkan kepala tak berani menatap mata kakak sulungnya secara langsung.

Arda menoleh ke Arga. Menatap adiknya dengan tatapan tak percaya.

"Lo nggak ngerti masalahnya." Sahut Ardi masih dengan kemeja biru langit dan celana bahan yang ia kenakan serta tas yang ia sampirkan di pundak kanannya.

HaphephobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang