Part 8

805 154 12
                                    


Happy Reading

"Ya Tuhan, Amira!! Siapa yang mukulin kamu?" Mama Aya terkejut mendapati anaknya pulang dalam keadaan penuh luka.

Mira didudukkan di sofa ruang tamu. Ia terus merintih memegangi wajahnya, sambil berpikir jawaban apa yang hendak ia sampaikan ke Mamanya.

"Biasalah, Mah..." jawab Mira amat santuy.

"Biasa apa? Biasa berantem kamu? Hah?!" Mama Aya mengambil es batu dan obat - obatan untuk mengompres luka anaknya.

"Aku, Yaya, sama Kity liat orangnya, Tante. Tapi ngga kenal. Kak Mira dipukulin tiga orang," celoteh Yori membuka tabir.

Mira berdecak. Anak buahnya bawel banget.

"Diobatin dulu, Tan. Kasian Miranya," ucap Chika prihatin, menyeka air mata. Ia duduk menghadap Mira. Bingung ngga tau harus ngapain. Mau ngelus pipi luka, mau megang tangan Amira lagi lebam. Jadi Chika nangis aja di situ.

"Aww..." Mira mengaduh saat Mama Aya menempelkan es batu luka memar Mira di pipi.

"Ceritain ke Mama. Siapa yang mukulin kamu?" Mama Aya agak emosi. Siapa juga yang bisa menerima keadaan anaknya seperti itu. "Kamu pasti kenal kan?"

"Ga usah lah, Mah. Nanti malah panjang."

"Yang mukulin rambutnya pendek, suaranya cempreng, badannya kurus, yang satu pake kacamata, rambut panjang," celoteh Freya.

"Iya, Tan. Bener," timpal Christy.

Mira mendelik ke Freya, tapi Freya lebih galak. Dia tidak rela Kepala Sukunya dipukulin begitu.

"Kalo kamu ngga cerita, urusan kamu sama Mamah juga lebih panjang! Ngerti kamu!" omel Mama Aya, "...jangan harap kamu bisa naik motor ke sekolah. Uang saku Mama potong, dan kamu ke sekolah bawa bekal! Mau kamu?"

Mira mengangguk mengiyakan. Mama Aya mendengus kesal, menghela nafas.

"Adoooohhh..." pekik Mira, luka memarnya di lengan ditabok Mamanya yang geregetan. Mira menangis menahan nyeri.

"Udah Tante. Kasian Mira nya." Chika menghalangi Mama Aya yang hendak mencubit Mira.

"Jangan, Tante. Ampuni Kak Mira," celetuk Yori, malah ikutan nangis. Ngga tega liat Mira dimarahi.

"Kak Mira jangan dianiaya, Tante..." tukas Christy terisak.

Semua mata menoleh ke Christy, seolah mempertanyakan apa maksud perkataannya barusan.

"Tante, kayaknya aku kenal orangnya. Baru kayaknya ya..." sahut Chika memecah keheningan, coba mengingat - ingat.

"Siapa, Chik?"

"Mungkin Kak Vivi."

"Vivi? Anak mana? Rumahnya deket sini?"

"Kakak kelas, soalnya tadi salah paham gitu di sekolah gara - gara aku dihukum," sahut Chika pelan. Ia menunduk. Merasa tak enak hati sama Mira.

"Bener Amira?" Arah pandang Mama Aya menatap penuh anaknya. Tatapannya intimidatif.

Mira mengangguk juga akhirnya. Mengakui.

"Besok Mama akan lapor ke Kepala Sekolah. Mama ngga terima."

"Iya, Mah." Mira pasrah.

Urusan Mira dan Vivi memang hanya mereka yang memahami. Ia masih menyimpan alasan itu. Tentu siapapun tidak akan bisa menerima sikap Vivi yang memaki Chika seperti tadi. Terlalu kasar untuk hal yang bisa diselesaikan baik - baik. Ditambah hukuman yang memberatkan. Wajar kalau Mira emosi. Yang membuat Mira tersenyum, dia refleks saja tadi mengakui kalau dia pacar Chika.

MirasanChika [ChiMi] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang