Part 20

1.8K 160 33
                                    


Happy Reading

Pagi hari di kamar Chika sudah ramai. Hari itu tanggal merah dan hari libur. Ada sejumlah teman main Chika di kamar yang luas itu saling adu bicara. Aneka makanan kue, roti, biskuit terhampar di meja belajar Chika jadi suguhan mereka. Para bocil bebas mengambil camilan dan makan sekenyang mereka tanpa malu - malu. Chika ingin melihat mereka bahagia, senang, dan betah di rumah Chika.

Mereka berada di sana dalam rangka menjenguk Chika. Kakinya terbalut deker lutut. Dari hasil pemeriksaan dokter, lututnya cedera karena terlalu memaksakan diri bermain basket. Jadi harus mengurangi aktivitas fisik seperti lari, bersepeda, dan melompat.

"Kak Chika, kata Mama makasih ya hapenya. Hapeku ngga kentang lagi!" Freya memamerkan ponsel baru pemberian Chika. Senyumnya manis dan wajahnya amat gembira.

"Iya, sama - sama. Bisa mabar lagi ya."

"Mabar nomer satu, belajar nomer satu setengah!" pekik Yori.

"Mabar itu kewajiban, belajar itu hak. Jadi dahulukan kewajiban daripada hak kata Pak Guru!" Christy terkekeh.

"Sesat nih Kity! Tapi bener juga sih," sergah Freya.

"Pusing gue dengerin bocil ngomong," omel Mira berdecak.

"Ihh, lucu tau!" bela Chika.

"Opung ga asik nih! Ganti kepala suku yuk!" Christy mengusulkan.

"Setuju!" pekik Yori

"Sedelapan!" sergah Freya.

"Eit, tar ngga aku kasih skin mobile legend nih?" Mira tertawa puas.

"Canda ganti, Kak Mira," Yori mengelak.

"Haha, sogokannya mahal!" goda Ara.

Mira dan Ara panik saat Chika bergerak seperti ingin melakukan sesuatu. Mereka refleks memegangi Chika agar tidak banyak bergerak.

"Chika mau apa?" tanya Mira.

"Biar kita yang ambilin," susul Ara khawatir.

"Minum."

Mira segera mengambilkan gelas di nakas dan memberikannya ke Chika. Gadis itu langsung minum air putih yang ada di dalamnya sampai habis. Padahal biasanya Chika paling malas minum air putih.

Tok tok tok

Pintu kamar Chika diketuk. Yori beranjak membuka pintu. Seseorang berambut pendek berdiri di depan pintu. Yori nampak tidak menyukai kehadiran orang itu. Wajahnya cemberut lalu cuek meninggalkan tanpa menyapa.

"Masuk, Vi..." sapa Mira.

"Makasih," Vivi membawa bunga dan sekotak coklat yang diikat pita. Ia lalu duduk di tepi tempat tidur di sebelah Mira. "Untuk Chika." Vivi menyerahkan bunga dan coklatnya.

Chika menerima dengan sumringah. "Aaaa makasih Kak Vivi." Chika menciumi wangi bunga mawar putih itu, menghirupnya dalam - dalam. Lalu menyerahkannya Mira dan diletakkan di nakas. Coklatnya Chika pegang sambil mencari ujung selotipnya.

Mira, Ara, dan bocil terdiam saat Vivi bicara. Tangan Chika memberi kode, memberikan Vivi kesempatan.

"Aku denger dari Ara kalau kamu sakit. Aku kaget banget, sumpah." Vivi malah terisak, "...aku minta maaf semuanya, ini gara - gara aku Chika jadi sakit."

"Engga, Kak Vivi. Ini gara - gara aku ngga pemanasan," Chika menepuk punggung tangan Vivi, mengusapnya.

Vivi menarik ingusnya, tangisnya makin deras. Matanya melirik lutut Chika dan kruk di dekat meja belajar. Hatinya terasa hancur. Ia tak menyadari dampaknya. Vivi menyesali semua perkataannya waktu itu. Ia sampai sulit berkata - kata.

MirasanChika [ChiMi] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang