Happy ReadingPagi - pagi sekali Mama Aya sudah datang ke sekolah. Chika nebeng sama Mama Aya sekaligus menjelaskan kronologis kemarin. Kepala Sekolah menerima mereka di ruangannya. Di sana juga ada Vivi, Dey, dan Febi yang berdiri dan menunduk. Suasana amat tegang. Mama Aya menahan amarah dari keinginannya menginterogasi ketiganya. Pak Kepsek yang akhirnya menanyai mereka.
"Kalian jawab yang jujur. Apa benar kalian bertiga yang mengeroyok seorang siswi bernama Amirah Fatin?" tanya Kepsek.
Vivi mengangkat dagunya, menatap lawan bicara, "Dhea sama Febi ngga salah, Pak. Mereka ngga ngapa - ngapain. Saya yang mukul Mira."
"Kamu membela teman kamu?" Pak Kepsek menuduh. Tangan Vivi mengepal. Tak suka kejujurannya diragukan. Ia membuang nafas perlahan agar tensi emosinya menurun.
"Karena memang kejadiannya gitu, Pak. Dhea dan Febi ngga salah." Vivi mengulanginya lagi tegas.
"Pak, boleh saya tanya anak ini?" pinta Mama Aya.
"Silahkan, Bu."
Mama Aya beranjak dan mendekati Vivi. Belum sempat Mama Aya bertanya, Vivi sudah bicara.
"Tante, saya minta maaf. Maaf banget-"
"-tunggu! Stop!" Mama Aya menggesturkan telapak tangan meminta Vivi berhenti, "Jelasin ke saya, kenapa kamu mukul anak saya? Apa salah anak saya?" Mata Mama Aya melotot, namun suaranya terkesan lembut keibuan.
"Mira mukul saya duluan di lapangan."
"Sebabnya?"
"Mira ngga terima pacarnya saya hukum squat jump waktu ekskul basket."
Arah pandang Mama Aya beralih ke Vivi lagi, terkejut mendengar sebuah kata dari penjelasan Vivi, "Tunggu, kamu bilang...pacar? Mira punya pacar?"
"Itu Mira yang bilang Tante."
Mama Aya menggumam, lalu kembali bertanya, "Lalu kamu balas pukulin anak saya? Sampe babak belur gitu?" Nada bicara Mama Aya menaik. "Berapa kali Mira mukul kamu? Saya lihat muka kamu ngga memar atau luka? Lalu kenapa muka anak saya jadi kayak gagal oplas? Hah?!"
Dey, Febi sekuat tenaga menahan tawa di sudut ruangan. Vivi yang memang mengakui salah tak memedulikannya.
"Saya minta maaf, Tante. Saya siap dihukum. Saya ngaku salah. Ngga seharusnya saya mukulin Mira," ujar Vivi lirih. Matanya mulai berkaca. Ia menyadari kekeliruannya.
"Tadi kamu bilang Mira membela pacarnya? Siapa namanya?"
"Chika, Tante..."
"Hmm...baiklah, Bapak Kepala Sekolah. Semua sanksi saya serahkan ke Bapak yang lebih berhak. Terhadap Vivi saya tidak akan menuntut apapun. Buat saya, anak ini mengakui kesalahannya saya anggap cukup," ujar Mama Aya mengusap bahu Vivi, "...hanya jika kamu mengulangi perbuatan kamu, saya tidak akan segan memperpanjang masalah ini," lanjut Mama Aya. Menggetarkan Vivi.
"Iya, Tante. Saya minta maaf sekali lagi." Vivi mencium tangan Mama Aya, tangis Vivi pun pecah. Berkali - kali ia mengucapkan maafnya lagi. Mama Aya yang melihat Vivi begitu menyesal dan tulus lantas memeluknya.
"Tante maafkan. Jangan kamu ulangi ya? Kamu dan Mira harus bertemu. Saling minta maaf. Kamu mau kan?" pinta Mama Aya, menahan air matanya.
Vivi tak menjawab. Ia menganggukan kepalanya sebagai respon. Dey di sudut ikutan berlinang air mata. Febi meringis menahan buang air kecil.
Persoalan Vivi memang belum selesai. Orang tua Vivi baru hadir dua jam setelah Mama Aya datang. Baru nanti akan diputuskan hukuman skorsing untuk Vivi. Mira sendiri diskorsing selama tiga hari karena berkelahi di lingkungan sekolah. Mama Aya menerima konsekuensi dari sikap anaknya ke Vivi dengan lapang dada. Terlepas dari siapa yang lebih dulu memulai.

KAMU SEDANG MEMBACA
MirasanChika [ChiMi] [END]
FanfictionDengan mata coklatku ini, apakah kamu akan berpaling dariku? Hai namaku Ica si meresahkan. Cerita tentang Chika, Mira, Vivi, Ara semasa SMP.