Dua Puluh Empat : Sisi Cerita

433 69 148
                                    

Siapa ini yang settang setting beginiiiii!?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siapa ini yang settang setting beginiiiii!?

Siapa ini yang settang setting beginiiiii!?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pusing banget bocil-bocil jadi satu. Alias, aaaaa krispizeeekuuuu😭

Guling-guling gesre bangettt

...

Langit Jakarta masih berwarna kelabu dengan awan hitam yang tebal mengungkung bumi. Kilat mengakar rendah, menciptakan terang berpijar di langit seberang. Suara jatuhan jutaan ciprat air itu juga semakin riuh, menyapu bahu-bahu jalan beserta atap-atap kendaraan yang makin lama makin banyak berceceran di jalanan ibukota yang tak pernah sepi. Belasan—mungkin juga puluhan—kendaraan roda dua mengusaikan cumbuan roda mereka di emper-emper toko, di musala-musala terdekat yang masih bisa dijangkau mata mereka di sepanjang jalan siang ini. Noda-noda tanah mulai membekas di lantai-lantai putih toko pinggir jalan, ketika sepatu-sepatu manusia itu menjejaki mereka dengan cumbuan halus yang penuh gesa.

Mendadak, semuanya terasa pengap dan sesak karena manusia yang berhimpitan mencari teduh dari hujaman air langit yang tengah membasuh.

Warung Bu Kadar—warung makan yang eksistensinya jauh dari pandangan manusia-manusia sibuk di luar sana tapi selalu dicakup oleh mereka-mereka yang senang menyisih dari ingar bingar lalu lalang manusia. Berada di ujung gang sempit yang untuk masuknya saja harus memarkirkan motor dua ratus meter dari warung itu menjadikan Vio—bersama dengan Kandiya tentu saja—menjuluki tempat ini sebagai hidden gems-nya Jakarta. Bagaimana kelezatan makanan yang wanita paruh baya bertubuh tambun itu berikan pada setiap pelanggan, lalu pelayanan yang benar-benar jauh dari kata ketus bahkan sombong, membuat Vio dan Kandiya betah berlama-lama singgah di tempat ini.

Lihat saja perempuan yang hari ini baru saja tiba di Jakarta beberapa jam lalu, ia bahkan masih terlihat nyaman dengan posisi duduknya yang menghadap piring bubur suro dan teh hangat sebagai minumannya.

"Apa Cuma warung ini, ya, yang jualan Bubur Suro meski bukan Tahun Baru Islam?" Kandiya baru saja menyeruput kuah kuning terakhir dari dua piring makanannya siang ini. Meraih gelas besar di sebelah tangan, menyesap tehnya dengan sedotan yang sudah ia gigiti ujung-ujungnya. "Ini gue kalau masih ada nambah lagi juga kuat, sih"

End Up With You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang