Bodo amaaaatttt
Kapal w cuma ViKuy.
Titik.
Harga mati gabisa dinego🤙🏻…
Kemarin, dunianya masih baik-baik saja.
Tawa itu masih bisa dia tebar kendati tak selepas hari-hari sebelumnya ketika satu dua kelakar manis keluar dari bibir tipis pria yang sekarang tengah ia pandangi lekat-lekat punggungnya dari bibir pintu.
Kemarin, semuanya masih terlihat sama—pagi-pagi yang indah dengan sedikit cekcok kecil di balik pantry karena permasalahan remeh temeh perihal akan sarapan apa mereka bertiga pada pukul enam pagi nanti. Masih ada ribuan amarah yang menumpuk di ubun-ubun saat pria dengan gigi kelinci di hadapannya itu dengan tak tahu dirinya pergi tanpa kata saat sarapan yang ia buat belum disentuhnya sama sekali dengan alasan yang membuat sepasang telinga jengah mendengarnya. Masih ada kecemburuan-kecemburuan kecil yang melingkupi hatinya saat ia—tuannya dulu—memberikan satu dua perhatian kepada gadis kecil tetangga kamarnya yang memperkenalkan diri sebagai Marsha, atau tidakan-tindakan manis penuh romantisme yang ia lakukan kepada bintang papan atas bernama Shani Indira serta jangan lupakan bagaimana perdebatan-perdebatan tiada habisnya—namun menggemaskan—yang sering ia lakukan bersama Kandiya Rafa yang belakangan masuk ke dalam sederet daftar ancaman dalam kehidupannya pada relung jiwa Vio Rasendriya yang sampai hari ini masih saja ia puja entah karena apa.
Baru kemarin juga rasanya ia berbahagia sebab dapat bersua kembali dengan lelaki itu setelah membiarkan jarak membentang di antara mereka berbulan-bulan lamanya dan sekarang pria itu, pria sejuta pesona yang ia kenal sebagai pembunuh paling keji tatkala usianya baru menginjak angka lima, harus kembali bertolak ke negara mereka sebab studinya yang telah selesai.
Ada ketidakrelaan yang bersemayam di dalam dadanya tatkala harus melepaskan lelaki itu dari kehidupannya. Ada ketidaksediaan saat melihat manik mata legam itu meminta pamit untuk pulang di hari esok, meninggalkan flat mereka yang benar-benar penuh kesan bagi perjalanan mereka menimba ilmu di Jerman bertahun-tahun lamanya—sejak strata dua mereka yang pertama, hingga akhirnya berhasil mengentaskan gelar keduanya tahun ini.
Chika embuskan napasnya perlahan. Mengangkat bahu yang semula bersandar ringkih pada dinding putih khas kamar Vio kemudian menyeretnya ke bibir ranjang. Menjatuhkan tubuh di sana, yang secara refleks membuat kepala Vio menoleh ke arah kiri—menitikkan pandangan mereka dengan tiba-tiba.
Satu detik, dua detik, lima detik.
Vio akhirnya mengusaikan kontak mata tanpa sengaja itu dengan segera. Kembali menatap koper berisi helai-helai pakaiannya yang hampir masuk seluruhnya. "Ada apa, Chik?"
Chika menggeleng singkat. Menyodorkan satu kotak berukuran besar dengan warna cokelat susu dan pita cokelat kayu sebagai lilitannya. "Kado wisuda buat kamu. Enggak mahal, sih, tapi semoga bermanfaat buat kamu"
Butuh beberapa detik bagi Vio menerima uluran kado itu dari Chika. Menimang-nimang serta mempertimbangkan apa yang akan terjadi andai saja ia menerima benda ini.
"Vino tahu?"
Chika menggeleng. "Enggak akan peduli juga. Aku pakai uangku, kok, yang beli. Tenang aja"
"Bukan itu, Chik" Vio dorong kotak itu agar menjauh darinya, menjatuhkan diri di sebelah Chika kemudian menyelami netra semagis sihir itu dengan mata segelap obsidian yang ia punya. "Terlepas ini pakai uang kamu atau uang dia, Vino tetap suami kamu. Dia berhak tahu apa-apa aja yang kamu lakuin, apa-apa aja yang kamu beli dan itu buat apa sama buat siapa. Jangan kerdilkan peran dia—seenggak cintanya kamu sama Vino. Karena dia tetap suami kamu, yang paling berhak atas semua hal yang ada di diri kamu"
![](https://img.wattpad.com/cover/249544287-288-k47545.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
End Up With You [COMPLETED]
FanficMemperkenalkan, Vio Rasendriya dan Yessica Tamara; Vio suka menyusup ke dalam gereja. Duduk di barisan paling belakang, mengangkat tangan hingga telinga sebelum akhirnya bersidekap di depan dada. Memejamkan mata, merapalkan doa-doa dan berpasrah kep...