Hayara sudah berada di bandara ditemani oleh asistennya setelah mengatakan akan kembali ke China beberapa hari yang lalu. Dia tidak membawa terlalu banyak barang karena dia memang tidak berniat untuk tinggal lama di sana. Setelah merayu kakek neneknya hingga mengatakan "Ya". Dia akan kembali dan mengubah status kewarganegaraannya kemudian hidup damai di negara ini. Membayangkannya, Hayara tidak bisa menahan senyum yang memaksa keluar. Membenarkan pakaian yang di kenakannya, tangannya yang lain menggenggam erat pegangan koper.
Sayangnya dia baru saja diberi tahu bahwa penerbangannya harus diundur beberapa jam karena suatu masalah. Jadi dia hanya bisa duduk dan diam di ruang tunggu bandara. Asistennya juga ikut menemaninya menunggu dan duduk di sampingnya. Orang itu beberapa kali menghela napas dan terus melihat kanan kirinya. Hayara tidak bisa menahannya lagi dan menegurnya.
"Berhentilah menghela napas!" Suaranya memang selalu tegas tetapi juga terdengar lembut dan penuh kasih sayang.
Melihat ke arah bosnya. "Maaf bos, aku hanya bosan."
"Aku sudah mengatakan, kamu bisa pulang." Hayara menggeleng pelan ketika membalas.
Mina dengan cepat menggeleng. "Tidak bos, aku akan menunggumu." Karena tidak ingin bosnya marah, dia mengikuti perintahnya untuk tidak menghela napas lagi.
"Bos," panggilnya.
Hayara lantas menoleh dan dengan wajah terlihat bingung. "Ada apa lagi?"
"Bos, tidak kah kamu merasa janggal dengan jejadian hari ini. Kita hampir saja terlambat, lalu malah terjebak dalam kemacetan, dan sekarang pesawat yang akan kamu tumpangi harus diundur." Mina berhenti sebentar, sebenarnya dia merasa tidak enak untuk mengatakannya, tetapi ini benar-benar mengganjal pikirannya. Ini terasa sangat aneh dan mirip seperti sebuah pertanda menurutnya. "Bukan kah itu seperti kamu sebenarnya tidak boleh kembali ke China?"
Hayara tidak bisa menahan tawanya mendengar apa yang baru saja asistennya katakan. Bagaimana mungkin bocah ini bisa berpikir seperti itu? Berapa usianya sekarang, aku yakin dia sudah cukup dewasa. Setelah beberapa saat dia berhenti tertawa dan berkata, "Jika kamu mempunyai waktu lebih, maka gunakan itu untuk memikirkan hal lain yang lebih berguna."
Mina merengut. "Bos, aku tahu ini terdengal konyol tapi ini mungkin saja benar. Kamu tidak boleh kembali ke sana. Bagaimana jika ... jika terjadi sesuatu padamu."
Hayara memijit pelipisnya sebelum menjawab. "Dengarkan aku, aku tahu kamu khawatir tapi itu tidak perlu. Aku akan baik-baik saja dan kembali dengan selamat. Aku hanya ingin menemui keluargaku di sana lalu aku akan kembali. Jadi tenang saja, oke?"
Mendengar kata-kata bosnya, Mina mencoba menenangkan dirinya. Dia mengangguk dan tersenyum. "Sepertinya kamu benar bos, aku hanya terlalu khawatir padamu. Kamu tahu kan, kamu adalah orang yang sudah membantuku dan keluargaku, aku sangat berhutang budi padamu. Dan aku sudah menganggapmu seperti kakakku sendiri."
Hayara merasa senang tetapi tidak ingin menunjukkannya. Menatap lurus ke depannya melihat orang-orang yang berlalu lalang. "Ya, aku tahu" Setelah mengatakan itu, suasana kembali menjadi tenang. Tidak ada di antara mereka yang berbicara lagi.
"Tapi bos, apa kamu benar-benar tidak merasa ada yang aneh?" Mina kembali bertanya setelah beberapa saat diam.
Hayara kembali geram. Dia mendengus dan dengan dingin membalas. "Tidak." Matanya melotot tajam, melihat Mina akan kembali mengatakan sesuatu, dia segera menambahkan kata-kata. "Berhenti bertanya tentang hal seperti itu." Mina dengan terpaksa menutup kembali mulutnya agar bosnya tidak marah.
Setelah menunggu hingga satu setengah jam lamanya, akhirnya itu adalah jadwal penerbangan pesawatnya. Dia bangkit dari tempat duduknya menuju pesawat, menyuruh asistennya untuk segera pulang dan dia memasuki pesawatnya lalu mencari tempat duduk. Duduk dengan tenang di dalam pesawat. Karena penerbangan dari Indonesia ke China memerlukan waktu sekitar tujuh jam, maka dia memutuskan untuk tidur.
Ketika dia bangun, itu barulah beberapa jam berlalu. Dia terbangun dengan paksa karena guncangan pesawat yang begitu keras. Pada awalnya dia berpikir jika itu adalah hal yang lumrah untuk pesawat mengalami turbulensi. Saat ini pesawatnya berada pada ketinggian 35.000 kaki di mana itu cukup tinggi. Tetapi setelah beberapa saat lamanya, guncangan pesawat tidak juga berhenti. Pesawatnya mengalami turbulensi hebat, menyebabkan semua penumpang menjadi panik dan mulai berteriak. Suara mereka bersahutan dengan suara dari pramugari yang mencoba menyuruh mereka untuk tenang dan memberikan instruksi. Hayara tidak bisa berpikir dengan jernih dalam kondisi seperti ini, jadi dia hanya bisa dengan patuh mengikuti setiap perintah pramugari tersebut. Mengencangkan sabuk pengamannya dan membenarkan posisinya sesuai instruksi. Sampai pandangannya menggelap tiba-tiba dan dia tidak bisa lagi merasakan tubuhnya.
Ini bukan lah pengalaman pertamanya menaiki pesawat. Dia sudah berkali-kali terbang dari China ke Indonesia atau pun sebaliknya. Dan selama itu pula dia tidak pernah membayangkan hal seperti ini akan terjadi. Kini dia mengingat semua perkataan asistennya. Jadi bisa kah dia menyesalinya sekarang, karena itu sama sekali tidak akan mengubah apapun. Seharusnya dia bisa sedikit saja berpikir seperti Mina dan menganggap apa yang terjadi padanya itu mungkin adalah pertanda sehingga seharusnya dia kembali ke rumah jadi dia akan selamat. Terkutuk lah kamu, Mina. Apa kah kamu seorang cenayang?
.
.
.
.
.
Tambahan :
Ketika mereka terjebak dalam kemacetan. Hayara memandangi ke luar kaca mobilnya. Deretan mobil yang saling berdekatan membuat jalan terlihat sangat padat.
Hayara: "Seharusnya aku sudah sampai di bandara."
Mina: "Maaf bos, aku terlambat menjemputmu dan sekarang kita terjebak kemacetan." (Menampilkan ekspresi kecut karena merasa tidak enak hati)
Hayara: "Hmm." (Berkata dengan dingin dan terlihat marah)
Mina: "........" (Diam dan menahan senyum getir) 'Bos, apa kamu marah?'
==========
26032021
KAMU SEDANG MEMBACA
Rebirth: Terlahir Kembali Menjadi Seorang Superstar
Romance[Original Indonesia] Ini bukanlah pengalaman pertamanya, Hayara Li sudah berkali-kali menaiki pesawat, tetapi tidak sedikit pun terlintas dalam pikirannya dia akan mengalami kecelakaan. Pada ketinggian 35.000 kaki, pesawat yang ditumpanginya tiba-ti...