Beberapa bulan berlalu dengan cepat, secepat kilat dan tidak terlihat kedatangannya. Pengerjaan skripsinya selesai tepat waktu dan dia juga berhasil lolos sidang meskipun harus melakukan revisi pada beberapa bagian. Sekarang hanya perlu menunggu wisuda, maka setelah itu terjadi dia benar-benar akan bebas.
Kebiasaan lama Hayara kembali terulang setelah beberapa waktu terhenti akibat kesibukannya. Dia kembali berkunjung ke kafe milik Qian.
Udara menjadi dingin di malam hari. Hujan sudah berhenti beberapa saat yang lalu. Namun, masih meninggalkan bekas air yang menempel di kaca. Itu terlihat berkilau ketika cahaya lampu mengenainya. Saat itu baru pukul delapan malam dan secangkir kopi akan menjadi hal paling menyenangkan untuk dinikmati.
Mata Hayara melebar menangkap sosok pemuda berjalan ke arahnya dengan nampan dan sebuah cangkir di atasnya. Pemuda itu meletakkan cangkir ke atas meja dan menawarkannya dengan kata-kata yang manis, biasanya untuk memikat pelanggan.
Qian berniat kembali sebelum suara wanita itu membekukan langkahnya. Dia kembali diam, memandang pada sosok Hayara. "Ada apa?" Suara Qian sangat lembut ketika berbicara dengan perempuan. Dia jelas menganggap wanita adalah sesuatu yang harus diperlakukan secara khusus dengan penuh kehati-hatian. Dia hanya tidak ingin menyakiti mereka. Karena berurusan dengan mereka jelas merupakan jalan lain untuk menyatakan peperangan dan bunuh diri. Terkadang mereka akan sangat menyeramkan.
"Bisakah kita bicara dengan santai? Sekarang pengunjung tidak terlalu ramai jadi bisakah kamu menemaniku mengobrol?"
Suasana ini sangat mendukung, di hari biasa pengunjung akan datang memenuhi tempat ini. Namun, karena hujan turun sepanjang sore, orang-orang akan malas pergi keluar. Mereka lebih memilih tinggal di rumah dan bersembunyi di bawah selimut untuk menghangatkan tubuh.
Qian nampak berpikir tapi dia setuju dan memilih duduk.
Sebelum ini, Hayara begitu penasaran mengapa Qian keluar dari pekerjaannya di hotel. Dia adalah kepala chef di restoran hotel. Ayahnya tahu akan potensinya jadi dia (Ayahnya) tidak mungkin memecatnya. Namun, karena dia menjadi orang lain yang tidak dikenal oleh Qian, Hayara menahan dirinya untuk bertanya sehingga dia menunggu sampai mereka menjadi dekat untuk seorang teman yang bisa berbagi informasi.
"Apa yang kamu ingin kita bicarakan?" Qian bertanya.
"Kudengar kamu pernah bekerja di restoran hotel." Hayara berhenti sebentar, meskipun wajahnya sangat tenang tetapi dia cukup gugup. Sebenarnya alih-alih menempatkannya pada label gugup itu lebih tepat disebut takut. "Mmmm ... jika aku boleh tahu itu, kenapa kamu berhenti bekerja di sana?"
Qian tidak pernah berharap orang lain akan bertanya tentang masalah ini selain ibunya. Lebih dari itu dia bahkan tidak pernah berpikir jika orang lain akan peduli dengan alasannya. Jadi mendengar orang di depannya bertanya itu cukup mengejutkan.
Hayara tidak pernah merasa mereka cukup dekat bahkan untuk menjadi teman. Namun, ketika itu terjadi, Qian menawarkan kopi yang dia buat untuk Hayara cicipi. Qian baru saja belajar meracik kopinya sendiri dan Hayara menjadi orang lain pertama yang mencobanya setelah para pegawainya. Bukankah ini artinya cukup dekat? Setidaknya Hayara berpikir itu artinya mereka dekat. Jadi setelah menunggu kembali selama berbulan-bulan, hari ini dia berani bertanya.
Seharusnya di kehidupan barunya ini, Qian bukanlah masalahnya. Namun, sebagai seorang bos, Hayara merasa bersalah jika terjadi ketidak adilan yang menimpa pekerjanya.
"Sebenarnya itu karena suatu alasan pribadi." Qian menjawab dengan hati-hati.
Hayara menjadi orang yang tidak peka dan mendesak jawaban. "Ya?"
Qian merasa tenggorokannya tersumpal air liurnya sendiri. Dia ingin meledak saat ini juga. Lalu kenapa kamu masih bertanya jika aku menyebutnya masalah pribadi? "Itu tentang bosku."
Hayara memilah kata demi kata dari kalimat Qian lalu menggabungkannya. "Kamu memiliki dendam pribadi dengan bosmu?"
"Tidak! Itu tidak benar!" Qian dengan cepat membantah. Bagaimana kamu bisa berpikir ke arah sana?
Hayara membenarkan posisi duduk, kedua tangannya di atas meja dengan salah satu tangan menopang dagu. "Lalu jelaskan padaku ada masalah apa kamu dengan bosmu itu?"
Qian terlalu bingung. Kenapa kamu seperti seorang kekasih yang mencari kebenaran? Dan kenapa aku seperti seorang kekasih yang ketahuan selingkuh?
"Baik lupakan bosku. Akan kuberitahu alasannya. Aku menyukai seseorang yang bekerja di sana, suatu hari dia pergi dan ternyata dia tidak pernah kembali lagi. Jadi aku memutuskan untuk pergi juga."
"Hanya karena itu?" Hayara yang keheranan tidak puas dengan jawaban Qian. "Jika jadi kamu aku akan mencari orang lain."
Seulas senyum tipis muncul di wajahnya, Qian menggelang kecil. "Kamu tidak akan mengerti jika tidak merasakannya sendiri. Aku tidak pernah jatuh cinta, begitupun padanya, aku hanya kagum dengan ketegarannya. Tapi setelah dia pergi aku sadar jika perasaanku tidak pernah menghilang dan ini semakin sesak mengetahui dia tidak akan kembali lagi."
Orang pintar ini, masa seseorang menyukai orang lain itu hanya empat bulan, jika lebih dari itu artinya kamu mencintainya. Ini bahkan sudah hampir setengah tahun tapi kamu belum bisa melupakannya. Ah, tapi siapa orang itu?
Hayara tidak akan bertanya lagi. Merasa satu kalimatnya sudah menyinggung pihak lain, dia dengan cepat memikirkan jalan keluar. Dia tidak menemukan hal lain yang mengisi otaknya selain jadwal kelulusan universitasnya. "Lusa adalah hari kelulusanku, apa kamu mau datang?"
Perubahan arah topik terjadi secara cepat membuat otak Qian berproses lamban. "Bukankah itu dihadiri oleh orang terdekat?"
Hayara mengangguk. "Tentu saja! Karena kita dekat jadi aku mengundangmu, kita ini teman bukan?"
Kamu tidak terlalu mengerti arti kata dekat yang ku maksud. "Baiklah akan aku usahakan untuk datang."
Setelah membicarakan beberapa hal lainnya, Qian memutuskan untuk kembali ke belakang. Hayara sendiri menunggu sampai kafe tutup dan membawa adiknya kembali. Kafe itu tutup setelah jam sepuluh malam.
Renzi terlihat lelah dan wajahnya yang tampan menjadi kusut. Bersandar pada kursi, dia duduk dengan tenang di dalam mobil. Matanya menutup rapat dan terdengar suara napas mengalun teratur darinya.
Hayara melirik sekilas melalui ujung matanya, mengehela napas sebelum bicara. "Kamu bisa berhenti bekerja jika kamu mau. Aku juga kasihan melihatmu pulang larut malam dengan wajah lelahmu." Suara Hayara sangat pelan ketika mengatakannya, itu juga tersamarkan oleh suara mesin. Namun, siapa yang akan menyangka ternyata anak disampingnya itu tidak tidur dan berhasil mendengarnya.
Dengan kesal membuka matanya, perubahan ekspresi wajahnya sangat tidak mengenakkan untuk dilihat. Alisnya merajut dan keningnya mengkerut. Kemana wajah tampannya itu pergi?
"Aku tidak lelah dan aku tidak akan berhenti bekerja." Renzi membantah dengan nada sarkas yang menakutkan.
Hayara, "Ya ya ya, terserah padamu. Lagipula aku tidak memaksa."
.........................
Tambahan:
Penulis: "Setelah membaca bab ini aku merasa Nona Li telah banyak berubah."
Hayara: "????"
Penulis: "Kamu begitu mencampuri urusan Qian. Kamu juga terlihat tidak senang ketika Qian menyukai orang lain di hotel. Katakan, kamu menyukai Qian, bukan?"
Ketika Hayara memikirkannya, dia tersenyum senang.
Hayara: "Tentu saja! Siapa yang tidak menyukai pria sepertinya, matanya pasti tertutup oleh energi Yin pekat yang membuatnya buta, ah!"
Sementara itu, Qian diam-diam mendengarkan mereka bicara.
Qian: "........" (Tidak mampu berkata-kata, sangat malu tapi juga senang di waktu bersamaan)
=========
03092021Terima kasih sudah membaca.
Maaf jika masih ada typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rebirth: Terlahir Kembali Menjadi Seorang Superstar
Storie d'amore[Original Indonesia] Ini bukanlah pengalaman pertamanya, Hayara Li sudah berkali-kali menaiki pesawat, tetapi tidak sedikit pun terlintas dalam pikirannya dia akan mengalami kecelakaan. Pada ketinggian 35.000 kaki, pesawat yang ditumpanginya tiba-ti...