Chapter 26

519 46 2
                                    

Mengawasi adiknya bekerja selalu menjadi kegiatan menyenangkan yang Hayara lakukan saat jadwal kosongnya datang. Sayangnya setelah masa cuti kuliahnya berakhir dia tidak memiliki banyak waktu lagi untuk melakukannya. Di pagi hari dia akan pergi ke kampus dan pulang saat  sore hari. Selanjutnya di malam hari dia akan menjadi bintang tamu di acara TV yang mengundangnya. Atau terbalik, dia akan menghadiri acara TV di pagi dan siang hari lalu jadwal kampusnya di sore hingga malam harinya. Semua jadwal kegiatan paling banyak ditentukan oleh jadwal kuliahnya.

Tiga bulan ini, dia menjadi sibuk dengan kegiatan kuliahnya yang memadat. Sebenarnya itu adalah mengumpulkan bahan yang dia butuhkan untuk menyusun skripsi. Hayara muda mengambil jurusan management bisnis, sama seperti dirinya. Sayangnya Hayara sudah lulus terlalu lama dan hampir melupakan sebagian besar yang dipelajari di universitas dulu. Walalupun dia juga berbisnis, itu lebih mirip kegiatan praktik dan bukan teori. Sedangkan menyusun skripsi terlalu dipenuhi ulasan teori dan masalah.

Jari-jari tangannya bergerak cepat di atas papan kunci laptop. Dia sudah duduk di depan meja dan menhadap benda elektronik di depannya selama tiga jam penuh hingga matanya menjadi kering. Ketika itu terjadi dia akan berhenti sebentar untuk mengistirahatkan mata dan meregangkan otot-otot tubuhnya. Bunyi gemeretak tulang yang bergerak tercipta ketika tubuhnya yang kaku direnggangkan. Rasanya sungguh enak. Seolah-olah tubuhnya yang sudah menjadi batu selama ratusan tahun ini kembali hidup dan mendapat kebebasannya.

"Ya, Tuhan, apa tempat ini baru saja terkena badai tornado?" Yina yang baru saja datang dari kamarnya dikejutkan dengan keadaan ruang tengah yang hancur.

Ketika Hayara mulai kembali ke universitas, Yina menjadi tidak terlalu sibuk dan lebih sering menganggur setiap harinya. Meski begitu dia akan mengantar aktrisnya ke kampus atau mengurusi jadwal acaranya yang lain. Juga dia yang membersihkan apartemen dan memasak. Jadi itu artinya dia masih bekerja dan bukannya memakan gaji buta. Selain itu, dia mencoba peruntungan baru dengan menjadi reseller barang. Dia akan menjadi pihak tengah antara penjual dan pembeli, dan mengambil untung dari penjualan barang. Ya, pekerjaannya mudah, mengiklankan barang dan mencari pembeli lalu melapor pada penjual. Lagipula lingkungan pekerjaan barunya masihlah teman-temannya dulu di universitas. Orang yang sudah dia kenal lama.

Hayara tidak berniat menjawab, sebaliknya dengan acuh tak acuh berkata, "Dan kita berdua akan mati jika itu terjadi." Lagipula badai tornado sangat jarang terjadi di Indonesia.

Dalam menghadapi situasi yang sulit, orang-orang bisa menjadi orang lain untuk menyelesaikan masalahnya. Bahkan Nona Li yang mencintai kerapian berubah 180 derajat saat ini. Kekacauan yang terjadi di ruang tengah adalah hasil perbuatannya. Mengumpulkan banyak buku yang menjadi sumber materi, sayangnya dia meletakkannya di sembarang tempat dan berserakan.

Yina mendengus tanpa membalas lagi, membawa kakinya menjauh. Pergi ke dapur untuk membuat minum sebelum kembali ke ruang tengah dan menemani aktrisnya. Selesai membuat minuman, manager kembali dengan cangkir kopi di masing-masing tangannya. Satu miliknya dan satu lagi adalah untuk aktrisnya.

Yina maju, membungkuk lalu meletakkan cangkir yang dibawanya ke atas meja. Kemudian duduk di sofa, seperti niatnya di awal untuk menemani Hayara.

Hayara duduk di bawah dengan alas karpet agar lebih mudah mengetik. Dia masih mengetik dengan penuh semangat sebelum menyadari kehadiran orang lain di sampingnya. Dia berhenti, matanya berbinar menatap cangkir kopi di depannya dengan asap yang mengepul di atas. Arima kopi yang wangi menguar mengusik hidungnya membuat perasaan tidak sabar untuk segera meminumnya.

Mengambil salah satu cangkir lebih dekat dan tersenyum. "Terima kasih, manager." Dia meminumnya. Rasa pahit kopi menyebar di mulutnya bercampur dengan rasa manis dari gula, selain itu juga ada rasa susu di dalamnya. Ini enak. Setelah meneguknya sekali lagi, tanpa sadar Hayara berkomentar. "Ini enak, tapi kopi buatan Qian adalah yang terbaik."

Manager Yina mencibir, "Kamu terlalu sering pergi ke kafe itu untuk minum kopi sampai tidak bisa mentolerir kopi lainnya. Bahkan itu hanya kopi instan kemasan tapi kamu masih mengeluh tidak puas dengan rasanya karena tidak enak."

Meletakkan cangkir ke atas meja. Tanpa menoleh Hayara menjelaskan maksudnya. "Aku tidak bilang itu tidak enak, aku bilang kopi buatan Qian masih lebih enak."

Manager membuang muka, memutar bola matanya dengan malas. Tangannya menyilang ke depan dada, menambah kesan sinis di dalamnya. "Ya, Ya, apa pun yang ada di sana pasti akan selalu enak untukmu."

Hayara tidak begitu mengerti maksud ucapan managernya. Bahkan otaknya yang tumbuh dengan baik seakan-akan baru saja ditebang dan mati. IQ-nya tiba-tiba saja turun menyamai managernya. Dia bertanya, "Manager, apa maksudmu?"

Manager tidak begitu mengerti hubungan apa yang mereka miliki. Namun dia tahu ada kedekatan di antara pemilik kafe itu dengan aktrisnya. Meskipun tidak menunjukkan kedekatan secara emosional tapi sikap mereka terlalu berlebihan untuk seorang kakak dan bos adiknya. Tidak ingin berdebat lebih jauh, manager mengehela napas. "Tidak ada, aku hanya asal bicara. Jangan hiraukan aku."

Setelah manager, tidak ada lagi yang biacara. Suasanan kembali hening dengan suara ketikan pada papan kunci laptop yang Hayara mainkan sebagai latar suara.

Waktu berlalu sangat lamban bagi Yina. Tiga puluh menit menunggu Hayara bagaikan dua jam penuh di tengah gurun pasir. Sendirian, sepi, dan bosan. Yina yang awalnya duduk bahkan sudah berganti posisi menjadi berbaring di atas sofa menghadap ke atas. Sesekali arah pandangnya menangkap kepala aktrisnya bergerak tak tentu arah, menggelang dan kemudian mengangguk.

"Hayara." Yina memanggil.

Hayara masih menatap layar laptopnya ketika menjawab panggilan, sambil membaca teliti setiap baris tulisannya. Dia bertanya. "Ya? Ada apa, manager?"

Yina memutar tubuhnya ke samping, menggunakan tangan kanannya sebagai bantal. "Masih ada dua bulan lagi batas pengumpulan, kenapa kamu begitu serius mengerjakannya?"

"Itu karena ...." Kata-katanya yang berhenti seperti pupuk yang ditambahkan ke dalam tanah membuat rasa penasaran Yina tumbuh semakin besar. "Aku hanya ingin cepat selesai."

Yina, "......."

Setelah apa yang terjadi padanya ketika memilih topik dan judul untuk skripsi, Hayara semakin berhati-hati. Insiden itu tidak hanya memberi pencerahan akan betapa penting memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, tapi juga sudah melukai harga dirinya. Aku sudah ditolak sebanyak lima kali dalam menentukan topik dan judul skripsiku, kali ini akan kutunjukkan pada pak tua itu betapa pintarnya aku hingga dia akan memuntahkan kembali air liurnya yang sudah ditelan itu.

.....................

Tambahan:

Ketika Hayara bertemu dengan dosen pembimbingnya.

Hayara: (Menunjukkan topik skripsi)

Dosen: "Topik ini? Judulnya tidak menarik sama sekali." (Menggeleng)

Kesempatan lainnya setelah penolakan yang barulang.

Dosen: "Seperti ini? Lebih baik kamu menyerah dan ikut di tahun depan saja jika seperti ini."

Hayara: 'Seperti ini, katamu? Ini bahkan akan menjadi skripsi terbaik di perguruan tinggiku dulu.'

Sayangnya Hayara tidak tahu jika dunia berkembang pesat setiap detiknya.

=========
17082021

Terimakasih sudah membaca.
Maaf jika masih ada typo.

Rebirth: Terlahir Kembali Menjadi Seorang SuperstarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang