Bab 3

1.1K 293 111
                                    

Masih pada setia?

Setia itu mahal.. 

Udah cuma mau ngomong itu aja


-------------------------------------------------------




Siapa yang bisa menebaknya, jika berpura-pura bahagia malah membuatmu menemukan kebahagiaan yang sebenarnya.

Lambung Hawa kembali bereaksi. Dari awal dokter sudah memperingatinya untuk mengkonsumsi makanan sehat dan tepat waktu, jika Hawa tidak mau dirawat kembali. Akan tetapi dengan alasan kesibukannya, mengenai pekerjaan dan juga Shafi, kembali dari Bali semalam, pagi ini sakit itu muncul lagi.

Hawa hanya bisa meringis sendirian di dalam kamar, dimana tidak ada siapapun. Keputusannya untuk tetap tinggal sendiri di rumah ini memang sudah dia buat setelah selesai mengurus masalah ayahnya kemarin ini. Akan tetapi sepertinya keputusan Hawa untuk tinggal sendiri malah menjadi boomerang untuknya. Lihat saja kondisinya kini. Dia sakit, namun tidak ada yang bisa membantunya. Bahkan bayi laki-laki yang tertidur lelap di sampingnya sama sekali tidak mendengar rintihan bibir Hawa.

Mau tidak mau dia merangkak, mencari keberadaan ponselnya untuk menghubungi bang Chan, yang mungkin mau membantunya kali ini. Meskipun semalam Hawa benar-benar sudah membangun tembok tinggi mengenai pembatas untuk perasaan laki-laki itu, akan tetapi kali ini dia benar-benar membutuhkan bantuan bang Chan atas rasa sakit ini.

"Halo ..."

"Apalagi?" tanya bang Chan dengan intonasi sedikit sebal.

"Aku sakit."

Hanya dengan dua kata merintih kesakitan, emosi dan rasa kesal bang Chan atas kalimat Hawa semalam, langsung lenyap begitu saja. Terdengar suara terjatuh, Hawa seperti tahu jika bang Chan sedang terburu-buru untuk segera datang ke tempatnya ini.

"Hati-hati, ya. Aku tunggu."

***

Sambil menggendong Shafi dengan gendongan bayi, dan memapah Hawa untuk masuk ke rumah sakit ini, semua orang di sana memerhatikan mereka. Ada yang diam-diam berbisik ke teman di sampingnya, membicarakan segala hal yang muncul dipikiran mereka. Ada juga yang diam-diam mengabadikan moment ini, kemudian di share ke jejaring sosial mereka dengan caption melihat ke uwuan Hawa dan A-Chan yang makin lengket kayak lem tikus. Dan masih banyak hal lainnya yang dilakukan orang-orang di sana saat melihat kedatangan Hawa serta bang Chan di rumah sakit ini.

Sekalipun rumah sakit ini bertaraf internasional, namun tetap saja kelakuan orang-orang di dalamnya malah membuat buruk citra rumah sakit ini. Tapi masalahnya, memang siapa yang bisa mengatur apa saja yang boleh diposting dalam jejaring sosial orang lain? Tidak ada yang bisa mengaturnya. Karena itu, disaat bertemu dengan kondisi seperti ini, maka dari pihak diri sendirilah yang seharusnya lebih bisa menjaga sikap agar orang lain tidak sibuk membuat info-info sesuai hati mereka.

"Tunggu di sini sebentar," ucap bang Chan sambil mendudukan Hawa disalah satu kursi. Bibir gadis itu sangat pucat, dan rintihan sakit tidak kunjung hilang dari bibirnya. Seolah bisa menggambarkan kondisi sakitnya kini bukanlah main-main.

Sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, Hawa mencoba memejamkan matanya. Dia masih berusaha menahan rasa sakit ini, bahkan keringat dingin yang terus mengalir ditubuhnya seolah sedang berbicara jika perempuan ini tidak sedang baik-baik saja. Semua kilasan ketika masa kecilnya muncul kembali. Dulu saat dia sakit, ayahnya terus saja mengomel, mengatakan akan membelikan banyak es dan makanan pedas untuknya, agar dia bisa menikmati semua itu lalu menjerit kesakitan setelahnya. Kini tidak ada lagi omelan itu. Omelan yang terkadang terdengar pedih, namun dibalik itu ada makna yang tersembunyi.

ADAM PILIHAN HAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang