Bab 18

904 282 42
                                    

Terima kasih bagi kalian yang masih baca sampai part 18 ini. Setidaknya cerita ini hanya ditulis sampai 30 bab saja.

Dan terima kasih juga untuk kalian yang sudah bantuk koreksi typo dan koreksi lainnya.

Beruntung punya pembaca sebaik kalian semua.


Besok ada cerita baru untuk ramadhan yaw.

jangan lupa ditunggu


----------------------------------------------------------------------------



Kali ini aku benar-benar menyadari arti dari air mata ini yang terkadang hadir untuk membuatku mengerti jika segalanya patut disyukuri bukan disesali.

"Sekali lagi terima kasih, Dok."

"Sama-sama. Kamu mau langsung pulang, atau ...."

Hawa menunjukkan ponselnya kepada Adskhan dimana ada pesan dari mamanya yang mengatakan sedang menunggu di lobby agar mereka bisa pulang bersama.

"Ough, oke. Salam untuk mama kamu," ucap Adskhan yang terus mengiringi langkah Hawa menuju rumah sakit kembali.

"Kenapa dokter tidak salam langsung saja sama dia."

Sedikit malu-malu, Adskhan tersenyum tidak enak. Hawa dan kalimatnya berhasil membuat Adskhan mati kutu. Mau tidak mau kedua kakinya terus melangkah menuju lobby rumah sakit bersama Hawa, tentunya. Dari kejauhan sebenarnya dia sudah melihat sosok mama Hawa, dengan Shafi dalam gendongannya.

Namun takdirnya belum berjodoh untuk mengucapkan salam dan banyak terima kasih kepada perempuan paruh baya itu. Karena tiba-tiba saja langkahnya dihadang oleh seorang suster yang terlihat panik.

"Dok, ICD 064."

Papan diagnose pasien langsung Adskhan terima ketika suster tersebut menyebutkan sebuah kode krusial. Sekilas diagnose tersebut Adskhan baca, sebelum langkahnya terburu-buru menuju ruangan tindakan tanpa ada salam perpisahan kepada Hawa ataupun mamanya.

"Ada apa sama dokter Adskhan?" tanya mama Hawa saat dia melihat Hawa melepaskan kepergian Adskhan dengan tatapan kecewa.

"Enggak tahu," jawabnya sambil memaksakan senyum.

"Kita pulang sekarang? Atau kamu mau pamit sama Ida dulu?"

"Enggak, Ma. Hawa sudah pamit tadi." Pamit untuk tidak bertemu lagi sampai kapanpun. Hatinya melanjutkan.

Kini saatnya dia memahami hatinya, bukan untuk kebahagiaan orang lain. Namun untuk kebahagiaannya sendiri.

***

"Eh, gila. Lo emang jadi cewek keterlaluan ya. Ngambek sih boleh, tapi jangan sampai enggak ada kabar gini. Shafi sakit aja lo sama sekali enggak mau kasih tahu gue. Emang dasar setan ini anak satu!" amuk bang Chan ketika dia berkunjung kembali ke rumah Hawa.

Rasa kecewa yang kemarin bang Chan rasakan dan tunjukan kepada Hawa, kini benar-benar lenyap. Dia sudah kembali seperti bang Chan yang dulu. Dia bahkan tidak ada beban atau sakit hati ketika Hawa menolak rangkulan darinya.

"Masih marah ya lo. Tumben enggak mau gue peluk."

"Siapa yang minta lo ke sini?" tanya Hawa galak.

"Enggak ada."

"Terus ngapain ke sini?"

"Ya ampun, Wa. Lo ngelarang gue ke sini? Kenapa dah? Soal kemarin? Soal kata-kata gue kemarin? Kalau lo marah karena itu, gue minta maaf banget sama lo. Tapi masa gue berkunjung aja enggak boleh."

ADAM PILIHAN HAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang