Bab 9

953 270 43
                                    

Alhamdulillah bisa update lagi..

Sumpah sibuk bgt aku.

Semoga bisa dinikmati. Happy Weekend


---------------------------------------------------

Terjebak dalam permainan, aku malah membebaskan diri ini bermain dengan perasaan.

Adskhan tidak bisa menolak ketika seorang perempuan memanggil namanya. Bahkan karena respon Adskhan sangat lambat dalam hal ini, langkah perempuan itu terlihat santai mendatanginya.

Senyum ceria yang tergambar di bibir perempuan itu malah membuat Adskhan ketakutan. Jujur saja dia tidak siap dengan kondisi seperti ini. Bahkan tidak ada skenario sebelumnya agar dirinya tidak salah bersikap.

"Lama banget sih datangnya," ucap Hawa memberikan kode dengan tatapannya.

Mulut Adskhan mengangak lebar. Namun saat ada seorang laki-laki yang juga mendekati mereka, mulailah Adskhan paham ke arah mana tujuan perempuan ini bersikap aneh.

"Ah, iya. Macet."

Adskhan ikut tersenyum, lalu tatapannya bergeser ke arah laki-laki berbadan tegap di belakang perempuan itu. Tanpa aba-aba Adskhan mengangguk, memberikan teguran salam walau sesungguhnya Adskhan tidak mengenal kedua orang ini.

Ya, sedikit banyak Adskhan tahu siapa perempuan ini. Dia adalah Janan Hawa. Pasien dokter Shafa, kakak perempuannya, yang sudah beberapa kali tidak sengaja dia bantu saat Hawa dalam kondisi yang tidak baik.

Selebihnya Adskhan sama sekali tidak tahu siapa Janan Hawa, apa pekerjaannya, dan tinggal di mana dia. Karena cerita yang tercipta dengan perempuan itu hanya seputar membantu sesuai pekerjaan Adskhan, sebagai dokter, dan kisah id card yang baru saja dikembalikan kemarin ini kepada orang yang salah.

"Siang, Mas."

"Siang."

Dengan lirikannya, kedua laki-laki itu sibuk melihat ke arah Hawa yang diam menunduk di depan tubuh Adskhan. Baik Adskhan dan laki-laki itu, sama-sama menerka-nerka maksud dan tujuan Hawa seperti ini.

"Mas ...."

"Saya, Daiyan. Daiyan Fidai."

"Oh. Saya dokter Adskhan. Adskhan Fawwas Al Kahfi, dokter anak di sini."

"Dokter anak?" ulang Daiyan, sambil menatap Hawa meminta penjelasan.

Tidak berani menjawab apapun, Hawa hanya tersenyum. Tatapannya berusaha memohon kepada Daiyan untuk tidak bertanya apapun saat ini. Karena jujur saja Hawa masih belum siap bertemu dengan orang-orang dari masa lalu. Masa-masa kelam ketika kesakitan dia rasakan akibat ulah ayahnya sendiri.

Sedikit ragu ingin menyentuh bahu Hawa, Adskhan malah terlihat aneh di mata Daiyan. Tangan laki-laki itu hanya tergantung di atas bahu Hawa sambil terus tersenyum pada Daiyan.

"Kalau begitu, kapan-kapan saya kontak kamu. Ada beberapa hal yang ingin saya ceritakan."

Sambil mengangguk pelan, Hawa malah semakin sengaja mendekatkan tubuhnya pada Adskhan agar Daiyan tidak mencurigai apapun dalam kondisi ini.

Terlibat cukup dalam kisah masa lalu dengan Kasat reskrim itu, Hawa memang sengaja menghindarinya. Apalagi status laki-laki itu yang sudah menjadi suami dari mantan asistennya, membuat Hawa semakin yakin untuk menjaga jarak dengan Daiyan Fidai.

Bukankah menghindar jauh lebih baik, dari pada terikat dengan orang yang tidak tepat lalu tenggelam bersama.

Menurut Hawa semua itu adalah hal yang bodoh jika dia sampai melakukannya. Kenapa dia berpikir seperti itu? Karena jelas-jelas ada laki-laki single yang terus rela di sampingnya, membantunya, namun bodohnya Hawa malah memilih laki-laki yang sudah menjadi suami orang.

ADAM PILIHAN HAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang