Bab 20

1.3K 322 84
                                    

Nungguin yaw?

inget ya, selama ramadhan, aku updatenya di atas jam 9. Wokee..


----------------------------------------------------


Tersipu malu. Entah kenapa kini aku tahu ke arah mana perasaanku tertuju.

SALTUM!

Alias salah kostum. Satu kata itu yang mendadak muncul dalam pikiran Hawa ketika dirinya sampai di lokasi yang sudah dikirimkan oleh Shafa kemarin malam.

Pagi ini, Hawa hanya memakai blouse tipis dengan bentuk kancing di bagian depan. Layaknya kemeja kebesaran, blouse tersebut bahkan sampai menyentuh bagian lututnya, menutupi pakaian dalam berwarna putih yang Hawa kenakan.

Sempat menutupi bagian dadanya dengan kedua tangan, langkah Hawa perlahan mundur ketika melihat orang-orang di sana berpakaian rapi dan tertutup.

Yah, walau tidak semuanya memakai hijab, namun pakaian mereka tidak sesantai Hawa, yang terlihat seperti ingin pergi santai ke mall untuk mengantri makanan diskonan.

"Hai dokter Shafa," tegur Hawa dengan senyuman serba salah.

Dia melindungi bagian dadanya dengan tas ransel kecil yang dirinya bawa untuk menyimpan dompet kartu serta ponselnya.

"Assalamu'alaikum, Hawa. Kenapa kamu?"

"Ah ... wa'alaikumsalam. Maaf dok, saya kayaknya salah kostum deh," tawa Hawa merasa malu.

Shafa merangkul dengan sangat ramah. Dia membawa Hawa menuju ke bagian para keluarganya berkumpul. Disini tidak ada bagian menyalahkan atau merasa salah. Karena tujuan Shafa mengundang Hawa untuk melakukan kegiatan amal. Bukan malah mempermasalahkan perkara pakaian.

"Semuanya, kenalin dong. Dia Hawa. Sahabatku," ucap Shafa memperkenalkan Hawa pada seluruh keluarga besarnya.

Kebetulan acara amal kali ini digerakkan oleh para anak muda. Mereka sebenarnya ingin menciptakan regenerasi baru dalam kegiatan acara amal yang sejak dulu sudah sering dilakukan.

"Eh, kamu," tegur Aesha saat menyadari siapa yang dikenalkan oleh Shafa pada kegiatan kali ini.

Dengan warna rambut yang sangat mencolok, tidak mungkin Aesha bisa melupakan sosok perempuan yang sempat kehilangan ponsel dalam penerbangannya waktu itu.

"Mbak pramugari," sahut Hawa merasa bahagia. Tidak tertebak sedikitpun, orang-orang di sekitar Shafa adalah orang yang Hawa kenali juga.

"Idih, temennya mbak Shafa, ya? Kok enggak bilang kemarin itu."

"Ah?" tampang bingung Hawa membuat Shafa tertawa geli. "Enggak, bukan. Saya ketemu kamu dulu, baru kenal sama dokter Shafa."

"Ough, gitu. Berarti dia temenku, bukan temennya mbak Shafa."

"Apaan sih kamu, Sha," sembur Shafa merasa geregetan melihat tingkah adik sepupunya ini. "Walau kamu sudah kenal, saya kenalin lagi. Dia ini adik sepupu saya. Jadi neneknya dia sama kakek saya, adik kakak."

"Owh. Oke."

"Kenalan ulang dong. Raesha Azzalfa."

"Janan Hawa."

"Terus itu ada Syahla, Safira, Shanum, Salamah. Mereka tuh 4 sister gitu deh. Hahaha, cuma daddy nya yang paling ganteng di rumah. Tapi kalau sekarang sih, ada suaminya Syahla yang enggak kalah ganteng juga. Yang pakai baju putih itu suaminya. Namanya Abi, sepupuku juga. Tapi sepupu dari nenek. Jadi neneku, sama kakeknya di aitu adik kakak."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ADAM PILIHAN HAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang