Tolong jangan baper.
Jangan mewek...
part ini campur aduk...
Yang gak paham sama part ini, makanya baca cerita2ku sebelumnya...
oke, byeeeee
----------------------------------------
Tidak akan kubiarkan kegugupan ini kembali membawaku kepada perasaan cinta sendiri.
Terdiam. Ketiga manusia ini hanya bisa mengunci mulut mereka rapat-rapat karena sepertinya mereka semua bingung harus berbicara mulai dari mana.
Apalagi setelah Hawa meminta pertolongan Adskhan tadi untuk membayar perawatan Shafi, akhirnya perempuan itu tahu siapa sosok Adskhan Fawwas Al Kahfi yang sebenarnya.
Sebenarnya Hawa sudah curiga ketika dirinya membawa Adskhan ke bagian pembayaran, semua orang di sana menyambut mereka dengan begitu baik. Belum juga Adskhan bicara, para petugas perempuan yang berjaga sudah menegurnya dengan sangat manis. Seolah-olah Adskhan adalah Casanova di rumah sakit ini.
Namun disaat Adskhan menjelaskan untuk membebaskan pembayaran Hawa kepada petugas itu, Hawa langsung mencurigai sosok dokter anak ini.
Siapa dia sebenarnya?
"Maaf saya tidak tahu jika dokter adalah cucu dari pemilik rumah sakit ini," cicit Hawa mencuri-curi pandang, melirik Adskhan yang sedang duduk santai di kursi kerjanya.
Dia tersenyum ramah. "Tidak apa-apa, saya juga tidak berniat mengumumkannya kepada semua orang," jawabnya dengan sangat tenang.
Ketika Adskhan melihat mama Hawa begitu gugup dan tidak enak dengan kondisi ini, dia mulai berusaha untuk mencairkan suasana.
"Harusnya telepon saya saja, Bu. Jika Shafi kenapa-napa. Biar saya yang datang ke sana, tidak perlu ibu ke rumah sakit."
"Saya kan tidak punya nomor telepon pak dokter Adskhan."
"Mama ..." jerit Hawa tidak tertahankan. Kenapa mamanya menjadi lebih agresif?
"Kenapa sih, Nak? Mama benar, kan. Enggak punya nomor teleponnya pak dokter. Kalau Shafi kenapa-napa lagi, mama cuma bisa repotin kamu."
"Terus Mama mau reportin dia gitu?" tanya Hawa dengan ekspresi yang sangat tidak suka.
"Saya tidak merasa kerepotan sedikitpun," sahut Adskhan menghentikan perselisihan antara ibu dan anak ini.
Eyes smile begitu saja tercipta ketika Adskhan menarik kedua sudut bibirnya. Dia tersipu malu. Kemudian segera mengeluarkan sesuatu dari laci meja kerjanya. Sebuah kartu nama, yang didalamnya berisikan nomor telepon pribadi, serta nomor rumah sakit di mana dirinya bertugas.
"Silakan disimpan, Bu."
"Adskhan Fawwas Al Kahfi?"
"Iya. Itulah nama yang diberikan oleh kedua orangtua saya."
"Terima kasih banyak kalau begitu dokter Adskhan. Untuk masalah pembayaran tadi ..."
"Tidak perlu, Bu," jawabnya. Dia sedikit mencuri pandang ke arah Hawa yang jelas sekali terlihat gugup saat ini.
"Anggap saja itu kebaikan saya untuk dek Shafi."
"Terima kasih banyak, Dok. Semoga rezekinya semakin dilimpahkan."
"Aamiin."
"Kalau begitu kami permisi dulu, Dok. Tidak enak mengganggu dokter bekerja."
"Terima kasih," ucap Hawa begitu pelan. Kepalanya terus saja tertunduk sampai ketika langkahnya hampir keluar dari ruangan, ia mendengar gumaman Adskhan yang begitu dekat dengan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADAM PILIHAN HAWA
SpiritualYang baik, belum tentu jodohmu. Namun yang sudah menjadi jodohmu, pastilah yang terbaik atas pilihanNya. Dihadapkan dengan banyak pilihan untuk pendamping hidup, Hawa memilih diam dan berusaha kabur atas semua ini. Bukannya dia tidak mau melangkah u...