Chapter 4

2.1K 245 6
                                    

‘Satu hal yang perlu kamu pahami. Cinta datang bukan untuk melalaikan, justru dia di hadirkan sebagai perantaramu syukur atas nikmat yang telah Allah berikan.”

~Kekasih Pilihan Allah~
***

Pagi pukul 06. 15 kesibukan sudah terlihat di kediaman Darussalam. Mereka menyiapkan segala keperluan Zahra yang memang perlu di bawa. Karena pagi ini Rendi akan membawanya pulang ke rumah pribadinya. Rumah yang dia beli dengan jerih payahnya sendiri.

“Ra, ini di bawa nggak?” Tanya Idris yang saat itu sedang memasukkan beberapa kitab yang sekiranya bisa buat bahan bacaan Zahra di rumah barunya.

Zahra menoleh. Dia mengembuskan napas pelan. “Nggak usah di bawa semua kali, Mas. Lagian, Zahra bisa baca yang dari PDF kok. Daripada ngangkut kitab segitu banyaknya. Yang ada mobil Mas Rendi bannya langsung kempes, akibat terlalu banyak muatan.” Merasa namanya di sebut, Rendi yang sedang berbicara dengan Ibra pun menoleh. Mengangkat satu alisnya, bertanya. Zahra yang sadar suaminya menoleh, langsung memalingkan wajahnya. Seolah tak tahu apa-apa.

Terdengar helaan napas. “Kalau emang kamu bisa baca dari PDF, sekalian nggak usah di bawa aja.” Balas Umi Zila.

“Emang gitu kan Mi,” jawaban Zahra langsung mendapat pelototan dari Idris. Pria itu menghentikan kegiatannya.

“Terus dari tadi ngapain Mas harus masukin kitab kamu ke koper kalau gitu?” Zahra menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

“Ya, maksud Zahra itu kitab yang emang penting buat di bawa.” Lirihnya. Umi Zila tersenyum sembari menggelengkan kepalanya.

“kalau kamu bilang penting, semuanya pen–” jeda sejenak. Matanya menyipit begitu sadar maksud ucapan adiknya. “Maksud kamu kitab?” ucapnya menggantung.

“Mi, apa persiapannya sudah selesai?” Ibra dan Rendi mendekat ke kamar Zahra yang terbuka.

Melihat Idris yang akan membuka suaranya, Zahra dengan cepat menyela. “Udah, kok. udah semua.”

“Ya udah, kalau gitu. Rendi bawa Zahranya sekarang, ya Mi?” pamit Rendi, mendekati posisi Umi Zila.

“Iya, Umi titip Zahra sama kamu ya, Nak. Kalau kalian ada masalah, selesaikan baik-baik. Jangan tertutup, suami istri itu harus saling terbuka. Biar nggak terjadi salah paham.” Tuturnya bijak. Rendi mengangguk lalu menyalami tangannya. Zahra bergerak mengikuti di belakangnya.

“Anak gadis Umi, harus bisa jaga diri. Sekarang kamu punya tanggung jawab sebagai seorang istri. Manjanya di kurangi. Belajar bersikap dewasa dalam menghadapi segala masalah.” Sembari mengusap punggung Zahra lembut. Terlihat genangan air yang sudah siap meluncur dari kedua sudut mata putrinya.

“Mi, Zahra minta maaf ya, karena selama ini selalu jadi beban buat keluarga. Maafin sikap Zahra yang kekanak-kanakan, sejauh ini Zahra belum bisa buat bangga Umi sama Abah.” Tak tahan, genangan yang sempat di tahannya pun akhirnya meluap. Membuat Isak tangis keluar dari bibirnya.

“Ssttt, kamu nggak pernah jadi beban, sayang. Justru kamu adalah kebanggaan Umi sama Abi. Umi bangga banget punya kamu, begitu pun Abi. Beliau pasti sangat bahagia melihat putri bungsunya mampu memberinya mahkota atas pencapaiannya. Jaga hafalannya, ya. Jangan sampai lupa untuk terus muhafadzah. Umi yakin, Rendi siap untuk semak hafalan kamu, kok.” Diliriknya Rendi yang kini tersenyum.

“Perlu kamu tahu, dek. Rendi ini juga seorang Hafiz. Meski dia bukan lulusan pesantren. Karena gelar Master yang di tempuhnya di Al Azhar mengharuskannya hafal minimal 8 juz. dan 8 juz itu dulu, kalau sekarang nggak tahu, udah nambah atau belum.” Tambah Ibra. Mendengar itu Rendi langsung memberi Ibrahim tatapan tajam. Pasalnya Rendi begitu merahasiakan perihal hafalannya.

Kekasih Pilihan Allah ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang