Chapter 5

2K 253 29
                                    

‘Aku tak akan pernah lelah untuk membuatmu lebih lama memandangku, sebab, kaulah sumber pahalaku.’

~Kekasih Pilihan Allah~
***

Selisih di antara waktu magrib dan isya adalah satu waktu yang paling di sukai oleh Rendi. Karena dia akan menggunakannya untuk mendengarkan kajian di masjid, atau mengulas ulang hafalannya. Karena tidak setiap hari kajian di adakan. Hanya seminggu 2 kali.

“Masyaallah, kenapa nggak undang-undang Mas? Menikah itu wajib di sebar luaskan loh. Hahaha....” ujar lelaki yang saat itu berbincang dengan Rendi usai melaksanakan salat isya.

“Ya, semua serba mendadak, Mas. Nggak sempat buat undangan juga.” Rendi menjawabnya dengan seulas senyum. Bohong! Kamu Ren. Karena pada dasarnya memang bukan nama kamu yang tertera di surat undangan itu.

“Oh, gitu. Ya, doa kami semoga di langgeng kan saja, semoga segera di kasih momongan sama Allah.” Sembari menepuk bahu Rendi pelan.

“Iya, karena bagaimanapun juga anak adalah alasan terbesar keharmonisan dalam rumah tangga. Tanpa mereka, rasanya hampa. Meski kadang, adanya mereka juga sering buat kita kesel.” Tambah salah satunya. Rendi hanya menanggapi dengan anggukan sekaligus senyuman.

“Iya, Mas. Semoga saja.” Jawab Rendi sekadarnya. Selang 5 menit, mereka pun berpisah. Pulang ke rumah masing-masing.

Tak butuh waktu lama untuk Rendi sampai di rumah, sengaja memang, dia membeli rumah yang jaraknya dekat dengan masjid. Hanya terpaut 3 rumah.

Rendi berhenti sebelum membuka pintu. Menatap langit malam. “Mendung, perkiraan hujan akan datang malam ini.” Gumamnya lalu masuk.

Melihat Zahra yang berseliweran di dapur membuatnya urung menaiki tangga. Rendi memilih untuk mengamatinya lebih dekat. Bibirnya menyunggingkan senyum, menyadari betapa sibuk istrinya untuk menyiapkan makan malam mereka. Hijab yang menutupi kepalanya saja sudah terlihat lusuh, terlihat sebagian rambutnya mengintip keluar. Kedua lengannya ia lipat sampai siku. Menampilkan kulit tangannya yang putih.

“Eh, Mas Rendi udah pulang? Langsung duduk aja, ngapain berdiri di situ?” tersadar, setengah hatinya merasa malu. Karena tertangkap tengah mengamati istrinya. Mengabaikan rasa malu, Rendi beranjak duduk.

“Kamu masak apa? Kok kayaknya sibuk banget?” Matanya masih setia mengamati setiap gerak-gerik Zahra yang lincah.

“Nggak tahu juga sih, pokoknya masak aja. Yang penting bisa di makan.” Ujarnya.
Sejenak gadis itu mengembuskan napas.

"Alhamdulillah, selesai juga.” Lalu melepas celemek yang dia kenakan.

Tak butuh waktu lama, akhirnya makan malam mereka tersaji di hadapan Rendi. Mie rebus dengan berbagai jenis toping di suguhkan di hadapannya. Rendi mengernyit. Hanya mie rebus?

“Di kulkas adanya cuma mie, selain itu banyak yang udah basi, ya udah buat seadanya. Nggak apa-apa kan?” melihat Zahra yang tengah tersenyum. Entah kenapa hatinya semakin menghangat. Seolah semua beban ikut larut dalam senyumnya.

“Ya, nggak apa-apa. Emang saya belum belanja bahan masakan lagi setelah 3 hari. Ya udah, ayo makan.” Ajaknya.

“Bentar,” gadis itu beranjak ke bak cucian. Mencuci bersih tangannya. Rendi berdiri, entah pikiran dari mana pria itu sudah berdiri sejengkal di belakang Zahra.

Kekasih Pilihan Allah ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang