Chapter 14

1.5K 168 5
                                    

'seandainya kamu tahu jalan pikir laki-laki, kamu nggak akan pernah menyepelekan hal gampang seperti ini.'

~Kekasih Pilihan Allah~
***

Masih sambil mengecek setiap tugas mahasiswanya, Rendi terus mendengarkan cerita Arda. Pria itu bercerita mengenai rencananya yang akan mengkhitbah Elsa besok malam. Tak ingin menundanya lagi, karena mendengar kabar dari kekasihnya kalau dua hari yang lalu kedua orang tua gadis itu mempertanyakan keseriusan Arda sebagai pacarnya.

"Jadi?" Rendi mengangkat wajah setelah suara Arda tak lagi dia dengar.

Dosen muda itu menghela napas sembari memutar mata jengah. Sedikit kesal saat Rendi malah menduakannya. "Sebenarnya Lo dengar gue nggak sih? Dari tadi gue cerita, Lo masih sibuk sama kerjaan. Serasa di duakan nih," ujarnya blak-blakan.

Rendi mengembuskan napas sedikit kesal. Meletakkan pulpennya kemudian bertopang dagu menatap Arda. "Wajar, kamu cerita saat saya lagi ada kerjaan. Nggak salah dong saya duakan, toh, masih saya dengarkan." Balas Rendi membela.

"Ya tapi Lo paham nggak gue lagi ngomong apa?" Balasnya masih sedikit tak terima.

"Saya diam bukan berarti saya nggak peduli, Da. Saya nyimak sepanjang cerita kamu. Jadi, mau kamu apa sekarang?" Sekarang Rendi pilih mengesampingkan pekerjaan, mencoba fokus pada pembahasan yang kali ini Arda ceritakan.

Terdengar helaan napas. "Serah deh... To the point ajalah. Gue butuh bantuan Lo."

"Bantuan apa?" Rendi mengerutkan keningnya.

"Anterin gue besok," Ucapnya sedikit dengan nada memaksa.

"Cuma sopir nih?" Rendi masih bertopang dagu.

"Sekalian jadi mentor gue!"

"Mentor?" Satu alis Rendi terangkat. Pria itu menyenderkan punggungnya.

"Ya kali gue ngomong sendiri. Malu gue. Nanti kalo gue kebablasan terus salah bicara gimana?" Tanyanya. Baru kali ini Arda terlihat begitu mencemaskan sesuatu. Memang, sesantai apapun karakter seseorang, jika sudah berkaitan dengan masa depan sesaat dia akan menjadi sosok yang berbeda.

"Ya itu urusan kamu." Jawab Rendi singkat.

"Jangan gitulah. Lo kan lebih pengalaman nih, bantu gue! Kalo ada Lo kan gue ada yang mandu tuh, jadi nggak terlalu tegang." Arda masih membujuk.

"Kamu kira saya pemandu wisata! Lagian, bukannya kamu sudah kenal sama keluarga mereka?" Rendi bangkit. Melangkahkan kaki kemudian menjatuhkan tubuh di sofa kosong samping Arda.

"Kenal sih kenal, tapi kan ini forumnya beda.
Gue ke sana dengan niat baik mau ngelamar anak mereka. Masa iya asal jeplak aja, jaga image lah!" Rendi mengangguk paham.

"Sebenarnya saya sendiri juga nggak ahli, Ar. Kamu kan tahu, pernikahan saya aja mendadak pake banget. Nggak ada taaruf, khitbah, atau persiapan apapun. Semua tentang Zahra saya tahu setelah kami menikah. Jadi, kami layaknya orang pacaran di zaman sekarang. Seandainya dia bukan adik sari sahabat saya, saya yakin saat itu tidak akan berani mengambil keputusan sebesar itu." ujarnya sambil kembali mengingat peristiwa dua bulan yang lalu.

"Senggaknya Lo lebih tahulah adab bicara di hadapan calon mertua."

"Nah! Berhubung kamu singgung hal itu. Saya keinget mau ngomongin hal ini." Matanya berbinar mengingat hal yang sejak lama ingin di katakan Rendi pada temannya satu ini.

"Apaan?" Kedua alisnya sudah berkerut.

"Cara bicara kamu perlu di ubah deh. Kalau bicaranya sama saya, nggak masalah. Tapi kalau di hadapan orang lain, terutama ke yang lebih tua. Jangan pakai logat Lo-Gue. Kan nggak lucu juga kalau kamu ngelamar tapi bicaranya kayak gitu. Yang ada malah di tolak sebelum bertindak."

Kekasih Pilihan Allah ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang