Chapter 10

1.9K 236 45
                                    

'Saya memang bukan pribadi yang romantis, tidak pandai berbicara manis, tapi jangan pernah meragukan perasaan saya, bahwa saya sangat mencintaimu.’

~Kekasih Pilihan Allah~
***


“Assalamualaikum?” salamnya ketika Rendi sudah masuk rumah. Matanya menelisik, mencari bidadari yang biasanya sudah berdiri untuk menyambut kedatangannya dengan senyuman. Tak mau berpikir lama, Rendi langsung naik ke kamarnya.

Di mana dia? Pikirnya saat Zahra tak juga dia temukan di dalam kamar. Setelah meletakkan tas kerja dan mengganti kemejanya dengan kaos Rendi keluar. Memastikan bahwa istrinya memang sedang di rumah. Karena sejauh Rendi bekerja, dia tidak mendapat pesan dari Zahra untuk minta izin keluar.

Rendi mengembuskan napas lega saat melihat Zahra sedang berkutat dengan papan dan pulpen tintanya, gadis itu tengah menerapkan hafalan metode lauh yang kerap kali di gunakan oleh seorang penghafal Al-Qur’an. Yakni dengan menuliskan beberapa ayat yang akan dia hafalkan.

Sembari tersenyum Rendi mendekat.
“Lagi sibuk banget ya, Sampek nggak tahu suaminya udah pulang?” Rendi duduk di sisi kasur, menghadap wajah istrinya yang masih tak menoleh.

Zahra mengangkat wajahnya. Gadis itu tersenyum sembari mencium tangan kanan Rendi. Kemudian kembali pada aktivitas awalnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Mungkin Zahra pikir dengan begitu bisa membuat situasi hatinya tertutupi. Justru dia salah. Rendi melihatnya, gadis itu memang tersenyum padanya, tapi senyum dengan kesan di paksakan. Gelagat tubuh yang dengan mudah dapat Rendi baca.

“Saya nggak di tawari mandi gitu? Atau mungkin, makan dulu?” Sindirnya. Mengingat itu adalah hal yang paling awal Zahra tawarkan setiap Rendi pulang.

“Terserah Mas mau ngapain dulu, bajunya udah siap kok, di atas kasur. Kalo mau makan dulu, makanannya juga udah siap, masih anget juga.” Balasnya tanpa menolehkan kepalanya sama sekali.

Rendi semakin yakin kalau sedang ada yang tidak beres dengan istrinya. Tapi berhubung situasi tubuhnya sedang sangat lelah, dan butuh istirahat. Untuk saat ini, dia biarkan Zahra lebih dulu dengan segala macam asumsi yang ada di otaknya. Rendi memilih untuk keluar dan membiarkan Zahra seorang diri.

Seperginya Rendi dari kamar, Zahra terlihat menghela napas panjang kemudian mengusap sudut matanya yang berair. “maaf, Mas. Untuk saat ini Zahra masih butuh waktu buat bisa jadi istri yang baik. Kadang Zahra mikir, apa selama ini emang cuma Zahra aja yang udah jatuh, sedangkan Mas Rendi belum?”

“Huh! Udahlah, sejak awal semua emang nggak jelas. Menebak-nebak hati orang tanpa pernah tahu kepastiannya, hanya akan menimbulkan tanya hingga akhirnya luka. Astagfirullah, udah Ra, Jangan terlalu di pikirin, nggak tentu juga kan.” Gadis itu menggeleng-menggelengkan kepalanya sendiri. Berharap dapat segera lupa pada kejadian tadi pagi.

Ketukan pintu depan yang bersamaan dengan ucapan salam membuat Zahra beranjak dari rebahannya. Dengan cepat gadis itu menyambar hijab instan lalu berlari kecil menuruni tangga.

“Wa’alaikumussalam,” jawabnya sambil tersenyum setelah membuka lebar pintu rumahnya. Di lihatnya seorang wanita cantik dengan setelan kampus beserta tas selempang di satu pundaknya.

“Ini benar rumah Pak Rendi bukan?” Tanyanya, wanita cantik yang menjulang tinggi di hadapan Zahra membuat dia harus mendongak demi menatap wajahnya.

“Iya, benar. Silakan masuk dulu,” tawar Zahra seramah mungkin.

Wanita itu tersenyum. “tidak, tidak perlu dek. Aku cuma mau ngasih ini,” ujarnya sembari menyerahkan sebuah bingkisan.

Kekasih Pilihan Allah ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang