Chapter 9

1.8K 217 25
                                    

‘Menikah dan hidup denganmu adalah satu anugerah yang harus saya syukuri.’

~Kekasih Pilihan Allah~
***

Zahra masih diam, otaknya berputar mencari kalimat yang pas untuk mengungkapkan keinginannya. Sambil menunggu Rendi untuk menyelesaikan sarapan, gadis itu menyibukkan diri dengan mencuci bersih peralatan masak yang sudah menumpuk di bak cucian. Rendi sudah menyelesaikan sarapannya, pria itu meletakkan piring bekas makannya ke dekat Zahra.

“Kalau mau ngomong, ngomong aja. Jangan diem kayak gitu. Saya nggak akan paham, kalau kamu nggak ngomong.” Sindirnya. Ucapan Rendi refleks membuat Zahra menoleh ke arahnya.

“Mas kok tahu aku mau ngomong sesuatu?” Balasnya. Sambil mengelap tangan supaya kering.

“Udah, sini.” Di tuntunnya Zahra untuk duduk. Dengan memegang kedua bahunya. “sekarang ngomong, ada apa?” Pintanya.

Kedua bola matanya bergerak gelisah.
“ada yang ganggu pikiran kamu? Hmm?” tanya Rendi lembut. Perlahan Zahra menggeleng.

“Lalu?”

“Zahra bosen, Mas. Di rumah sendiri terus tiap kali Mas suami kerja. Zahra nggak punya temen.” Ungkapnya jujur.

Rendi menghela napas pelan. “terus mau kamu apa? Saya cariin ART mau?” tawarnya. Mencoba memberi usulan.

Gadis itu menggeleng. “Nggak mau, Zahra nggak mau pake ART. Terlalu banyak risiko.” Tolaknya. Bibir ranumnya masih cemberut.

“Risiko? Emang risikonya apa? Bukannya malah bantu kerjaan kamu, biar nggak terlalu capek?” kedua matanya memberi sorot kehangatan.

“Mas nggak tahu? Kebanyakan berita perselingkuhan zaman sekarang itu berawal dari ART loh? Apalagi kalo orangnya cantik, duh! Bahayakan. Lagian ya, kalo ada ART nanti Zahra jadi istri pemalas. Malah ngandelin orang lain setiap ada kerjaan. Pahala istri jadi ke bagi juga kan sama dia?”

Kedua sudut bibirnya tiba-tiba berkedut. Rendi menahan senyum atas jawaban yang di berikan istrinya. Di mata Rendi, Zahra selalu menggemaskan. Karena gadis itu tak pernah berhasil untuk menutupi rasa cemburunya dengan benar. Meski tidak juga dia ungkapkan dengan terang-terangan. “Kamu cemburu?” Tanyanya to the point.

Mendapat pertanyaan itu. Zahra spontan menggeleng. “Nggak sih, Zahra nggak cemburu. Cuma takut aja kalo Mas Rendi berpaling.” Jawabnya polos.

Tak bisa menahan, akhirnya Rendi tersenyum. “apa bedanya? Itu namanya cemburu, Ra. Aneh kamu ini.” Di usapnya pelan puncak kepala Zahra.

“Ya udah, karena kamu takut saya berpaling ke ART nya nanti, gimana kalau cari yang usianya empat puluhan ke atas, mungkin?” Zahra tampak menimbang.

“nggak mungkin kan, saya bakal kepincut juga sama wanita yang seusia Mama?” lanjutnya.

Setelah beberapa detik. Zahra kembali memberi gelengan. “terus apa? Kalo pakai ART kamu nggak mau?” Tanyanya penuh pengertian. Gadis di hadapannya masih diam.

“Zahra juga nggak tahu, pengen punya temen, tapi siapa?” gumamnya, lebih pada diri sendiri.

Rendi mengembuskan napas, di liriknya jarum jam di pergelangan tangan kiri. Pukul 07. 13 dia terlambat 13 menit.
“gini aja, karena kamu nggak mau pake ART, dan saya juga masih belum dapat ide. Berhubung sekarang saya udah telat, nih, gimana kalau saya berangkat dulu aja, terus mikir solusinya sambil jalan?” ujar Rendi sedikit dengan kesan menyindir.

Zahra menarik pergelangan tangan suaminya, kemudian meringis kecil. “hehehe, maaf.. karena Zahra jadi telat kan? Ya udah, mas suami cepetan berangkat.” Zahra berdiri, membuat Rendi juga ikut berdiri.

Kekasih Pilihan Allah ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang