[Bab 10] Akang Gio

35 10 4
                                    

Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

[*****]

Ayumi kira dengan memaafkan Angkara, semua masalahnya selesai pada saat itu juga. Angkara tak akan lagi mengganggunya dan jauh-jauh darinya. Tapi itu hanyalah angan semata. Yah, seperti biasa, omongan lelaki memang tidak dapat dipegang.

“Yum, cepetan atuh! Kamu belum selesai ning? Tuh, yang lain juga pada udah.”

“Alalalah. Apaan ini? Kok jawabannya begini?”

“Yum. Yum. Yum. Cepetan Yum! Yahh, tuh kan ketinggalan. Kamu yang terakhir nih. Pasti ini mah.”

Sedari tadi celotehan Angkara terus memenuhi telinganya. Kurang asem banget. Bisa-bisanya dia belaga mengejek Ayumi. Mengganggu Ayumi terus tanpa lelah berdiri di depannya.

Suara gaduh di dalam kelas ini sudah membuat Ayumi muak. Ditambah lagi dengan Angkara yang mengoceh terus di depannya. Bisa-bisa Ayumi menyerah karena tak kuat mengisi soal lagi. Murid-murid berjalan ke sana ke sini sembari mencocokkan jawaban.

Sedangkan yang lainnya sibuk mengumpulkan kertas jawaban. Waktu ujian memang sebentar lagi berakhir. Bu guru yang baik hati bersedia menunggu semua murid menyelesaikan soal-soal ujiannya. Kali ini membiarkan murid-muridnya mencari jawaban dengan temannya.

“Gandeng ih! Ai kamu mah kalah nganganggu. Kaditu tuh! Lainna kaluar ah. Kalah pusing nu aya ge!” ucap Ayumi marah dan jengkel.

“Cepetan, Yuumm! Waktunya udah habis tuh.” Yah, yang namanya Angkara tetaplah Angkara. Jangankan mau mendengarkan Ayumi ngomong. Dia bahkan seakan tak peduli dengan tatapan jengkel Ayumi. Dan terus saja mengoceh seperti burung beo.

“Angkaraa! Keluar! Ganggu wae kamu teh,” teriakan Ayumi bahkan dapat membuat sebagian orang di seitarnya terdiam. Menatapnya sekilas. Lalu kembali heboh dengan masalahnya masing-masing.

Angkara yang sedang menumpukan kedua tangannya di atas meja sampai terlonjak. Kaget karena tak mengira Ayumi akan sampai seperti itu.

“Galak banget,” ujarnya sedikit memelankan suara.

Hana yang sedang membereskan alat tulisnya, buru-buru menghampiri Angkara. Menarik tangannya supaya ikut keluar bersamanya. Lalu berucap, “Yuk, keluar yuk, Kar. Jangan diganggu.”

Si korban yang ditarik tangannya hanya diam, mengikuti Hana keluar kelas. Saat melepaskan tangannya di dekat pintu Hana mengatakan lagi, “Kamu mah. Udah tahu dia galak. Masih wae dieleg.”

“Abisnya dia lucu sih. Malah seneng ngerjainnya juga.”

Simpang AyuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang