[Bab 5] Es Krim

57 16 5
                                    

Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

[*****]

"Yum, masih ngambek?" 

Sergio mengetuk pintu lagi. "Yumi." 

Masih tidak ada jawaban. 

Karena pintu juga tidak dikunci, Sergio memilih masuk tanpa dipersilakan si pemilik kamar. 

Kaki Sergio melangkah mendekati kasur Ayumi. Di sana Ayumi sedang telungkup. "Ayumi! Malah tidur." Masih dengan seragam sekolah yang lengkap Ayumi terlihat sedang memejamkan matanya. 

"Ayumi, bangun! Ganti baju dulu!" Sergio menarik tangan kiri Ayumi. 

"Apaan, sih. Ngantuk, Kaak." Ayumi mempertahankan tubuhnya dengan memegang pinggiran kasur dengan erat. 

"Salat dulu! Kamu belum salat, 'kan?" 

"Udah," jawab Ayumi singkat. 

"Apaan. Tadi azannya juga pas di jalan." Sergio terus menarik tangan Ayumi. Ternyata kecil-kecil tenaga Ayumi kuat juga. 

"Oh ... mau dikelitikin? Oke ...." 

"Jangan ... jangan ... iyaa, aku bangun ini." Ayumi membangkitkan tubuhnya dengan terpaksa. 

"Cepat salat!" 

"Iyaa. Kakak keluar dulu! Aku, 'kan mau ganti baju." 

"Awas ya kalau tidur lagi!" 

"Enggaak." 

Ayumi mengganti pakaiannya dengan baju rumahan. Sebelumnya dia juga membersihkan tubuh. Kalau di rumah, Ayumi tidak suka memakai pakaian yang ribet. Cukup kaus oversized dan celana pendek selutut. Yang penting masih sopan. 

Ayumi melakukan salat asar di dalam kamar. Di rumah mereka tidak ada musala, jadi mereka selalu melakukan salat di kamar masing-masing. 

Jika ingin salat berjamaah mereka akan melaksanakannya di ruang keluarga. Menggeser sofa dan menggelar karpet di sana. Sebenarnya cukup jarang dilakukan. Mengingat sang ayah, Kartawijaya hampir setiap hari pulang malam. Berangkat pagi dan pulang malam. Untung saja bukan pergi pagi pulang pagi. Seperti lagu Armada jadinya. 

Sedangkan Sergio tidak ada di rumah. Ayumi dan ibu salat berjamaah di kamar ibu. Karena hanya kamar orang tua Ayumi yang cukup besar. 

Selepas mengucapkan salam, yang menandakan Ayumi telah selesai melaksanakan salat. Ayumi membaca beberapa ayat Al-Qur'an. Lalu berzikir, meminta ampunan kepada Allah SWT. Serta tak lupa berdoa dengan penuh penghayatan. 

Tak lama setelah Ayumi selesai melaksanakan ibadah. Terdengar langkah kaki mendekati pintu kamar Ayumi. Pasti kakak, nih, pikir Ayumi dalam hati. 

"Ayumi," panggil seseorang dibarengi dengan ketukan di pintu. Hanya dua kali dan tidak menuntut. Suaranya sangat lembut. Sudah pasti bukan suara laki-laki. 

Ayumi tahu betul siapa orang di balik pintu itu. Siapa lagi kalau bukan ibunya. "Ayumi, udah salatnya?" ibu bertanya. 

"Udah, Bu," jawab Ayumi. 

"Ya, udah. Nanti langsung makan, ya. Ibu mau ke tetangga dulu, ada urusan," jelas ibu. 

Sebenarnya ibu Ayumi mau masuk ke kamar dan bicara langsung. Tapi sayang pintu terkunci dari dalam. Tadi Ayumi sengaja mengunci pintu agar Sergio tidak mengganggunya. 

Ayumi juga sedang tanggung melipat sajadah dan membuka mukena. Bukannya tak sopan, tidak ingin membukakan pintu untuk ibunya. 

Ayumi hanya menjawab singkat, "Iya, Bu." Ayumi mendengar langkah kaki ibu menjauhi pintu kamar. 

Simpang AyuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang