43. Cemburu ala Radit

1.7K 82 0
                                    

• 🎑 slmt mmbca🎑  •
___

🍦🍦🍦


Cuaca pagi ini mendung. Sama seperti cuaca hati seorang gadis yang sedang melamun di balkon kamarnya. Entah apa yang dilamunkan cewek itu.

Hari ini hari Kamis. Tapi Nindya, gadis itu, dia tidak berangkat ke Sekolah. Mungkin karena bebas dan sudah tak ada lagi kegiatan belajar mengajar. Dan absenpun sudah tak berlaku.

pernikahan itu akan dilaksanakan setelah pembagian rapot'

Dalam pikiran Nindya terus saja terngiang-ngiang kalimat itu. Kalimat yang ia rangkum setelah pertemuan keluarganya dengan keluarga Raditya beberapa hari yang lalu.

Sebenarnya Nindya sudah mencoba ikhlas, tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah berusaha sebaik mungkin untuk bisa ikhlas. Tapi kenyataannya ‘ikhlas’ itu tidak mudah.

"Gimana jadinya kalau udah nikah nanti?” Monolog Nindya. Dia tanpa sadar mengucapkan kalimat itu. Pikirannya sangat kacau dari beberapa hari yang lalu. Pembagian rapot tinggal menunggu jam, besok! Ya, pembagian rapot itu besok.

Nindya benar-benar bingung harus bagaimana sekarang, menerima pernikahan ini dengan lapang dada benar-benar sangat sulit. Apa dia harus menghilang dari bumi? Ah yang benar saja.

Handphone Nindya yang berada diatas meja yang ada dibalkonnya tiba-tiba berdering. Nindya mengumpat dalam hati, siapa yang sudah berani mengganggu ketenangannya?!

Dengan langkah gontai Nindya berjalan mengambil handphonenya kemudian duduk dikursi yang berada disamping meja.

   Raditya Mhndra is calling.

Nindya mengerutkan dahinya, untuk apa cowok itu meneleponnya sepagi ini? Apakah dia ingin bertanya pada dirinya kenapa tidak masuk sekolah, atau ada alasan lain? Demi memecahkan pertanyaan yang ada dibenaknya. Nindya mencoba berani mengangkat telepon dari Raditya.

Tombol hijau sudah Nindya geserkan ke kanan dia mendekatkan handphonenya ke telinganya.

 “Assalamualaikum? Iya kenapa?”

 “Wa’alaikumsalam. Btw kenapa lo ga masuk? Lo sakit?”

 “Gue baik-baik aja. Lagian hari ini bebas, jadi gak masuk juga gak masalah.”

Bukan masalah itunya! Abis pulang sekokah kita harus ke Butik. Fiting baju buat akad sama resepsi. Kata Mama gue, takutnya lo kurang suka sama pilihan dia, jadi lo yang pilih sendiri. Inget! Harus dianter gue!"

Nindya membuka matanya sempurna, apa katanya? Fitting baju untuk akad dan resepsi? Nindya sangat benci disuruh memilih baju, jangankan memilih baju untuk akad dan resepsi nanti. Untuk berpergian saja masih meminta pendapat orang pantas atau tidak di badannya. Sudahlah, Nindya ingin terbang menembus langit ke tujuh saja.

“Halloooo? Masih ada orang disana?”

Nindya memonyongkan bibirnya, berniat mengejek Raditya. Ya masih adalah, orang masih berdiri disini. Masih utuh, cantik, imut pula.

“Ada! Biasa aja kali.”

“Sekarang mandi dulu kalo belum mandi, kalo udah sekarang turun terus sarapan. Nanti abis sarapan dandan cantik. Gue jemput lo ke rumah.”

“Eh, eh. Apa-apaan lo ngatur gue. Siapa elo?!"

“Calon suami."
 
Blush .... Nindya merasakan semburat merah menerjang pipinya. Kenapa saat mendengar Raditya mengatakan bahwa dia ‘Calon suami'-nya, membuat Nindya senyum-senyum sendiri. Argh! Perasaan apa ini.

My Ex-Boyfriend is My Husband (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang