Farah menyandarkan tubuh di kap mobil, kedua tangannya sidekap di depan dada. Kukunya yang termanikur rapi mengetuk-ngetuk lengannya dengan gugup.Dia menatap Fadlan, yang berdiri di depan gerbang rumah Verro, dikelilingi setidaknya selusin anggota Hellraisers yang tidak ditangkap oleh polisi bari ini. Mereka bicara dengan nada pelan, penuh perhitungan.
Kalau boleh memilih, Farah ingin pulang saja. Kembali ke kehangatan dan keamanan rumah Panca. Kembali pada perlindungan Panca... tapi untuk untuk itu, dia harus melindungi Fadlan terlebih dahulu.
Karena sepanjang yang Farah ingat, untuk pertama kalinya, Panca tidak terlihat berminat melindungi Fadlan dan Farah merasa terpanggil untuk menggantikan Panca.
Hari ini terasa amat panjang, tapi masih tersisa 3 jam sebelum hari ini sungguh-sungguh berakhir...
Masih banyak hal yang bisa terjadi.
Fadlan dan teman-temannya yang tersisa masih bisa masuk penjara.
Itulah mengapa Farah ada di sini; untuk memastikannya tidak terjadi.
"Fadlan!" seru Farah, memanggilnya sekali lagi.
Fadlan hanya menoleh sejenak, menatap Farah sekilas, lalu kembali mengobrol dengan teman-temannya.
Farah mendengus.
Padahal dia bermaksud mengajak Fadlan pergi dari sini.
Masih ada waktu.
Sebelum penghuni rumah Verro atau malah Verro sendiri keluar menemui mereka. Kalau terjadi konfrontasi, bisa-bisa mereka memanggil polisi.
Tak berapa lama, gerbang pintu rumah Verro dibuka dan pria itu keluar, disusul enam orang berbadan tegap yang mengenakan jaket penerbang. Menyusul terakhir di belakang, Hanan keluar dan berdiri di belakang para polisi itu.
Farah merasa hatinya anjlok.
Kalau Farah saja tahu mereka adalah polisi, Fadlan pasti lebih paham lagi. Kalau Farah tahu betapa pentingnya posisi Hanan, Fadlan juga pasti tahu.
Polisi ada di sini... sudah dipastikan mereka tidak akan tianggal diam kalau Verro kenapa-kenapa.
Hanan ada di sini... sudah bisa dipastikan bahwa Panca juga tidak akan tinggal diam kalau Hellraisers macam-macam pada Hanan.
Fadlan menoleh ke arah Farah. Mereka bertukar pandang. Bagi Farah, tatapan Fadlan hanya bisa berarti satu hal; aku tak akan gegabah.
Tak punya pilihan lain, Fara hanya bisa mengangguk pelan sembari menggiti bagian dalam bibirnya.
Fadlan berjalan mendekati rombongan Verro yang baru keluar, angggiota Hellraisers yang lainnya menyusul di belakang fadlan, dua langkah di belakangnya.
"Pak Alverro Dian Susilo? Perkenalkan saya Fadlan Ansari." Fadlan tidak repot-repot mengulurkan tangan, tahu persis Verro tidak akan menerimanya. Dia berdiri menghadap Verro seementara itu, di belakang Verro, para anggota polisi dan Hanan tak mengatakan apa-apa. "Saya ingin bertemu Dara."
"Dara?" tanya Verro, menelengkan kepala.
"Sasadara Sakinah, jangan pura-pura pikun."
Farah memejamkan matanya kuat-kuat. Aku tidak akan gegabah? Jelas hanya khayalan Farah belaka.
Verro hanya menyunggingkan senyum mendengar ucapan Fadlan. "Saya tahu, saya hanya heran apa yang membuat kamu mengira boleh-boleh saja memanggil nama Dara seenaknya. Kalau kamu mau, kamu bolejh memamnggilnya dengan sebutan Bu Dara. Hormat sedikit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan Terbelah Dendam
RomanceDara pernah punya segalanya, lalu dia bertemu Panca. Panca pernah tak punya apa-apa, lalu dia bertemu Dara. Sepuluh tahun berlalu... Panca dan Dara kembali bertemu. Kini Panca memiliki segalanya, tapi Dara tetap tak terjangkau olehnya.... *** Starte...