12

22.4K 3.2K 114
                                    

Without you life is dull and plain

So I clench my palm refuse to give up

I am waiting for you on a path along the field until you finish your song

It's just I'm worried when the wind blows, you might not hear our memory recalls

Sorrow by sorrow, changes in days, months

Every magnificent years passed

What I hate the most is unable to love you

Beyond my eyes is a world of ice and snow

I am still embracing your breath from that time

But it's only a reminiscent of love now, with all the scars remain

If only I never leave

We could sink into deep slumber through our youth

No need to fall into frustration and search you for a lifetime

***

Panca tidak tahu mengapa dia kembali lagi ke sini. Segalanya tampak samar dan berbeda. Seperti melihat pemandangan dari balik kain yang tipis dan kelabu.

Di meja makan dihadapannya, dua gelas kosong satu piring kosong tertumpuk rapi. Sebuah buku tulis terbuka di hadapannya, Panca membubuhkan sesuatu di sana, tulisannya kecil-kecil dan seragam.

"Mas Panca sedang apa?"

Suara itu datang dari sampingnya. Ketika Panca menoleh, wajah Dara sudah ada di samping wajahnya. Ketika gadis itu bicara, napasnya mengembus di telinga Panca.

Tak seperti keadaan di sekitarnya yang mengabur, wajah Dara terlihat begitu jelas.

Panca bisa merasakan telinganya memerah, bulu di lengannya berdiri.

Sementara mata Panca menelusuri profil wajah gadis muda itu, memperhatikan bulu matanya yang lentik, anak-anak rambut yang keluar dari kunciran rambut gadis itu, pandangan Dara tertuju pada tulisan di buku tulis Panca.

Panca beringsut menjauh hingga jarak mereka kini ada di batas wajar dan sopan. Belum cukup, Panca juga menggeser buku tulisnya mendekat ke arah Dara. Panca tidak mengatakan apa-apa, tapi Dara sudah tahu itu adalah bentuk izin darinya. Masih dalam keadaan berdiri, gadis itu mengambil buku tulis Panca, mendekatkannya ke wajahnya.

"Dara, Dara, duluan yaaa...!"

Dara menegakkan tubuh dan membalikkan badan, buku di tangannya kembali ia letakkan di meja. Serombongan temannya riuh melambaikan tangan. Mereka semua baru selesai menghadiri pesta ulang tahun salah satu teman sekelas di restoran satu-satunya di Pandanlegi.

"Dara, mau pulang bareng nggak? Mobil Gofar masih muat," kata salah satu dari mereka.

"Nggak, aku sama Mas Panca."

"Cieee Dara. Sekarang pacarnya nambah lagi... awas Surya marah lhoo...."

Dara hanya tertawa kecil, dan melambaikan tangan, lalu duduk di samping Panca.
Ketika Dara duduk, hampir tidak ada jarak antara bahu Dara dan bahu Panca.
Ketika kaki Dara naik ke pijakan kaki meja, bagian tepi kaki Dara mengenai bagian tepi kaki Panca.

Bulan Terbelah DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang