21

23.4K 3K 260
                                    

Tangan yang kecil ini hanya bisa

Menggenggam sedikit kebahagiaan

Sambil memahami, kenapa orang-orang

Melepaskan genggaman itu dan tersesat di masa depan


Di hari yang biasa seperti ini

Hidup bersamamu dengan sepenuh hati

Dikelilingi dengan senyuman


Sekarang dengan kata yang umum ini

Aku ingin mengucapkannya dengan sepenuh hati

Apakah perasaan cinta ini tersampaikan?

Kokoro wo Komete - Aoi Teshima

***

Meski Panca tak menginginkan pegawai Rezeki Pandansari terlibat PLP dalam bentuk apa pun, Hanan tahu betul bahwa perpindahan pengurus tak serta-merta dapat tercapai dengan peralihan berkas semata. Maka ketika dua van dari kantor Verro datang dan menjemput keperluan PLP, dua van dari Rezeki Pandansari ikut mengiringi di belakangnya, berisi lima pegawai yang dipersiapkan untuk lembur. Tiga pegawai yang sebelumnya sudah terlibat dalam krisis sedari siang sudah dipulangkan.

Hanya Hanan, yang entah karena tanggung jawab, entah karena adrenalin, masih segar dan bertahan.

Verro tidak pernah terlalu ramah dengan siapa pun dari Rezeki Pandansari. Karenanya, Hanan agak kaget saat dia datang dan memasukiruang rapat kantor Verro yang luas dan penuh beanbag aneka warna di ruangan rapatnya, dan mendapati Verro mengulurkan tangan padanya.

"Kukira Panca bilang tidak ada yang datang dari kalian," kata Verro.

Hanan menggeser badan, agar tidak menghalangi beberapa orang yang sedang membawa masuk laptop-laptop, binder plastik dan map-map tebal, dus-dus berisi cetakan materi, lanyard peserta, boks-boks berisi sertifikat peserta yang siap dicetak...

"Yah, tapi kurasa supaya migrasinya kepengurusannya bisa selesai malam ini, sebaiknya aku dan pengurus PLP sebelumnya datang untuk menjelaskan. Dengan begitu besok--"

"Besok PLP punya plausible deniability..." kata Verro. "Secara keorganisasian, PLP merupakan entitas mandiri dan tidak punya hubungan apa-apa dengan Rezeki Pandansari."

Hanan tersenyum masam. "Begitulah."

Verro berdecak. "Ayo ke rumahku saja, kita ngopi. Pak Hanan sepertinya butuh kopi."

Verro terlebih dahulu memutar langkahnya, berjalan meninggalkan ruangan rapat kantornya yang kini sudah mulai dioperasikan sebagai pusat kegiatan PLP.

Hanan memutar pandangannya ke ruangan sekali lagi.

Ruangan rapat ini cerah dan beraneka warna, dengan dinding-dinding penuh desain berpigura, satu rak penuh patung aneka bentuk. Ditata dengan artistik dan penuh selera seni, sungguh berbeda dari ruang rapat Rezeki Pandansari yang kaku, serba metal, dominan putih dan kelabu.

Hanan menghela napas.

Laptop-laptop mulai dipasang dan pegawai yang dia bawa sudah mulai berbaur dengan pegawai dari kantor Verro, saling mengecek layar laptop dan mengecek berkas serta kelengkapan administrasi lainnya.

Semua hasil kerja Hanan setengah tahun belakangan, sudah berpindah ke ruangan ini, dan Hanan tahu sudah waktunya dia melepaskan dan mengikhlaskan.

PLP lebih besar dari kita, begitu Panca selalu berkata.

Bulan Terbelah DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang