Tepat saat Ane menyiramkan air dalam botol mineral di atas kepala Lisa. Sedang Lisa mengambil buku yang sengaja dijatuhkan Ane dan teman-temannya.
"Apaan sih, An! Ini nih kalo orang kurang kerjaan!" Akbar menyaut botol air yang dipengang Ane. Sementara Rio membantu Lisa berdiri dengan baju setengah basah.
"Oh, kembarannya udah sekolah lagi, ya. Pelayan!" Ane memekik di telinga Akbar.
"Iya, kembaran yang ketemu di sampah!" Joana, salah satu teman Ane menimpali.
"Ups! Kalo ngomong suka bener, deh." Satu lagi, Valery, tak mau kalah ikut menimpali.
Ya, mereka tiga cewek yang menempatkan diri mereka sebaga orang paling keren di sekolah ini. Dari nama-nama mereka saja, sudah tampak jelas kalangan elit.
Tanpa bicara lagi, Akbar menyeret Lisa keluar kelas. Sepanjang jalan Akbar mengomel kepada Lisa. Tentu saja, ini sudah biasa terjadi ketika Anelis dan teman-temannya mengerjai Lisa sampai di luar batas.
Tidak langsung pulang, Lisa membersihkan dirinya di toilet yang ada di kantin sekolah. Lumayan sepi, karena ini jam pulang sekolah.
"Lo ngapain di sini?" Sungut Akbar melihat Rio ikut duduk di kursi panjang kantin.
"Nungguin Lisa," jawab enteng Rio.
"Lisa sama gue. Udah lo pulang sana." Akbar mengangkat alisnya.
"Gak."
"Kehadiran lo tuh, bikin—"
"Bikin apa, ha?" sahut Rio cepat.
"Udah, kalian berdua jangan mulai, deh. Rio, Glenn udah nunggu kamu di depan. Nih, dia whatsapp aku." Lisa langsung mengalihkan pembicaraan sebelum debat antar dua cowok itu berlangsung sengit.
Rio mengembuskan napas sebal. Dengan mengantarnya sekolah saja sudah cukup, tidak perlu menjemput juga. Terpaksa Rio meninggalkan kantin, ia tidak mau Akbar beradu pukul lagi. Ini hari pertamanya sekolah.
Di bahu jalan depan pagar usang sekolah memang mobil warna hitam tersebut sudah memarkir. Langsung saja ia masuk mobil. Glenn sedang bermain gawai di kursi kemudi. Tidak ada beban sama sekali di wajahnya, sangat santai. Ditambah sebatang rokok sudah tinggal setengah diapit jari telunjuk dan tengah. Kali ini Glenn juga tidak berbicara apa pun. Menurutnya percuma juga, lawan bicaranya kali ini tidak akan peduli.
Perlahan mobil membaur dengan kendaraan lain. Masih tetap tidak ada percakapan di antara mereka. Rio mengeluarkan smartphone-nya. Masuk pada aplikasi whatsapp. Salah satu nomor di kontak memasukkanya dalam grub sekolah dan grub kelas. Sekolah sebelumnya lebih sering memakai e-mail daripada whatsapp. Saat tengah membaca tugas apa saja siang ini dalam grub, tangan Glenn merebut ponselnya.
"Balikin," tagih Rio.
Glenn mencari nomornya di kontak whatsapp, lalu membuka blokir.
"Lo kalau ada apa-apa, kalau gak hubungin gue, hubungin siapa lagi. Lo tuh, gak bakal bisa hidup jauh dari gue," balas Glenn sambil mengembalikan ponsel Rio.
"Berisik."
Sebelum-sebelumnya obrolan ringan, bahkan Rio sangat terbuka padanya. Semuanya diceritakan. Setelah kejadian kemarin, rupanya ini adalah Rio sesungguhnya. Tidak banyak bicara, atau mungkin malas berbicara. Dahinya selalu berkerut, juga tatapan mata tajam. Bisa dikatakan judes versi cowok.
KAMU SEDANG MEMBACA
KESAN TEMU
RomanceKesan Temu Saat titik ragu menjadi satu Rio Dewa Wijaya. Dingin, judes, irit bicara. Sesuatu yang membuat kehidupannya berubah karena Lisa. Glen yang dianggap sebagai orang paling mengerti ternyata membawa kenyataan pahit bagi Rio. Lisa sendiri ha...