Bagian 10

33 29 3
                                    

Lisa menjingkat karena Ane muncul di depannya. Bahkan tangan Ane menggandeng tangan Akbar. Ane tersenyum sekarang, ini pertama kalinya melihat kondisi langsung rumah Akbar. Beberapa hari ini, Akbar selalu melarang jika ia ingin ikut.

"Ane...."

"Gak usah kaget gitu. Gue yang minta ke dia buat ikut." Ane menunjuk Akbar yang nyengir.

Akbar masih belum berkata apa pun. Seperti waktu Rio datang ke rumah ini. Tikar anyam usang sebagai alas satu-satunya untuk duduk. Tiga adik Akbar dan Lisa mengintip penasaran dari kamar dengan penerangan redup.

"Setelah gue mandi, gue anter pulang." Akbar menyilangkan handuk di pundak.

"Iya."

Hening. Lisa memang duduk di samping Ane, tetapi tidak ada dialog mengisi. Ane sekarang sudah move on dari Theo. Dalam waktu kurang dari satu minggu, Akbar berhasil membuat semuanya kacau, termasuk hatinya yang berdetak lebih cepat saat manik mata mereka bertemu.

Sampai Akbar selesai bersih-bersih, dua gadis itu belum memulai pembicaraan. Bahkan sepanjang Ane di rumah ini, Lisa tidak berani mendongak pada wajah Ane.

"Gue pulang dulu, ya, Lis," pamit Ane.

"Iya hati-hati."

Ane langsung memeluk Lisa di ambang pintu. Lisa melebarkan mata, apa alasan Ane mendadak baik seperti ini. Jangan bilang karena berpacaran dengan Akbar, jadi Akbar meminta untuk berdamai. Tidak masuk akal.

"Maafin gue, gue gak tau kalau lo juga berusaha nyelametin nyawa dua orang di sana. Akbar cerita semuanya ke gue."

Deg.

"Kasus bakal tetep diproses. Aku emang salah kok."

"Enggak, Lis. Gue sama Akbar janji, bakal berjuang buat llo"

Lisa hanya membalas senyum tipis. Semuanya sudah terjadi. Tinggal menunggu surat panggilan dari kantor polisi lagi.

***

Valery manyun, lewat dua jam Ane dan Joana belum juga datang. Mereka membuat janji akan menghabiskan malam minggu ini di kedai kopi yang biasa dikunjungi bertiga. Joana bilang, nanti akan datang setelah bertemu Glen. Nyatanya sampai pukul sembilan malam belum juga kelihatan. Ane tidak menjawab whatsapp-nya sejak pulang sekolah. Anak itu juga berubah aneh setelah kena skors tiga hari lalu.

"Valery sendirian?"

"Elo? Gak usah kepo, deh," seloroh Valery pada Mira yang tiba-tiba duduk di depannya.

"Enggak kok. Gue cuman mau ngasih tahu ini." Mira menunjukkan foto Ane dan Akbar bergandengan tangan sedang menyeberangi jalan.

"Please! Gak usah kasih fake pictures. Gak mungkin Ane nelan ludahnya sendiri."

"Masih gak percaya? Kalo foto ini?" Mira menggeser layar ponsel. Joana dan Glen keluar dari mobil dan masuk toko perhiasan. Dalam rekaman itu juga, tangan Joana tidak lepas dari lengan Glen.

"Wait, lo dapat dari mana?" penasaran Valery.

"Pas gue jalan ke sini, hampir bersamaan gue ketemu mereka."

"Lo gak edit foto dan vidio ini 'kan?" Valery terus memastikan kalau Mira memberikan bukti valid.

"Gue kasihan ya, Val, sama lo. Kalian bertiga tuh bak dewi di sekolah. Selalu menjadi idol cewek-cewek lain. Eh kok di luar sekolah hubungan kalian toxic, ya?"

"Tahu apa lo soal kita bertiga? Lo kali yang toxic." Valery tidak terima.

"Gue tahu banyak soal kalian. Mungkin gue lebih banyak tahu dari lo, Val. Gini, lo tahu gak kalo Joana sama Ane diem-diem pacaran, dan gak ngasih tahu lo?"

KESAN TEMU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang