Joana tidak mau melepas genggaman dari Ane. Mereka sampai di halaman rumah mewah bertingkat tiga. Mobil jeep milik om dan tante Joana juga terparkir di sana, Glenn mengembuskan napas besar. Ane pertama kalinya terlibat dalam dua masalah sekaligus. Kasus hukum Lisa yang akan ditetapkan hari ini, dan Joana hampir menggugurkan kandungannya.
“Gue takut, Ne.”
“Ada Glenn sama Rio, mereka gak bakal biarin om lo seenaknya. Gue juga di sini.”
Benar, ruang tamu sudah kedatangan tamu. Lirikan mata om dan tante Joana menuju wajah keponakannya yang sembab.
“Saya tidak punya banyak waktu untuk menjelaskan kembali. Saya pikir, mereka juga sudah mengerti kedatangan kami,” ucap om Joana.
“Saya akan bertanggungjawab Om, Tante, tetapi dengan satu syarat.”
“Katakan.”
“Jangan batalin proyek dengan papa saya. Saya sudah menepati ucapan yang Om minta, adik saya tadi datang, meminta untuk tidak menggugurkan janin ini. Dia anak saya, saya mau dia lahir.”
“Terlambat, proyek itu sudah dibatalkan kemarin. Saya minta ‘kan dalam 24 jam, tapi sampai dua hari kamu belum ada pergerakan. Kalau kamu mau tanggungjawab, oke, mulai detik ini bawa Joana.”
Om dan tante Joana pergi tanpa pamit pada tuan rumah. Ruang tamu lengang, belum ada yang memulai pembicaraan. Glenn menunduk di samping mamanya, tidak bisa mencari awal untuk meminta maaf. Kata-kata yang disusun sepanjang perjalanan pulang hilang, keadaan berubah karena om dan tante Joana langsung menyerahkan gadis itu ke sini.
“Ma, Glenn minta maaf ....” Glenn langsung bersimpuh di kaki mamanya, air matanya membasahi wajah.
Air di kelopak yang dibendung mama akhirnya tumpah, sebenarnya saat makan malam kemarin, om dan tante Joana sudah mengabari kehamilan Joana. Rio tidak bisa melihat air mata mamanya terus luruh, ia mengalihkan pandang sisi lain ruang tamu sambil berkaca-kaca.
“Mama udah maafin Glenn.” Mamanya menarik bahu Glenn langsung memeluk. Semuanya sudah terjadi, hidup tetap berjalan.
“Bikin malu Papa kamu, Glenn!” Papa membalikkan badan Glenn disusul hantaman tangan.
“Mau apa kamu ke sini! Jangan sentuh anakku!” teriak mama histeris melihat Glenn tumbang. Ane dan Joana semakin ciut, keluarga ini sedang diguncang badai.
“Anak bejat ini harus diberi pelajaran!” umpat papa menunjuk Glenn.
“Bukan Glenn yang bejat! Tapi Papa yang BANGSAT! Pergi!!” Rio langsung mendorong pundak papanya menjauh dari mama. Rio mendapat sambutan gamparan keras dari papanya, dua kali. Ia kembali berdiri mengusap darah dari sudut mulut. Mamanya menjerit di sana.
“Cukup buat semua orang malu lihat Papa! Rumah ini bukan milik Papa, apa hak Papa di sini?! PERGI!!” Rio menambahkan satu kepalan tangan di wajah Papa, papanya terdorong sampai ke luar pintu, buru-buru ia menutup pintu rumah.
Ane bergeming, keluarga Rio dan Glenn memang utuh, mereka memiliki orangtua lengkap. Seperti barusan, hubungan antara ayah dan dua orang anak seperti polisi melawan penjahat. Di tempat aborsi tadi Rio meluapkan kemarahannya pada Glenn, di sini, Rio membela Glenn dari papanya. Sekali lagi, Lisa beruntung.
“Kita makan bareng-bareng dulu, yuk,” ajak mama berusaha mencairkan suasana.
“Saya langsung pamit aja, Tan—“
“Tante ngambek nih, kalau ditolak kayak gini.”
“Ehh, iya deh, Tan.” Ane mengiyakan untuk makan bersama.
Bibi sibuk menyiapkan makanan sambil mengusap hidung merah bekas menangis berkali-kali. Joana dan Ane membantu menata piring-piring. Saat makan, masih hening tidak ada yang mengambil pembicaraan.
“Rio berangkat ke persidangan, ya, Ma. Ayo, Ne,” pamit Rio.
“Glenn kamu ikut sana, biar Joana sama Mama di sini.”
***
“Thanks udah dateng tepat waktu tadi, kalo lo gak dateng, gue gak bakal bisa tidur selamanya karena bunuh anak gue sendiri.” Glenn memulai pembicaraan. Hampir dua puluh menit perjalanan, kosong rasanya tanpa ada yang mengobrol.
“Lo harusnya bilang itu sama Ane. Dia yang ngasih tahu di mana kalian,” sanggah Rio.
“Thanks, Ne.”
“Iya.”
“Lo emang gak waras mau bunuh anak sendiri.”
“Lo denger sendiri, waktu yang dikasih omnya Joana. Gue gak mau sampai akhirnya semalam kabur bawa Joana. Proyek Papa bakal dibatalin.”
“Lo mikirin orang yang anggep kita ini sampah? Konyol, lo.”
“Hahahaha.”
Ane menjadi pendengar. Dua bersaudara dengan sifat yang berbeda. Ane juga baru tahu Rio senang sekali mengepalkan tinjunya. Glenn, yang kelihatan sangar, sangat menyanyangi ibunya. Semoga Joana berada di keluarga yang tepat.
***
“Maafin Joana Tante, Joana malu sama Tante.”
“Jangan panggil Tante, kamu anak saya sekarang. Kita ke sekolah sekarang, mengurus pengunduran diri kamu, dan pindahin barang-barang kamu ke sini.”
Joana memeluk ibu mertuanya. Wanita sebaik ini akan menjadi ibunya, rasa haru dan bahagia tidak bisa disembunyikan.
“Mama penasaran sama orangtua kamu, kenapa yang ke sini om sama tante kamu? Yang maaf banget, kata-katanya kurang enak.”
“Aku anak haram, Ma. Ibu meninggal waktu aku umur dua belas tahun, waktu itu masih SD kelas enam. Ayah? Kata ibu waktu tahu ibu hamil aku, ayah ninggalin gitu aja tanpa mau tanggungjawab. Jadi aku diurus sama adik mendiang ibu. Om dan tante. Aku gak pernah dapet namanya perlakuan baik, mereka seenaknya karena aku numpang hidup. Om sering kasar secara fisik. Tante juga kayak menghitung semua yang dia beri. Sering keluar kata rugi, boncos, sial, dan banyak. Waktu anak mereka ngadu aku hamil, seharian aku gak dikasih makan, aku sampai minta sama Glenn buat beli makan. Om keukeuh untuk gugurin. Akhirnya kita kabur dari rumah kemarin, gelap hati kita ke rumah aborsi, untungnya Rio sama Ane datang.” Joana mengusap air mata.
“Mama berubah pikiran buat ambil barang-barang kamu. Kita beli baru aja, ya. Lupain semua yang di sana.”
“Jangan Ma, Joana udah cukup jadi beban.”
“Enggak, kamu harus bahagia di sini. Sama Mama, Glenn, dan Rio.”
“Makasih, ya, Ma.”
***
“Kamu habis berantem sama siapa?” Lisa mengusap sudut bibir Rio dengan tangannya.
“Papa.”
“Seneng banget sih adu pukul.”
“Glenn kabur sama Joana, mereka mau gugurin kandungannya. Untung Ane cepet kasih info lokasi mereka.”
“Joana? Hamil? Glenn?”
“Iya sayang.”
“Terus Joana?”
“Kebiasaan deh, masalah lo udah banyak, jangan peduliin yang lain.”
Lisa tersenyum memegang pledoi, semoga hakim berbaik hati meringankan hukumannya.
“Kamu gak malu nanti jalan sama mantan napi?” iseng Lisa.
“Mama meninggal bunuh diri, punya mama baru eh cerai, abang hamilin anak orang, pacar napi. Kurang lengkap apa sih hidup gue?” jawab Rio sambil mencubit hidung Lisa gemas.
“Pacar?”
“Kalau gue gak sayang, gak akan sebaik ini sama orang. Cuman lo yang bertahan sama kelakuan nyebelin gue.”
Lisa masih menatap manik mata Rio, terkunci rasanya tidak bisa beralih pandang.
“Jadi udah jelas kalau lo sekarang adalah pacar gue.”
“Maksa?”
“Mau enggak?”
“Mau.”
Proses sidang berjalan. Karena tidak ada yang memakai seragam sekolah, semua orang masuk duduk di kursi belakang. Kasus-kasus dibacakan, keluarga Theo juga hadir di sana. Senyum mereka terkesan dipaksa saat bertemu pihak keluarga Lisa. Ane tidak lepas dari ibu Lisa, mengelus lengan ibu sambil menenangkan. Glenn, Akbar, dan Rio serius mendengarkan hakim. Sekarang, pembacaan pembelaan atau pledoi, awalnya seperti biasa permintaan maaf kepada keluarga Theo.
“Kepada hakim yang terhormat dan jajaran Jaksa. Saya adalah anak pertama dari lima bersaudara. Saya adalah tulang punggung keluarga, ibu saya menderita Osteoarthritis tidak bisa bekerja berat, sedang ayah saya meninggalkan kami tanpa nafkah. Hukuman lima tahun penjara yang telah ditetapkan membuat beban pikiran. Bagaimana keluarga saya mencukupi kebutuhan primer dan sekunder. Saya mohon untuk mempertimbangkan kembali masa tahanan saya. Terima kasih.”
Ingin menangis rasanya membaca lanjutan nota pledoi, urung, cukup sampai meminta masa tahanan diringankan. Orang-orang di belakang akan tambah sedih jika terus menangis.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Pidana Peradilan Anak atau SPPA akan dilakukan diversi untuk pengalihan penyelesaian perkara anak. Keluarga korban melalui kuasa hukum setuju dengan diversi ini dengan hasil yang disepakati berupa pertama, ganti rugi sebesar tujuh puluh juta untuk biaya pemakaman, serta dua puluh juta untuk biaya otopsi rumah sakit, total ganti rugi sebesar sembilan puluh juta rupiah. Kedua, tersangka wajib mengikuti LPKS selama tiga bulan.” Hakim memberi putusan setelah membuka amplop cokelat.
Akbar mengembuskan napas kasar. Raut wajahnya lega dengan diversi barusan. Ane memeluk ibu yang berkaca-kaca sejak Lisa membaca pledoi.
“Lisa gak jadi di penjara, keluarga Theo cuman minta ganti rugi sembilan puluh juta dan pelatihan selama tiga bulan. Thanks, lo berdua udah bantu kita berkali-kali. Tante Karin menego semua ini dalam satu hari kemarin, termasuk ganti rugi juga udah dilunasin sama beliau.” Akbar memberitahu. Glenn dan Rio serempak memeluk Akbar, pasti beberapa hari mereka memikirkan bagaimana nasib Lisa setelah mendapat hukuman lima tahun penjara.
Pukul tiga sore, setelah menyerahkan salinan pledoi, Lisa menunggu untuk dibawa petugas LPKS, yang lain sudah pamit pulang, termasuk Akbar. Waktu yang sangat lama bagi Rio tidak bertemu, mending dari pada lima tahun hukuman penjara. Ya, itu membuatnya stress. Dua perempuan memakai seragam dinas mendekat, waktunya Lisa memulai tiga bulan dari sekarang.
“Lo jangan mikirin masalah orang terus. Ada gue sama Akbar yang jaga ibuk dan adek-adek,” ucap Rio sambil memeluk erat Lisa.
“Iya, kamu juga jangan suka berantem sama papa kamu. Aku pamit, ya.”
Punggung mereka masuk mobil, senyum merekah itu di dapatkan saat mobil mulai berjalan perlahan.
***
Pagi ini sekolah kembali gempar dengan potongan video Joana yang membenarkan bahwa dirinya hamil. Nama Rio ikut terseret, karena yang sekolah tahu Glenn adalah kakak kandung Rio. Unggahan potongan video itu di akun instagram Mira. Lebih dari enam puluh ribu tayangan, pada kolom komentar pun dipenuhi hujatan. Satu komentar di sematkan dengan nama pengguna @valvalery_ “Glenn itu abangnya Rio, Rio pacarnya Lisa, Lisa pembunuh. Dan Ane sekarang pacaran sama kembaran pembunuh, Akbar. Jilat lidah sendiri ya lo, Ane. Lengkap ya circle mereka.”
Di atas postingan tentang Joana. Foto Lisa masuk mobil LPKS diunggah juga. Slide kedua dirinya dan Lisa keluar dari ruang sidang juga diunggah tanpa izin. Semakin membabi buta Mira. Sekarang Valery juga secara visual melalui komentar membuka opini kebencian anak-anak lain.
“Kalian diem aja gitu lihat posting-an Mira?!” Ane melemparkan ponsel ke meja makan. Akbar dan Rio asyik membicarakan tanggal Lisa bebas. Ane datang-datang mengomel tak jelas.
“Minum dulu.” Akbar menyodorkan teh botol.
“Gak butuh minum! Gue gak terima, ya,” seloroh Ane.
“Gak usah peduliin Mira sama Valery. Mereka cuman nyari panggung aja, Nona Ane,” rayu Akbar.
“Yang mereka bilang bener ‘kan? Kenapa harus marah? Joana udah ngaku, Glenn tanggungjawab, kalian emang pacaran ‘kan? Theo juga udah mati, masak iya mau pacaran sama orang mati. Yang gak waras tuh mereka.”
“Privasi kita disebarin ke seantero sekolah, Rio. Lo gak malu?”
“Banggalah gue. Gak perlu jelasin panjang lebar, mereka udah tahu kalo gue pacarnya Lisa, lo pacarnya Akbar, dan Joana istrinya Glenn. Aman ‘kan? Si cupu sama Valery aja yang iri karena jomlo. Ribet ah hidup lo, biarin aja kali.”
“Betul. Mereka nunggu kita panas dan selanjutnya jadi bahan olokan akun Mira lagi.”
“Besok kita bikin genk berandal barbie, mereka biar iri juga,” gemas Rio melihat Ane manyun dan uring-uringan karena postingan Mira.
***
Lisa memulai aktivitas bersama yang lain, di sini banyak anak-anak usia sekolah yang terlibat kriminal. Mereka terlihat baik dengan menyapa terlebih dahulu, tetap saja catatan kejahatan mereka tidak lebih dari membunuh teman sendiri atau orang lebih dewasa, harus hati-hati karena tidak semua kriminal dilakukan tanpa sengaja. Beberapa anak gadis berkelompok dengan gadis lainnya yang terlihat kece. Jadi ingat Ane, Valery, dan Joana. Sekarang mereka pisah, Joana bahkan menjadi bagian dari keluarga super baik itu. Ane, berharap anak itu akan betah dengan Akbar dan menerima keluarganya. Valery, ya, tampaknya membenci Ane dan Joana sekarang.
Sekarang membuat pernak-pernik untuk dikirim ke salah satu pusat oleh-oleh di kota ini. Selama tiga bulan seperti ini tidak buruk, mendapat teman baru dan sedikit melupakan semua belenggu yang dipikulnya berdua dengan Akbar. Sekarang tidak perlu khawatir, Rio akan membantu Akbar mengurus adik-adik. Tante Karin menjadikan ibunya sebagai pemegang toko peralatan rumah tangga, gaji satu bulan lebih dari cukup untuk membayar biaya sekolah adik-adik. Gaji Akbar bisa dia sisihkan sendiri untuk keperluan ke depan.
Sebentar lagi memasuki jenjang kuliah, Akbar bisa menggunakan uang hasil kerjanya untuk itu, Lisa sendiri tidak ingin membebani lagi ibunya, sudah saatnya membantu perekonomian keluarga. Memang sih, Tante Karin memberi pekerjaan jauh lebih menjanjikan tetapi tidak enak kalau terus berdiri di kaki orang baik. Namanya juga sudah dicabut dari daftar sekolah. Tiga bulan ke depan pun Lisa melarang siapa pun menjenguk termasuk ibu dan Rio. Ia ingin tenang membebaskan pikirannya dari bullying yang merusak mentalnya selama hampir satu tahun.
***
“Lo please jangan ganggu gue lagi, gue udah punya keluarga baru.” Joana menyerang balik lawan bicaranya di telepon.
Meja makan rumah Rio sekarang bertambah anggota. Entah bagaimana Rio memanggil Joana sekarang, kakak atau tetap nama itu.
“Thank you lo udah nyebarin semua aib gue, dari aib itu gue dapet mama penyayang, suami tanggung jawab, dan ipar super ngebela gue di hadapan semua temen sekolah yang coba ngebuli. Gue udah bahagia, stop ngerecokin hidup gue!” bentak Joana langsung menutup sambungan telepon.
“Blokir aja sih nomornya Mira. Lo hamil, gue gak mau ya ponakan pertama gue mirip si cupu itu karena lo benci dia,” celetuk Rio sambil menyuapkan nasi ke mulut.
“Iya, yang ada emosi terus nanti kamu. Gak baik buat kandungan,” tambah Glenn.
Mira mencoba meracau lagi kehidupan Joana. Iya, Mira memang anak om dan tante Joana makanya informasi dari Mira selalu valid karena satu rumah dengannya. Apa masih kurang semua posting-an si tukang caper itu yang selalu menghebohkan sekolah, sekarang masih mengulik kehidupan rumah tangga baru Joana.
“Mama mau kamu lupain semua orang dari masa lalu. Gak ada yang berharga ‘kan?”
“Iya Ma, Joana udah blokir semua akses Mira yang mungkin bisa lihat kehidupan sekarang.” Joana menunjukkan nomor Mira yang terdaftar dalam kontak terblokir.
KAMU SEDANG MEMBACA
KESAN TEMU
RomanceKesan Temu Saat titik ragu menjadi satu Rio Dewa Wijaya. Dingin, judes, irit bicara. Sesuatu yang membuat kehidupannya berubah karena Lisa. Glen yang dianggap sebagai orang paling mengerti ternyata membawa kenyataan pahit bagi Rio. Lisa sendiri ha...