XII

1.8K 266 8
                                    

Sakura masih asik menjentikkan jari lentiknya pada senar gitar diruang latihan yang sepi saat suara pintu terbuka mengganggu konsentrasinya.

"Hinata? Kau tak berlatih piano dengan Kurenai Sensei?" Tanya Sakura heran. Biasanya sore Hinata selalu disibukkan dengan berlatih piano dengan pembimbingnya, apa lagi mendekati turnamen yang akan diadakan sebentar lagi.

"Kurenai sensei sedang ada keperluan."

Sakura mengangguk lalu kembali fokus pada senar gitarnya, mencari inspirasi untuk membuat sebuah lagu sebagai tugas akhir semesternya.

"Aku mendengar berita heboh baru saja." Kata Hinata kembali mengganggu kegiatan Sakura.

"Hah?"

"Tentang para penyerangmu dan Sasuke."

Sakura mengangkat bahunya seolah tak peduli. "Hinata.. Sejak kapan kau menjadi tukang gosip?"

Pipi Hinata bersemu merah. "Aku mendengarnya saat lewat." Bantah Hinata malu, membuat Sakura gemas ingin mencubit pipi bangsawan satu itu.

"Baiklah... Baiklah... Aku percaya..."

Hinata berdecak pelan lalu mulai memajukan badannya. "Kudengar Sasuke mendatangi para pembully mu lalu mengancam mereka agar tidak mengganggu mu lagi." Bisik Hinata.

Kali ini, ganti Sakura yang merona hebat. Tanpa di duga, jantungnya berdetak kencang dan pipinya memanas. "Hahaha..." Hanya tawa kaku yang bisa di lontarkan Sakura untuk menghilangkan kegugupannya.

Tindakan yang sia-sia tentu saja.

Hinata memicingkan matanya, menelusuri wajah yang sudah menjelma menjadi kepiting rebus itu

"Sakura-chan... Kau menyukainya kan?"

Mata Sakura membulat. Gadis itu menatap Hinata kaget. "Hah? Aku.. Aku..." Gagapnya.

"Tak ada yang salah dengan perasaan itu Sakura-chan. Asal kau memberikannya pada orang yang tepat. Tapi.. Apa kau yakin kalau dia orang yang tepat."

Sakura mengeluh dalam hati. Dia tak terbiasa membicarakan hal sensitif seperti ini pada siapapun, bahkan Karin yang kakak kandungnya pun sering kali harus berusaha sendiri untuk mengetahuinya.

Lagi pula, dia tak ingin mengakui perasaan ini. Bukan...

Sakura bukan tidak ingin mengakuinya, tapi gadis itu tak ingin menegaskannya.

Dia tak ingin memberikan hatinya pada orang lain. Lagi...

"Sakura-chan..." Panggil Hinata membuyarkan lamunan Sakura.

"Entahlah, Hinata.. Ini.. Rumit."

Hinata tertawa lembut. Sungguh khas gadis bangsawan. "Ikuti saja hatimu, Sakura-chan... Perasaan bukan sesuatu yang rumit jika tak ada campur tangan otak disana."

Sakura ikut tertawa kaku, lalu kembali memusatkan perhatiannya pada gitar... Tapi, bukan nada indah yang dia hasilkan. Nada-nada sumbang tak beraturan malah memenuhi ruang latihan itu.

Hinata kembali tertawa kali ini lebih keras dengan tangan yang menutupi mulutnya. "Itu tanda kalau kau lebih banyak menggunakan otak dari pada hati. Ayo.. Kita pulang saja."

Sakura mengangguk lalu membereskan barang bawaannya dibantu Hinata.

"Kau ingin pulang bersama ku?" Tawar Hinata.

"Terimakasih Hinata, tapi aku akan mampir kesuatu tempat terlebih dahulu." Tolak Sakura pelan.

Hinata mengangguk. "Tak masalah... Akan ku antarkan kau kesana."

Mars and Venus ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang