Rama - 04

140 13 0
                                    

Astagfirullah...
Wajah itu...
Suara itu...

Jujur, sejak awal acara dimulai, konsentrasi ku terganggu. Terganggu akan sosok itu.

Dia yang sedang berdiri di sebelah podium karena dia adalah MC acara ini.
Suara nya mengingatkan ku pada seseorang. Setelah aku melihat wajah si MC, keyakinan ku bertambah. Tetapi, saat dia menyebutkan namanya, kenapa nama nya beda?

Rasa penasaran ku membuat ku terus menatap sang MC. Sepertinya dia sadar akan tatapan ku. Dia bahkan terlihat ketakutan. Apakah aku seseram itu?

Jika benar MC itu adalah dia - gadis ku yang sampai kini aku tak tau dia dimana- tapi mengapa sepertinya MC itu tidak mengenali ku sama sekali? Apakah wajah ku mengalami banyak perubahan?

Aaaah, kenapa aku jadi memikirkan MC itu..
Astagfirullah...
Kurutuki diri ku sendiri karena terlalu fokus dengan nya.

Setelah acara itu selesai, semua kembali ke ruangan nya masing-masing. Aku dan Papa tidak langsung ke ruangan, kami berdua sama-sama menuju Mesjid yang berada di lantai paling atas gedung ini. Memang disebut masjid karena bisa menampung lebih dari 150 orang.

Kami berdua akan menunaikan shalat Dhuha terlebih dahulu sebelum memulai pekerjaan. Sudah menjadi kebiasaan ku sejak kecil untuk selalu melaksanakan shalat dhuha setiap pagi nya.
Entahlah..
Seperti ada yang kurang, jika belum mengerjakannya.

Setelah selesai, kami keluar Mesjid bersama. Di saat yang sama, aku melihat si MC tadi sedang berjalan memasuki Masjid

Tatapan kami sempat bertemu beberapa saat setelah dia menyapa Papa. Dan dibalas dengan senyuman oleh Papa. Kepada Papa dia berani menyapa, tetapi kepada ku, dia hanya menganggukkan kepala dan langsung menunduk.
Apakah aku seseram itu?
Pertanyaan itu kembali aku utarakan dibenakku. Melihat wajah nya yang selalu tertunduk saat melihat ku.

Baru kali ini aku diperlakukan wanita seperti ini. Selama ini mereka justru yang memandang ku dengan memuja. Bahkan tak jarang yang bertingkah menjijikan hanya demi mendapatkan perhatian ku.

"Sudah, ngeliatinya jangan lama-lama"
"Istighfar"
Tegur Papa yang menyadari tatapan ku pada gadis itu

Kami berjalan bersisian ke arah lift menuju ruangan ku.

"Eh.."
"Astagfirullah"
"Kakak cuma bingung Pa, dia seperti ketakutan gitu ngeliat Kakak"
Jawab ku jujur.

"Gimana dia ga takut Kak"
"Kamu ngeliatin dia udah kayak mau nerkam ajah"
"Dia punya salah ama kamu?"
"Sampe gitu ngeliat nya?"
Tanya Papa lagi.

"Ga koq Pa"
"Emang aku ngeliat kayak apa?"
"Sama aja kali"
Elak ku.

"Biasa nya kamu bisa jaga pandangan kamu kak, ke lawan jenis"
"Nah, tuh sama yang barusan lewat, kamu seperti ga ngeliat"
"Beda ama tatapan tadi"
Jelas Papa.

"Lagian, dia itu mungkin bukannya takut ke kamu, melainkan menjaga pandangan nya ke lawan jenis"
Lanjut papa.

Obrolan ini masih lanjut, sampai waktu kami masuk ke dalam lift.

"Jangan-jangan kamu suka ya ama cewek tadi?"
Goda Papa..

"Papa."
Jawab ku sedikit ditekan kan.

"Kalo suka, halalin dulu Kak, baru boleh ngeliat sepuasnya"
"Sekarang ga boleh, bukan muhrim"
"Liatnya sewajarnya aja"
"Bukan karena apa-apa, takutnya kalo kelamaan, akan menimbulkan syahwat"
"Dosa"
Ucap Papa..

"Hhmmm"
Jawab ku singkat.

"By the way"
"Selera kamu boleh juga Kak"
"Seperti nya dia anak baru, wajah nya belum pernah Papa liat sebelumnya"
Ujar Papa.

Rama nya Shinta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang