De Greget (Lamaran Spontan)

61 6 2
                                    

Ternyata laki-laki ketiga yang datang melamar Dokter Meyda malam ini adalah Aldo, sahabat yang jadi musuh lantaran gue gak setuju sama judul novel yang Aldo tulis. Gue gak mau disebut Bajing Luncat. Bagi gue itu julukan yang serem dan gak mendidik.

Jadi gue ngotot minta judulnya diganti sama Tupai. Mmm tapi bukan berarti gue mau dipanggil Tupai. Soalnya makhluk paling imut yang suka naik pohon itu Tupai. Ada sih yang lebih imut lagi, tapi mereka gak bisa loncat, malah kesannya pemalas jadi deh mereka pada gendut, contohnya Panda sama Koala.

Akhirnya kita berdua saling ngotot mempertahankan ego masing-masing. Dari pertengkaran itu mungkin si Aldo termotivasi. Dia jadi berjuang keras supaya bisa sukses lebih dulu daripada gue. Dan sekarang gue mengakui. Aldo memang layak jadi pejuang, soalnya dia udah sukses jadi orang tajir.

Tapi kini si Aldo juga mantan sahabat yang menjadi saingan dalam mendapatkan cinta Dokter Meyda. Ini mah bagai musuh dalam selimut. Teman, sahabat, mantan sahabat yang diam-diam berkhianat. Sampai kapanpun gue gak akan berhenti mendapatkan cinta Dokter Meyda kalau saingan gue si Aldo.

"Apa gue gak salah lihat?" Bisik hati gue lantaran gue masih gak percaya.

"Apa kabar Deni? Oh, maaf. Lo pasti orang yang mirip sama Deni si Tupai yang gak bisa loncat itu."

Gue jadi naik pitam. Bener-bener nih Aldo, apa dia mau bikin gue marah, trus akhirnya gue gagal melamar Dokter Meyda?

Tiba-tiba Aldo mendekatkan wajahnya ke telinga gue. Trus dia ngomong pelan, "Lo harus terima kenyataan, kalo Dokter Meyda lebih memilih gue yang tajir. Bukan pengangguran kayak elo."

Setelah itu Aldo melangkah ke rumah Dokter Meyda. Laki-laki yang mau melamar Dokter Meyda juga ikut di belakang Aldo, kecuali supir mereka. Gue gak menyangka ternyata malam ini sahabat gue jadi saingan gue, bahkan musuh gue.

"Gue salah Do, gue udah meremehkan elo. Pasti elo udah berhasil sama tulisan-tulisan, novel-novel elo." Ucap gue lirih.

"Assalammualaikum..." Ucap kami bertiga serentak keras, cuma si Aldo yang gayanya paling songong, bahkan saat mengucap salam aja malah petentang-petenteng.

Setelah itu sejenak kita bertiga saling menoleh dengan wajah kesal dan kayaknya yang kesal bukan cuma kita bertiga, tapi juga para tetangga rumah 11 K yang mendadak keluar rumah dan melihat kami bertiga eh berenan di depan rumah Dokter Meyda. Lagi-lagi cuma si Aldo yang merasa gak bersalah lantaran dia merasa gak mengucap salam, jadi gak terlibat dalam keributan di depan rumah Dokter Meyda.

Di depan pintu pagar serentak kita bertiga mau kembali mengucap salam, tapi tiba-tiba si Aldo minta salamnya di ulang. Huh! Nyebelin banget sih si Aldo. Tapi mau gak mau kita mengikuti permintaan si Aldo, soalnya belum ada orang yang menyambut kita berempat, walau lampu-lampu dalam rumah Dokter Meyda tampak terang benderan.

Gayung pun bersambut usai kita berempat mengucap salam. Bahkan salam kita berempat dijawab salam yang lebih lengkap sama seorang laki-laki agak tua yang tergesa membuka pintu pagar besi.

Sejenak laki-laki yang memakai peci hitam melihat kami, trus tanya "Pasti Bapak-Bapak sama Adek ini mau..."

"Melamar Dokter Meyda." Ucap kita berempat serentak, trus kita bertiga kaget kok bisa kompakan. Sedangkan kedua mata gue dan kedua mata Aldo saling memaki.

"Pak Dul, kalau ada tamu suruh masuk saja." Suara laki-laki dari dalam rumah.

"Oh iya Pak Andi." Kata Pak Dul sambil sedikit menoleh.

Kita berempat pun masuk ke halaman rumah. Sebelum naik ke teras rumah, Aldo dan dua laki-laki yang gak gue kenal membuka sepatu. Cuma gue yang melapas sandal, tapi untungnya gue gak memakai sandal japit, yang biasanya selalu gue pakai. Bisa malu-muluin banget pasti.

TUPAI ( TERUNTUK KAMU YANG TAK BISA KUGAPAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang