Surat Putus Nyambung

80 5 0
                                    

Dua hari setelah pulang dari rumah sakit, gue mengurung diri di dalam kamar. Gue gak mau keluar kamar, bahkan untuk sekedar makan malam aja, tapi untungnya ada Mang Encep yang berjibaku naik turun tangga cuma untuk mengantar makanan ke kamar gue. Gue juga jarang mandi, kecuali terpaksa ke kamar mandi.

Tetiba azan sudah berkumandang, padahal baru beberapa menit yang lalu gue mendengar kumandang azan. Pikir gue, ini azan apaan ya? Cepet baget hari berganti, bumi berputar. Hmm putaran bumi ini udah kayak gangsing. Besok-besok mungkin putaran bumi secepat kedipan mata manusia. Semua yang di depan mata, berubah seketika, masya Allah.... kenapa berat banget yang gue alami ya Allah.

Sepulang dari rumah sakit tiga hari gue cuma terbaring lemas di kasur, gak hirau sama suara azan yang selama ini selalu gue nanti kedatangannya. Entah apa yang terjadi sama gue. Tapi yang pasti gue sedih banget. Hati gue hancur sehancur-hancurnya. Pikiran sama badan gue sakit meronta-ronta. Astaghfirullah halaziim....

Gak diduga, pintu kamar ini terbuka, setelah itu Nyokap duduk di tepi kasur di dekat gue. Gue cuma manyun gak karuan. Tumben Nyokap ke kamar gue, padahal selama hampir tiga hari sebelumnya Nyokap gak pernah ke kamar gue Hmmm pasti nih Nyokap udah gak bisa menahan kesabarannya, gegara gue gak pernah ke masjid selama tiga hari ini.

Dengan ketus gue mendahului perkataan Nyokap, "Deni tahu Ibu pasti mau nyuruh Deni ke masjid. Deni mau sholat di rumah aja, gak mau ke masjid."

Sejenak Nyokap menghela nafas, trus santai bilang, "Ooo ya udah kalau gak mau ke masjid, gak apa-apa."

Setelah itu Nyokap bangkit berdiri, sedangkan gue malah terkejut mendengar jawaban santai dari Nyokap yang gak seperti biasanya yang selalu tegas menyuruh anak-anaknya ke masjid. Sebelum Nyokap melangkah dari kamar ini gue cepat bangkit duduk di kasur. "Bu, kenapa..."

Nyokap balik badan, trus memotong perkataan gue, "Kamu udah gede kan? Kalau udah gede berarti udah tahu mana yang baik dan mana yang buruk untuk kamu. Kalau menurut kamu gak sholat ke masjid dan mendapat dosa dari Allah itu baik, ya udah Ibu gak akan ikut campur. Toh semua dosa dan pahala kamu itu kembali ke diri kamu, untuk bekal kamu menghadap Allah."

Seketika itu gue langsung tertegun, sedikit manyun dan kening berlipat-lipat, bertumpuk-tumpuk kayak karet gelang yang diikatkan . Gak lama kemudian perlahan Nyokap kembali duduk di tepi kasur, trus tersenyum memandang gue. "Deni, Ibu minta maaf."

Sejenak Nyokap menghela nafas, kemudian melanjutkan, "Ibu minta maaf karena terlalu khawatir sama kamu, sampai Ibu lupa anak kecil Ibu yang sela..."

"Selalu Ibu gendong, selalu Ibu antar ke sekolah, selalu Ibu antar ke rumah sakit, nemenin main dan jagain Deni." Gue memotong dengan wajah datar.

Terdengar berat Nyokap menarik nafas, trus mengeluarkannya perlahan. Setelah itu Nyokap tersenyum dan bilang dengan kedua mata berkaca-kaca, "Iya, sekarang anak Ibu ini udah bujang, udah gede, tapi Ibu gak sadar dan masih menganggap kamu anak kecil Ibu yang sangat Ibu sayang, yang sangat Ibu perhatikan, dan yang sangat Ibu lindungi."

Gak lama kemudian air mata jatuh tiga tetes dari mata Ibu. Sejenak Ibu menghela nafas dan mengedipkan mata, mungkin untuk menahan air mata yang udah berkumpul di kantung matanya. Tiba-tiba aja gue sedih banget melihat Nyokap menangis, bahkan rasa sakitnya lebih sedih dari kehilangan Dokter Meyda. Gak lama abis itu gue pun ikut meneteskan air mata dan menangis dipelukan Nyokap.

"Deni ngerti maksud Ibu, Deni yang salah dan harusnya Deni yang minta maaf sama Ibu. Maafkan Deni yang udah gak patuh lagi sama Ibu. Deni janji gak akan males lagi ke masjid dan patuh sama Allah. " Ucap gue sambil menangis.

Dengan lembut Nyokap mengelus-elus rambut gue, sementara gue masih menangis, tapi bukan karena kehilangan Dokter Meyda. Gue menangis lantaran mengerti kalo Nyokap ingin gue jadi anak soleh yang di sayang Allah, supaya gue bisa menjadi harta atau bekal buat Nyokap saat seluruh manusia dihadapkan pada Tuhan Semesta Alam.

TUPAI ( TERUNTUK KAMU YANG TAK BISA KUGAPAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang