Aku baru kembali bergabung dengan rombongan ketika malam tiba. Mr. Jason saat itu sedang rusuh sekali mencari-cariku, juga dengan anggota rombongan, bahkan sampai menghubungi kepolisian setempat. Aku harus menggunakan topi, masker, dan jaket guna menutupi keadaan babak belurku. Dan kehadiranku yang begitu tiba-tiba di antara mereka membuat semuanya terkejut.
"DARI MANA SAJA KAU, ALIJEN?!" Mr. Jason kelewat lega begitu melihatku hingga tanpa sadar beliau meninggikan intonasi bicaranya.
"Maaf, Mr. Jason. Tadi aku tiba-tiba dibawa oleh orang yang tidak dikenal, diseret paksa keluar dari toko mainan saat kita sedang berlindung, dibawa pergi menggunakan mobil. Jauh sekali tempatnya. Tapi beruntung aku bisa kabur dari mereka. Maaf telah membuat kalian semua khawatir," jelasku, terpaksa berbohong.
"Oh, thanks, God!" Mr. Jason memelukku. "Aku sudah berpikiran yang tidak-tidak tentangmu. Kupikir kau mati. Beruntunglah kalau belum. Jangan dulu mati hingga kita kembali ke London, oke?"
Rombongan kami segera beristirahat di penginapan. Aku dan Jay masih menjadi roommate. Begitu tiba di kamar, setelah aku melepas semua item yang menutupi keadaanku yang sebenarnya, aku langsung diserang dengan berbagai pertanyaan dari Jay.
"What the hell is this?!" seru Jay terkejut bukan main. Anak itu baru saja selesai mandi dan langsung dikejutkan dengan melihat keadaanku.
"Please don't tell about this to someone else, Jay," pintaku memelas.
"What did you do? What happened with you?"
"Yeah, just a small incident when I back here." Aku meringis menahan sakit. "Maukah kau menemaiku turun ke lobi? Aku hendak mengompres luka lebamku. Aku butuh es."
Jay mengangguk bersedia.
Di sinilah kami berada sekarang. Lobi tempat kami menginap. Di lantai 1 ada restoran tempat para pelancong yang menginap di sini bisa melangsungkan jadwal makan mereka. Restoran itu sudah tutup, kokinya sudah pulang, pegawainya sedang beres-beres. Tidak mengherankan sebenarnya, ini sudah pukul 11 malam, sudah lebih dari jam operasional restoran yang hanya buka hingga pukul 9 malam. Tapi demi melihat kondisiku, pegawai restoran memperbolehkan kami untuk tinggal sejenak. Tidak hanya memberikan bongkahan es batu yang dibalut kain tebal, mereka juga memberikan sekotak penuh alat-alat P3K. Mereka bahkan berbaik hati menawarkan untuk mengantarku ke rumah sakit terdekat. Aku menolak halus, tidak perlu. Aku bisa mengatasi luka-lukaku.
"Kau persis seperti orang yang baru saja ditonjok habis-habisan," ujar Jay yang sedang melilit kepalaku dengan perban. Pelipisku robek dan berdarah cukup banyak. Tidak cukup jika hanya ditutup dengan plester.
Aku tidak berniat membalas. Aku fokus mengompres pipiku dengan es.
"Bagaimana kondisi Jane?" Aku tiba-tiba teringat gadis itu. "Apakah dia sudah siuman?"
Jay mengangguk. "Dia baik-baik saja sekarang."
Aku mengembuskan napas lega. "Lalu Scarlett? Gadis itu juga baik-baik saja, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE FIGHT SERIES | #1 ROOFTOP FIGHT
Fanfiction⚠ CERITA INI DIBUAT UNTUK MENGHIBUR PEMBACA YA BUKAN UNTUK DICURI! :D ⚠ BAHASA BAKU ⚠ IT'S JUST FANFIC, BE A SMART READER GUYS! ⚠ SERIOUS WARNING FOR SOME CHAPTERS DUE TO VIOLENT CONTENT • Ini bukan tentang kisah royal charming yang mampu membuatmu...