Aku kembali ke asrama keesokan paginya. Hari ini adalah hari jeda semester terakhir. Aku harus segera bersiap karena besok akan mengikuti karyawisata.
Ada 2 kabar yang tiba di telingaku pagi ini, dan dua-duanya kabar buruk.
"Kami kehilangan batu permata keenam itu. Anak buah Saduju berhasil melarikan diri. Kami tidak sempat memasang alat pelacak pada mereka," jelas Lucian. Aku sempat menemuinya setelah mengantarkan keluargaku pulang ke rumah. Aku pergi diam-diam ke markas.
"Dan kabar buruk selanjutnya adalah kita tidak punya informasi apa pun mengenai lokasi batu permata terakhir. Itu sangat misterius. Kita harus bisa lebih dulu mengamankan batu tersebut sebelum anak buah Saduju mendapatkannya."
Lucian juga memintaku untuk tetap membawa alat mata-mataku, bentuk antisipasi. Lucian selaku pimpinan Tim Elite N.I.A Angkatan 07 membuat analisis bahwa letak batu permata terakhir pasti berada di Eropa. Mengikuti pola yang ada sebelumnya. Dari Amerika, pindah ke Asia, dan 2 titik terakhir ada di Eropa.
Dan sekembalinya aku ke asrama, kondisiku menimbulkan banyak pertanyaan dari ketiga sahabatku. Wajah babak belurku tidak bisa sembuh hanya dalam 1 malam. Ada banyak biru-biru akibat memar dan plester yang menutupi luka di pelipisku.
"Hei, hei, hei. Apa yang terjadi padamu?" Hugo bangkit dari duduknya. Dia sedang main PS dengan Rashad, tapi begitu melihat kedatanganku dengan kondisi seperti ini, dia jelas terkejut. Rashad dan Jay juga sama terkejutnya.
"Apa ini karena kejadian semalam?" tanya Jay.
"Kejadian semalam? Apa maksudnya? Kalian bukannya pergi ke acara ulang tahun perusahaan rekan bisnis Ayah kalian, kan?" tanya Rashad tak mengerti.
Jay belum menceritakan apa pun soal insiden ballroom semalam pada Rashad dan Hugo ternyata. Anak itu pun menjelaskannya dengan cepat. Mereka berdua melongo tak percaya, terkejut.
"Apa kau dihajar habis-habisan oleh orang-orang itu, Jen?" tanya Hugo.
Aku menghela napas. "Sudahlah, lupakan. Aku tidak ingin membahasnya. Besok kita akan jalan-jalan, kan? Jadi ayo bahas hal yang menyenangkan saja."
Rashad, Hugo, dan Jay tidak banyak bertanya lagi demi melihat wajah lesuku. Hugo menggidikkan bahu. Ia mengajak Rashad untuk melanjutkan permainan PS mereka. Sedangkan Jay kembali duduk di kursi belajarnya, mengotak-atik robot buatannya.
***
Kami tiba di bandara pukul 07.45 pagi.
"Keberangkatan kita pukul sembilan, bukan?" tanya Rashad memastikan.
Aku, Hugo, dan Jay serempak mengangguk. Kami berempat pergi ke restoran bandara, hendak sarapan. Kami tidak ikut sarapan di kantin asrama tadi karena kami kesiangan. Semua ini karena Hugo dan Rashad. Mereka asyik bermain PS seharian kemarin hingga larut malam. Aku bahkan nyaris tak percaya Rashad mau diajak untuk begadang oleh Hugo. Karena notabenenya Rashad adalah anak yang disiplin dari berbagai aspek, termasuk jam tidurnya. Aku dan Jay tidak bisa tidur karena keberisikan oleh mereka. Alhasil kami berempat bangun kesiangan. Kami datang ke bandara juga menggunakan taksi, tidak bersama rombongan yang datang dengan bus kampus.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE FIGHT SERIES | #1 ROOFTOP FIGHT
Fiksi Penggemar⚠ CERITA INI DIBUAT UNTUK MENGHIBUR PEMBACA YA BUKAN UNTUK DICURI! :D ⚠ BAHASA BAKU ⚠ IT'S JUST FANFIC, BE A SMART READER GUYS! ⚠ SERIOUS WARNING FOR SOME CHAPTERS DUE TO VIOLENT CONTENT • Ini bukan tentang kisah royal charming yang mampu membuatmu...