19. Pertemuan

682 125 106
                                        

Nares sakit.

Karena hal itulah makanya Lia mau mengiyakan tawaran Reza, yaitu menjenguk Nares bersama. Kata Reza, Nares terkena demam. Lia semakin dibuat cemas dan khawatir, akan tetapi ia berusaha untuk tidak menunjukkannya sehingga orang-orang mengira ia tidak peduli.

Namun ternyata, sangat sulit menipu Reza. Dia sudah tahu duluan bahkan ketika Lia belum membuat ancang-ancang untuk berpura-pura.

Jadi Lia iyakan, toh sudah ketahuan.

Namun agaknya Lia sedikit menyesali jawabannya lantaran kejadian beberapa saat lalu yang tidak direncanakan.

Perut berotot Nares yang seperti wiskas itu tak bisa lepas dari bayangan Lia, membuat dia semakin panas dingin di tempat.

Nares terdiam kaku, Lia semakin mengeratkan pegangannya pada tali tas ransel, sedangkan Reza tidak berhenti mendelik kearah Nares sambil terus menutup mata Lia dengan telapak tangannya.

Sebenarnya Reza sudah biasa melihat perut berotot para sahabatnya, jadi dia tidak bersikap canggung lagi. Lain dengan Lia yang sudah tidak sanggup menggerakkan anggota tubuh lantaran masih sangat terkejut.

"Mau sampai kapan kayak orang bodoh gitu? Cepat ganti baju!" Sentak Reza. Hendak membanting pintu kamar Nares namun urung karena sadar jika tangannya pasti terlepas dari mata Lia.

Nares tergagap, cepat-cepat mengambil baju di lemari dan berlari ke kamar mandi untuk berganti baju.

"Dia mana, Za?" Tanya Lia, jantungnya masih saja berdetak tak karuan.

Perhatian Reza otomatis pindah ke Lia, Reza meneguk salivanya kasar, baru menyadari jika kini jarak keduanya menipis nyaris tak ada.

Aroma tubuh Lia yang khas membuat Reza merasa nyaman berlama-lama disampingnya.

"Kamar mandi bentar. Jangan di buka matanya." Peringat Reza. Sebenarnya bisa saja Lia membuka mata dan membalikkan badan memunggui kamar Nares, tapi entah apa yang dipikirkan Reza sekarang, hanya saja ia tak rela Lia beranjak dari sampingnya walau sedikitpun.

Tidak berapa lama, Nares keluar dari kamar mandi dengan mengenakan kaos putih polos dan celana hitam rumahan. Ia berlari dan melompat ke kasur, lalu menyelimuti dirinya dan bersikap seperti orang sakit pada umumnya.

Reza menjauhkan tangannya dari mata Lia, barulah Lia bisa bernapas lega.

"Nggak ngotak lo, dasar bego!" Sarkas Reza, berjalan menuju sofa kamar dan diikuti oleh Lia.

"Yeu lo yang masuk ke kamar orang nggak ngetuk pintu dulu. Gak sopan!" Nares membalas.

Lia tidak ingin bergabung dalam obrolan mereka, ia lebih memilih untuk mengedarkan pandang meneliti kamar Nares yang berbau mint cool kental. Kamarnya rapi, tidak ada barang berserakan ataupun bungkus jajanan kosong. Dari sinilah Lia bisa mengetahui kalau Nares adalah sosok yang disiplin.

Bola matanya berhenti bergerak pada satu titik. Jantungnya berdetak tak karuan lagi. Pipinya bersemu tidak bisa disembunyikan. Disana, diatas meja kaca, Nares memajang satu bingkai foto.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang