Ini hari sabtu. Semua siswa dan siswi kelas XII wajib membawa baju olahraga karna nanti ada pelajaran PJOK. Materinya tentang bola basket
Lia melirik teman-teman sekelasmya, wajah mereka benar-benar berseri. Terkhusus yang laki-laki. Kalau yang perempuan jangan ditanya, lesu semua. Terkecuali Yana. Perempuan full power itu terlihat sangat ceria sekali.
"Lima belas menit lagi anak cewek ganti baju di toilet, kelas mau dipake sama yang cowok buat ganti baju." Ujar ketua kelas IPA 2—Septian dengan nada bicara yang lantang.
"Kenapa selalu di toilet sih?!" Siswi yang lain memprotes.
Lalu si wakil ketua kelas—Sutan berkacak pinggang, ikut membela ketuanya. "Emangnya kalian mau di intip sama siswa lain dari jendela?"
"Kami tuh sebagai para cowok selalu sakit kuping denger teriakan kalian yang mirip mbak-mbak dress putih." Haikal nimbrung.
"Padahal ngintip dikit gak ngaruh." Celetuk Haris.
Padahal memang biasanya siswi ganti baju di toilet sedangkan siswa di kelas. Tapi selalu saja ada perdebatan antar kelompok.
Pada akhirnya mereka pergi toilet siswi.
"Loh? Dikuncir lagi rambutnya?" Yana bingung-bingung melihat Lia yang sedang menguncir rambut di depan cermin besar.
Lia melirik sebentar lewat pantulannya dari cermin lalu kembali fokus menguncir rambut.
"Iya, kalo digerai nanti panas." Jawab Lia kemudian.
Rachel baru selesai cuci tangan di wastafel, ia berujar sembari mengeringkan tangan dengan tissue toilet. "Awas nanti disita lagi loh, Lia."
Lia terkekeh pelan, "Enggak lah, mana mungkin."
Mereka bertiga melipat seragam pramuka yang tadi digunakan. Setelah itu, Yana mengajak untuk balik ke kelas.
"Pak Defconn bilang lima menitan lagi ngumpul dilapangan." Titah Septian tak bisa dibantah.
"Defconn?" Aku membeo, mengulang nama guru Penjas yang menurutku cukup unik.
Rachel mendongak, "Namanya Eko, tapi panggilan akrabnya Defconn. Galak tapi lawak."
Lia mengangguki saja, toh nanti juga bertemu dengan pak Defconn.
"Res, liat si Lia tuh!" Mendengar bisikan yang lumayan jelas itu, Lia menoleh ke sumber suara yang rupanya adalah Haikal.
Saat Lia melirik Nares, dia juga rupanya sedang melirik ke arahnya. Lia tak bisa mengartikan tatapan matanya karena dia langsung membuang muka.
"Lia, nanti kalo disuruh main kita harus satu tim ya!" Seruan Yana membuat kepala Lia berputar 180° dengan gerakan cepat.
"Eh? Iya." Katanya menjawab.
"Ini udah menit kelima. Ayo buruan kelapangan!" Titah Septian lagi.
Mereka langsung berhamburan keluar kelas tanpa diperintah dua kali. Berbaris rapi ditengah lapangan sembari menghadap pak Defconn.
"Sebelum mulai ke praktek, bapak absen dulu. Bagi yang namanya dipanggil mohon angkat tangan." Ucapnya lalu membuka buku absen.
Dia mulai memanggil nama-nama teman sekelas dengan tegas, mengakibatkan panas dingin mulai menjalar disekujur tubuh Lia.
"Alisha Berliana...?" Pak Defconn menyipitkan mata, kemudian ia mendongak pada mereka. "Ada namanya Alisha Berliana dikelas ini ya?"
Lia otomatis angkat tangan tinggi-tinggi.
Pak Defconn memandang Lia sebentar, "Kamu Alisha Berliana?" Lia mengiyakan. "Siswi baru kah? Soalnya wajahmu gak familiar." Lia mengiyakan lagi.
Pak Defconn tidak banyak tanya setelah itu dan kembali mengabsen.

KAMU SEDANG MEMBACA
Move On
Fanfiction[SELESAI] Cinta itu mudah, yang memperumit adalah pikiran kita sendiri.