Guru seni yang mengajar pagi ini. Namanya Bu Dahlia. Sungguh, wajahnya terlihat tegas, namun siapa sangka jika ia berhati lembut.
"Sudah mengerti 'kan tentang materi yang ibu berikan tadi? Atau ada yang ingin bertanya? Ibu persilahkan."
Seketika kelas jadi hening.
"Yasudah kalau tidak ada yang ingin bertanya. Ibu yang akan beri kalian pertanyaan."
Mendadak atmosfer kelas berubah tegang. Wajah-wajah baru ini terlihat panik, sama seperti Lia.
Melihat respon mereka, Bu Dahlia tersenyum miring. Matanya bergerak, mencari mangsa. "Kamu, Jafran!" Katanya menunjuk pemuda yang duduk dengan Nares.
"Sebutkan dua unsur musik, dan berikan penjelasannya. Disaring berdasarkan apa yang ibu sampaikan tadi."
Jafran tampak tenang, dia berpikir sebentar sebelum menjawab. Dan akhirnya dia menyengir lebar, menyebabkan matanya hampir tertutup rapat, atau mungkin sudah?
Satu hal yang Lia sadari dari Jafran, matanya mirip dengannya.
Setelah mendengar jawaban Jafran, dia melotot. Mulutnya bergerak pelan, entah mengucapkan apa. Sepertinya sumpah serapah.
"Maju sini!" Bu Dahlia menyentak.
Jafran menurut saja, senyum yang terpatri diwajahnya belum hilang. Malah bertambah manis.
"Terus Bu?" Tanyanya begitu saat sudah berdiri di depan papan tulis, menghadap ke arah temannya yang lain.
"Angkat satu kaki kamu!" Jafran lagi-lagi menurut tanpa membantah barang sedikitpun.
"Jewer telinga kamu sendiri! Dua-duanya," Untuk kesekian kali, Jafran menurut.
Lia melihatnya dengan iba. Kasihan sekali dia. Tanpa Lia duga, Jafran juga melihat kearahnya.
Ah bukan, ke arah samping Lia.
Lia langsung menoleh pada Yana, gadis itu kini pura-pura sibuk menulis sesuatu di buku tulisnya, padahal isi tulisannya begini:
Bangsat dia liat gue. Gue. Gue. Gue. Gue.
Lalu setelahnya, Yana mencoret tulisan itu dengan brutal. Wajahnya merah padam seperti tomat.
"Yana," Bisikku.
Dia menoleh, "Hm?"
"Aku bawa kipas nih, mau pake?"
"Eh?"
"Udah ini pake aja, gak usah malu. Aku tau kamu lagi kepanasan," Lia mengambil satu tangan Yana, lalu memberinya kipas angin mini portable berwarna baby pink.
Walaupun Yana agak bingung, namun ujungnya dia gunakan juga.
"Masih panas? Apa perlu besok aku bawain AC sekalian?"
Yana spontan menoleh kaget. "Lo waras, normal, sehat apa gimana sih?"
"Hah? Option kamu sama semua. Aku jadi gak bisa milih, Yana." Lia bingung.
Yana menatap mata Lia lama. Ekspresi wajahnya seolah mengucapkan:
"Otak lo dimakan tikus?"
"Itu yang dari tadi ngobrol berdua! Sini ikutan maju," Bu Aina menginterupsi, Lia dan Yana langsung duduk tegak dibuatnya.
"Sini. Maju."
Li pasrah, dengan langkah berat ia maju ke depan, berdiri tepat di samping Jafran. Tak lama kemudian, Yana menyusul. Dia juga berdiri disamping Jafran, bedanya dia di sebelah kiri sedangkan Lia di sebelah kanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On
Fiksi Penggemar[SELESAI] Cinta itu mudah, yang memperumit adalah pikiran kita sendiri.