09. Bahagia?

655 117 65
                                    

"Sebelum Ibu bagi kertasnya, Ibu mau menjelaskan sedikit dulu. Jadi isi kertas ini adalah nomer dari satu sampai sepuluh. Nah, karena sistem kita per-kelompok maka semua nomernya double. Jika kalian dapat nomer yang sama, maka itu artinya kalian adalah kelompok. Kertasnya ibu acak, nanti kalian yang ngambil kesini sesuai nomer urut absen. Setuju?" Bu Dahlia memberi sedikit penjelasan sembari mengangkat kotak yang didalamnya ada kertas yang dilipat kecil.

"Setuju, Bu!" Kompak seluruh siswa-siswi kelas IPA 2.

Kemudian Bu Dahlia mempersilahkan para anak didik untuk maju dan mengambil kertas pilihan masing-masing.

Usai semua telah kembali ke tempat duduk semula, Bu Dahlia berujar. "Sekarang kalian boleh buka lipatan kertasnya. Tukar duduk dengan teman kelompok!"

Menuruti titah sang guru, merekapun mulai membuka kertas digenggaman tangan.

"Kamu dapet nomer berapa, Yan?" Tanya Lia pada Yana.

"Nomer lima nih, elo?" Yana bertanya balik.

"Nomer sepuluh. Chel, kamu dapet nomer berapa?" Lia menepuk pundak Rachel dari belakang.

Rachel membalik badan, "Dapet nomer dua nih. Ada yang sama gak?"

"Enggak." Jawab Lia dan Yana kompak.

"Nomer Lima mana nomer Lima?!" Teriak Haikal, pemuda yang kini sudah berdiri diatas kursi sembari mengibarkan kertas kecil miliknya itu mengedarkan pandang.

Yana mengumpat pelan begitu tau bahwa Haikal adalah teman satu kelompoknya, "GUE!"

"Haikal, duduk!" Tegas Bu Dahlia yang langsung dipatuhi si cowok eksotis.

"Ampun, Bu."

Rachel menertawakan Yana, "Dangdut aja nanti dangdut atau goyang mama muda."

"Udah gak jaman!" Yana mendengus.

Diam-diam Haikal memeletkan lidah pada Jafran yang tengah memasang wajah sangar untuknya. "Seneng lo?!" Sinis Jafran.

"Yang nomer satu sini duduk sama gue!" Reza menyeru. Dia benar-benar malas untuk pindah tempat duduk.

Mendengar hal itu Haikal jadi mendelik tidak suka, "Lo aja sana yang pindah! Gue mager njir."

"Yang paling pinter gak boleh ngalah." Kata Reza mengeluarkan motto andalannya.

"Anak-anak tolong jangan teriak dong. Kalian kan bisa jalan sendiri nyari pasangannya haduh..." di detik-detik seperti ini memang Bu Dahlia harus membeli stok kesabaran yang banyak.

Hal yang selanjutnya terjadi malah semakin ribut. Mereka memang jalan mengelilingi kelas untuk mencari pasangan kelompok, namun masih saja berteriak. Walaupun beberapa dari mereka tetap duduk ditempat, tapi kebisingan dikelas ini tidak mereda.

Macam cacing kepanasan.

"Salah masuk kelas nih kayaknya." Bu Dahlia menggeleng heran. Karena tak ingin semakin pusing, sang guru senipun memilih untuk memainkan ponsel.

"Lia, Haikal yang kesini gak papa kan?" Yana meminta izin.

"Eh? Iya gak papa kok." Kata Lia mengizinkan.

"WOI HAIKAL SINI LO!" Teriak Yana.

Haikal menggeleng sambil menyilangkan tangan didepan dada. "GAK! GUE MAU MEMPERTAHANKAN TAHTA INI."

"Cih! Gegayaan anak Pak Budi." Yana menggumam kesal, tapi ujungnya memilih untuk pergi ke kursi Haikal.

Mumpung Reza sudah duduk dengan damai bersama teman kelompoknya, Nanda.

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang