23. Lekas Pulih

508 66 23
                                    

Sebenarnya hari ini Lia agak ragu untuk sekolah. Dia takut bertemu dengan Nares.

Tetapi karena di grup kelas tadi malam ada pemberitahuan ulangan Kimia, terpaksa Lia menyingkirkan keraguannya.


"Yah, Ma, Kak, aku berangkat ya. Andi udah nunggu di depan," Yuna menyalim tangan kedua orang tua dan Saudaranya.

"Hati-hati kalian, bilang sama Andi jangan ngebut," Dena mengikuti Yuna sampai ke depan pintu rumah.

"Kakak pergi sama siapa?" Tanya Faisal.

Lia menoleh, "Dijemput Reza, Yah."

Faisal mengangguk paham, "Rumahnya dimana sih, Kak? Emang dia gak keberatan antar-jemput kamu?"

"Mungkin setelah ini dia nggak antar-jemput Lia lagi, Yah."

"Kenapa gitu?"

"Lia yang nyuruh, karena Lia takut ngerepotin," Bohong. Padahal Lia takut canggung dan dia menghargai perasaan Reza.

"Kak! Itu temennya udah dateng," Ujar Dena setengah berteriak dari arah teras.

Lia meneguk segelas susu vanila, kemudian menyalim tangan Ayah, "Berangkat, Yah."

Faisal memandangi punggung kecil milik anak sulungnya, ia tersenyum tipis, "Lia udah dewasa," Begitu katanya, dia rasa baru kemarin menggendong Lia kecil yang menangis sepanjang hari.

***

"Lia, yang semalem—"

"Tentang Nares, ya? Aku belum bisa pastiin, Za. Liat nanti aja deh," Lia memotong ucapan Reza sembari melepas helmet yang melindungi kepalanya.

Reza terdiam, dia menipiskan bibir. Mengapa tiba-tiba rasanya dia tidak rela? Ah sial, cepat-cepat Reza menghajar pemikiran itu. Dia tak mau egois.

"Ah, iya, Lia."

Mereka akhirnya berjalan beriringan menuju kelas. Beberapa siswa siswi yang lewat tampak berbisik membicarai Reza dan Lia yang jika dilihat lebih cocok sebagai pasangan daripada teman.

Lia mendengarnya, hanya saja memilih untuk mengabaikan. Sebenarnya kalau untuk didengar Lia, sih, tidak apa. Tapi Reza?

"Udah jangan dipikirin," Reza bergumam pelan, agaknya tahu isi pikiran gadis disamping.

Lia menoleh sesaat, menatap Reza yang lebih tinggi, "Iya, Injun."

Baru satu langkah sampai di kelas, Lia sudah diserbu Yana. Gadis bermata kucing itu menubruk badan mungil Lia dan memeluknya erat seakan sudah lama tidak bertemu.

"LIA SUMPAH GUE KANGEN BANGET SAMA LO SUMPAH SUMPAH SUMPAH!" Yana histeris.

Lia yang belum siap itu terkejut setengah mati seraya memukul pelan tangan Yana di sekitar lehernya, "SESAK!!"

"Udah woi udah!" Reza dengan sigap melepas paksa tautan tangan Yana.

Gadis tersebut tidak terima, ia melayangkan satu pukulan yang lumayan keras ke tangan Reza yang tadi membuatnya kesal.

Tak memperdulikan wajah emosi si pemuda, Yana malah kembali mengomeli Lia, "Denger gue Li, ini asli gak bohong, suer deh. Kalau Reza gak ancem bakal mukul Jafran, gue gak mau lah ngejauhin elo. Rachel juga mohon-mohon sama gue biar kita kayak dulu lagi. Lo gak papa kan? Serius gue seneng banget semalam dapat kabar dari Reza kalo elo mau maafin kita."

"Aduhh Yana kamu bicara pelan-pelan dong! Ludahmu nyembur nih," Bibir Lia mengerucut sebal, ia membersihkan wajahnya yang terkena air ludah Yana.

Yana cengengesan, tidak merasa bersalah, "Ampun deh kangen banget gue sama lo!"

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang