MINI EXTRA; Puing Lain

555 58 16
                                    

Di malam hari yang tenang ini, aku menyesap susu coklat di cangkir batu. Suamiku yang membuatkannya, dia tidak pernah absen memberi susu coklat hangat sebelum tidur.

Ah, iya, kami sedang di balkon kamar. Menikmati pemandangan malam. Taburan bintang diatas langit menjadi objek utama yang kami saksikan.

Dia membalut tubuhku dengan selimut yang agak tebal, katanya udara malam sangat dingin dan tidak bagus untuk kesehatan. Namun karena aku mendesak, akhirnya dia memperbolehkan dengan syarat dia akan menemaniku hingga puas melihat-lihat.

Kalian masih ingat Nares Adhinatha? Iya, dia adalah suamiku yang tadi kusebut-sebut.

Nares tidak ingkar dengan janjinya bertahun-tahun lalu. Saat kami berjauhan, dia selalu mengirimiku kabar. Dia juga terbuka, dan pastinya memprioritaskanku setelah Agama dan orang tua.

Aku tidak bisa menolak saat keluarganya dan keluargaku bertemu guna mendiskusikan acara pernikahan. Nares saat itu sudah berhasil menjadi dokter ahli bedah di Rumah Sakit ternama kota Jakarta, maka dia datang dan memintaku dengan bangga.

Nares masih lelaki yang kukenal sejak dulu, dia tidak pernah berubah. Ah, mungkin dia berubah di beberapa bagian saja, seperti tubuhnya yang semakin tegap dan juga wibawanya yang semakin kentara.

Usia pernikahan kami sudah menginjak 3 bulan. Selama 3 bulan itu pula kami sudah menjalani banyak kenangan sebagai pasangan suami-istri. Konflik rumah tangga tidak bisa dihindari walau sekecil apapun, tapi Nares sering mengalah dan aku juga meminta maaf.

Kadang kala kami berdua menghabiskan waktu dengan berbincang-bincang mengingat hari pernikahan. Dimana Jafran dan Yana bergandeng tangan, Haikal dan Somi membocorkan sedikit perihal tunangan, Haris dan Rachel yang memilih untuk menikah tahun depan, juga Reza yang masih mencari pujaan.

Aku menghela napas panjang, tiba-tiba merindukan masa muda. Dulu sangat menyenangkan, bisa berkumpul bersama Yana dan Rachel tanpa memikirkan urusan rumah yang belum terlaksana. Kalau sekarang agak susah, karena kami mempunyai karir masing-masing.

Yana bekerja sebagai sekretaris CEO di perusahaan yang Jafran pimpin. Rachel membangun Restoran seafood terkenal dan sudah mempunyai cabang di Medan. Sedangkan aku sudah menjadi guru sebagaimana yang ku idam-idamkan sejak dulu.

Awalnya Nares keberatan jika aku bekerja, karena takut aku kewalahan membagi urusan rumah dan pekerjaan. Namun aku berusaha meyakinkan, akhirnya Nares setuju asal aku bijak membagi waktu.

Melalui ekor mata, dapat kulihat Nares sedang menopang dagu di atas meja seraya memandangku lekat tanpa beralih. Dia sedari tadi sudah begitu, tapi kubiarkan saja.

Karena tidak tahan, aku menoleh kearahnya, memandangnya yang juga melakukan hal yang sama. Dia langsung menyengir lebar, mungkin malu lantaran tertangkap basah.

Astaga, dia manis sekali.

Kurentangkan kedua tangan lebar-lebar, Nares sontak berdiri dan menubruk tubuhku. Dia mengalungkan tangannya di pinggangku kemudian menenggelamkan kepalanya di ceruk leherku.

Aku tertawa kecil, ku acak rambut hitamnya hingga berantakan. Dia tidak marah. Malah memintaku untuk terus melakukannya.

Menurut, ku acak sekali lagi. Begitu saja dia mengeratkan dekapannya. Sangat erat sampai-sampai aku kesulitan meraup udara.

"Na, sesak!" Aku memekik tertahan.

Nares terbahak, lalu melonggarkan dekapan setelah ku pukul pelan tangannya, "Udah belum? Masuk yuk nanti kamu sakit."

Sedikit merinding mendengar suara beratnya, aku sontak mengangguk, "Ayo."

Mendengar itu, Nares menegakkan tubuh, kemudian tanpa aba-aba langsung menggendongku masuk kedalam kamar.

Begitulah Nares Adhinatha, suka sekali membuat jantungku berdegup kencang. Bahkan hanya dengan menghirup aromanya saja, aku merasa gila.

__________

NEXT?

"Kau aman bersamaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau aman bersamaku."
PLAYGROUND, 2022.

SOON

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang