Chapter 5 - Kata Hati Faya

9.5K 560 5
                                    

Gue benci dia, benci sangat. Kenapa mesti berurusan sama dia sih. Eh tunggu, ini kan salah gue juga yang ngerjain dia. Ih tapi masa nggak gentle sih mainnya dendaman udah kayak Nyi Pelet aja.

Padahal tante Yana sama Iqbal baik banget. Tapi kenapa dianya jutek banget ya? Apa jangan jangan dia nggak suka cewek. Hahaha

Gue jadi inget kata Iqbal waktu itu kalo Eza udah punya cewek. Ih kok mau-mau aja sih sama cowok galak gitu.

"Faya ikut ya bu. Masa Faya ditinggal sendirian sih. Nanti kalo Faya diculik gimana?" bukannya prihatin, gue malah kena ketok gagang sapu sama ibu gara gara merengek minta ikut ke Jogja jenguk eyang yang lagi sakit.

"Ibu sama ayah udah nitipin kamu ke tante Yana. Kamu boleh nginap di rumahnya kok." sahut ayah.

"Iya sayang lagian nggak lama kok disana. Pokonya doain aja eyang supaya cepet sembuh" kali ini ibu menambahkan.

Gue hanya mengangguk pasrah. Kalo udah begini mah susah merubah keputusan.

"Kalo begitu ibu sama ayah pamit ya sayang. Hati hati di rumah. Jangan ninggalin kompor kalo masih nyala."

"Ada juga ibu sama ayah yang hati hati. Salam untuk eyang ya."

"Jeng Yana, aku titip Faya ya. Kalo nakal sentil aja nggak apa apa kok." kata ibu.

Gue udah berasa kayak balita pakai di titipin segala.

"Ya mbak Gina. Hati hati ya kalian."

Ibu dan ayah pergi dengan taksi menuju stasiun.

"Fay, kita ke salon yuk" ajak tante Yana setelah taksi ayah dan ibu menghilang di belokan. Salon? Itu salah satu tempat yang paling gue hindari. Membayangkan rambut gue, badan gue dipegang-pegang para cowok tomboy. Ngggaaakkkk...

"Fay, kenapa bengong?" tante Yana menggoyangkan badan gue.

"Maaf tante, Faya nggak suka ke salon." Tante Yana malah ketawa dengar pernyataan gue barusan.

"Justru tante akan bikin kamu suka ke salon."

"Maksud tante?" Belum sempat dijawab, gue udah didorong masuk ke dalam mobilnya.

"EZAAAAA...AYO BURUAN!" teriak tante Yana.

Apa? Tante Yana ngajak Eza juga? Nggak mau nanti yang ada suasana di dalam mobil bakal mirip sama kutub utara. Cowok seram itu cuma diam sepanjang jalan. Gue berasa duduk di atas bongkahan es. Dingin banget di samping Eza. Auranya itu loh menakutkan banget.

"Za, kok diemin Faya? Ngobrol dong." kata tante Yana yang duduk manis di belakang. Ini cowok bener-bener dingin, mamanya ngomong saja nggak didengar.

Syukurlah akhirnya gue bisa terlepas dari bongkahan es karena kami sudah tiba di sebuah mall. Dengan tidak sabarnya, tante Yana menarik tangan gue kayak narik kambing.

"Nah Faya, sekarang kamu duduk manis disini. Jangan kemana mana." perintahnya.

Kemudian seorang cowok tomboy menghampiri gue.

"Mau diapain nih cantik?" tanyanya lembut. Tante Yana datang dan mengarahkan si cowok tomboy itu.

"Siap mami, eke bakalan bikin ini cewek jadi princess apalah-apalah."

Aduh berulang kali gue menepuk jidat gue karena geli liat cowok bercasing cewek.

Rambut panjang sebahu gue dibuat keriting di bagian bawah. Yang tadinya berwarna hitam kini berubah jadi warna coklat gelap.

Nggak cuma rambut, wajah gue pun diobrak abrik sama tante-jeng-mba atau apalah sebutannya. Biasanya nggak pernah pakai make up sekarang wajah gue di dandanin abis abisan.

"Hattcchhiii..." gara gara si banci salon ini menepuk bedak -yang nggak gue tau- ke wajah gue, buat hidung gue gatal dan bersin bersin.

"Sabar dong cantik. Eke lagi mau buat ye cantik." katanya lagi karena gue melarangnya menempelkan sesuatu di bulu mata gue.

"Ternyata..cantik itu ribet banget sih. Terus ini apaan lagi di taruh di bulu mata gue. Hey!" teriak gue. Tante Yana yang sedang melakukan perawatan kuku hanya ketawa melihat gue yang berantem terus dengan si cowok tomboy ini.

◆◆

Gue pikir setelah ke salon, gue bakal terbebas. Oh God, tante Yana sekarang menarik gue untuk masuk ke sebuah butik.

"Cari baju apa aja yang kamu suka. Terus cobain ya?"

"Ah tante mah, masa ke toko gaun gini. Kalo ke distro Faya mau deh."

"Jangan banyak alesan. Berhubung orang tua kamu nitipin kamu ke tante, jadi anggap aja tante adalah mamamu. Oke sayang."

Gue memutar badan dan langsung masuk ke dalam butik ini. Mata gue mengedar, disini nggak ada sama sekali celana jeans atau t-shirt kesukaan gue. Yang ada hanya gaun atau dress yang minim banget potongannya. Ini kok belum selesai dijahit udah main dijual-jual aja sih.

"Fay, yang ini bagus loh!" seru tante Yana. Gue menghampirinya dan melihat dress warna pink dengan hiasan pita di pinggang.

"Coba deh kamu pakai. Sana." lagi-lagi tante Yana dorong gue untuk masuk ke ruang ganti.

Disinilah gue sekarang. Mematut di depan cermin besar sambil tertawa meringis karena dipaksa pakai dress sok cantik ini.

"Tante.." panggil gue dengan kepala setengah keluar.

"Apa lagi? Muat kan?" tanya tante Yana.

"Faya nggak bisa cara pakainya. Semuanya berlobang tante."

Entah karyawan, para pengunjung dan tante Yana ketawa dengar pengakuan gue tadi. Bodo deh malu malu sekalian orang nggak kenal ini sama gue.

"Tante bagus nggak?" tanya gue. Dress dengan belahan dada lumayan rendah dan lima centi diatas lutut membuat gue sering nurunin dress itu untuk menutupi paha.

"Cantik banget Faya. Hmm tante jadi suka. Oke tante pilih ini aja. Let's go home!"

Tante Yana berusaha menghubungi Eza dari ponselnya tapi tuh anak nggak jawab telepon dari mamanya.

Sambil menunggu Eza, tante Yana mampir sebentar untuk ke toilet. Tinggallah gue seorang diri disini.

Itu kan?

"Eh ngapain lo disini? Nyokap gue mana?" tanya cowok rese depan rumah. Siapa lagi kalo bukan Eza.

"Ke toilet. Lo kemana aja dicariin tuh sama nyokap lo."

"Nggak usah kepo. Nih lo sama nyokap gue balik aja duluan pake mobil gue. Gue mau jalan dulu. Awas jangan sampe lecet mobil gue."

"Tapi-"

Emang dasar si cowok rese, dia main ninggalin gue tanpa alasan yang jelas. Gue masih memandang kepergiannya. Sampai tiba tiba seorang cewek cantik dengan hot pants dan kemeja kremnya merangkul dan mencium pipi Eza dengan mesra.

Apa itu pacarnya Eza yang pernah diceritain sama Iqbal ya?

Sabodo teuing ah.

Neighbour is Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang