Happy reading guys!
Faya POV
Kapan sih Bekasi nggak macet? Gue kan mesti nyusul Eza ke bandara. Setidaknya gue mau minta maaf udah bikin dia susah mulu selama disini. Avri yang mengemudi di sebelah gue juga ikutan gelisah. Dia gelisah karena mau buang air katanya.
Gue rela kok kalo hanya dianggap teman sama Eza. Tepatnya sih teman yang ngerepotin pastinya.
"Vri, sini deh gue yang nyetir!" pinta gue dengan geram.
"Udah ah nanggung Fay. Sabar napa sih gue juga pengen pipis nih di toilet sana"
"Abisnya lo lelet banget nyetirnya. Tancep gas kek gitu yang kenceng"
"Lah salahin tuh pak Doris yang buat ujian dadakan"
Apa hubungannya sama Pak Doris?
Setengah jam kemudian kami sampai dan melihat ada om Heri bersama tante Ir.
"Om, tante" panggil gue. Mereka pun menoleh dan memandang gue dengan bingung. "Faya? Kamu kesini sama siapa?" tanya tante Ir.
"Sama-" gue mau menunjuk ke arah Avri yang berada di belakang gue tapi tuh anak nggak ada. "Tadi sama temen mungkin dia ke toilet kali tan" kata gue.
Mata gue 'gatal' untuk nggak celingak celinguk di sekitar bandara. "Kamu cari Eza?"
Gue hanya tertunduk malu sambil menggaruk leher yang sebenarnya nggak gatal ini.
"Fayaaa" suara cempreng Avri memekakan telinga. Gue nggak ambil pusing dan akhirnya nggak mau menoleh.
"Fayaaa...budek ya?"
"Apaan sih Vri?" mata gue hampir copot karena melihat Avri. Bukan, tapi lihat sesosok cowok ganteng di sebelah Avri. Dia..Eza.
"Kok..kalian?" tanya gue bingung.
"Apa? Jangan mikir aneh aneh dulu. Gue nggak sengaja ketemu dia di toilet. Cie Faya gugup nih ye"
Avri bener bener bikin wajah gue merah merona. Awas saja bakalan gue kepang tuh mulut.
"Kok malah diem lo? Katanya mau ketemu Eza. Tadi aja buru buru"
Eza kini berjalan tepat ke arah gue. Aduh gimana nih? Dia kesini lagi. Aduh please udara mana nih. Udara habis.
"Apa iya lo mau nemuin gue disini Fay?" tanya Eza sambil menyeringai aneh.
"Nggak kok. Geer banget jadi cowok"
"Terus lo ngapain kemari?"
"Hmm...hmmm...gue...tau ah!" semua yang ada disitu pada ketawa. Apalagi Eza, dia ketawa puas banget.
Hawa hangat menyerang tubuh gue. Saat gue sadari kalo itu adalah tubuh Eza yang tengah meluk gue. Ya Tuhan, ini bukan mimpi kan?
Buru buru gue dorong tubuhnya menjauh dari gue. "Bukannya lo seneng gue peluk? Oke deh, gue masuk ya. Bye Faya"
Kenapa jadi nggak rela gini. Ah nggak mau!
Eza benar benar pergi sekarang. Dia pergi. Kenapa sih cowok sukanya PHPin doang. Main pergi gitu aja setelah mengangkat gue ke awan terus jatuhin gitu aja. Itu rasanya mak nyus banget.
♥♥♥♥♥
"Ayolah jangan nangis Fay. Masa seorang jawara kayak lo cengeng" keluh Avri. Dia masih mencoba menghibur Faya di kamarnya.
Hari ini tepat satu hari Eza pergi ke Inggris. "Gue nyesel nggak ngaku kemarin kalo gue ke bandara karena pengen bilang gue sayang dia" kata Faya.
"Lo gengsian sih. Udah ah gue balik ya. Dadah sista"
Tanpa Avri dan tanpa Eza rasanya sudah seperti tinggal di tengah tengah hutan Amazon bagi Faya. Dia hanya duduk sendiri di balkon kamarnya sambil melihat kamar Eza.
Karena merasa dingin, Faya kembali masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil jaketnya lalu duduk kembali di balkon.
"Apaan nih?" Faya menemukan secarik kertas di saku jaket yang di pakai kemarin saat ke bandara.
Kertas putih yang sudah nggak jelas bentuknya itu dibuka oleh Faya.
Tunggu gue ya Fay. Setelah itu gue nggak akan pergi lagi.
..EMD..
"EMD? Siapa ya?" Faya mengedikkan bahunya dan kemudian masuk lagi ke kamarnya untuk tidur.
Sleep tight, Faya.
◆◆
"Faya, tunggu gue ya. Gue sayang sama lo. Maafin gue" Sinar putih itu hadir di dalam mimpi Faya. Di tengah sinar itu berdiri sosok cowok seperti malaikat yang dari tubuhnya mengeluarkan sinar putih bersih.
Cowok itu pun makin lama makin mendekat.
Sosok cowok itu pun mendekati Faya yang sedang tertidur di sebuah singgasana emas dengan memakai gaun seperti putri.
"Lo...lo Eza kan?" tanya Faya pada sosok cowok itu.
Cowok itu mengangguk sambil memperlihatkan senyum manisnya.
Cowok yang mengaku Eza itu, mendekatkan wajahnya pada Faya dan membuat Faya menutup kedua matanya.
Sepertinya Eza akan mencium Faya. Makin lama makin dekat. Jantung Faya berdetak detak nggak jelas.
Sedikit lagi..dan..byur! Kok air?
"Hujan!!! Banjir!! Tolong gue tenggelam!!" teriak Faya heboh. Dia terbangun dari tidurnya dan berteriak heboh.
Pletuk! kali ini dia sadar saat kepalanya diketuk gayung oleh ibunya."Ah ibu apa pula bangunin princess pake disiram siram segala" protes Faya sambil mengelap wajahya pakai piyamanya.
"Abisnya kamu dibangunin nggak bangun bangun kayak orang mati aja. Udah jam berapa nih? Nggak kuliah kamu?" Faya melirik jam dinding di kamarnya. "Omaigot, jam tujuh!"
Kayak kebakaran jenggot, cewek selebor itu akhirnya masuk ke dalam kamar mandi juga.
"Pagi ayah, kok tumben belum berangkat?" tanya Faya sambil mencomot satu lembar roti tawar yang sudah diolesi strawberry jam.
"Ayah lagi pengen aja berangkat siang. Udah cepet makan nanti kamu terlambat"
"Faya juga pengen ah kayak ayah yang berangkat agak siangan juga" ayahnya pun mengetuk tangan Faya dengan gulungan koran paginya. Faya hanya ketawa ketawa nggak jelas.
"Fay, kok kamu tadi tidur sampai monyong monyong gitu sih bibirnya. Pakai acara nyium bantal guling lagi?" tanya Gina yang duduk di sebelah Faya. Faya menaikkan sebelah alisnya. "Kamu mimpi jorok kan? Kayaknya kamu lagi mimpi dicium seseorang ya?" selidik Gina dan membuat suaminya ikut ikutan kepo.
"Ayah, ibu, Faya nggak jadi berangkat siang. Faya berangkat. Dadah.."
Bisa dipastikan kalau wajahnya akan berubah menjadi merah jika terlambat satu menit saja dia masih nggak pergi dari ruang makan.
Faya mengendarai mobilnya dengan santai sambil memikirkan mimpi yang membuatnya pagi ini menjadi semangat.
"EMD? Eza Magali Dewandaru. Bingo!" Faya memukul stir mobilnya saking senangnya bisa menjawab isi surat itu.
Berarti surat itu dari Eza. Dia meminta dirinya untuk menunggu. Baiklah...
Kabar gembira tuk kita semua!! *bukan iklan*
NILnya masih tinggal satu part lagi deh soalnya aku masih pengen nulis ini. hehehe
Padahal kalian bosen yak???
Makasih ya..makasih banget!!!
Lophe,
221092♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Neighbour is Love
Teen FictionSial, kalau saja gue nggak pindah rumah,gue nggak bakalan kena jebakan cewek itu sampai bikin gue nyasar ke Bogor.Awas saja kalau ketemu nggak akan gue lepasin. --Eza Magali Dewandaru-- Denger denger tetangga yang pengen nempatin rumah depan itu ada...